Selasa 28 Jul 2020 14:58 WIB

Haji Terbatas Dimulai, Antara Kekecewaan dan Optimisme

Haji Terbatas Dimulai, Antara Kekecewaan dan Optimisme.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil
 Haji Terbatas Dimulai, Antara Kekecewaan dan Optimisme. Foto: Pandangan umum menunjukkan Masjidil Haram, di kota suci Muslim di Mekah, Arab Saudi, Senin, 27 Juli 2020 menjelang haji. Di mana saja dari 1.000 hingga 10.000 peziarah akan diizinkan untuk melakukan ziarah tahunan haji tahun ini karena pandemi coronavirus.
Foto: AP Photo
Haji Terbatas Dimulai, Antara Kekecewaan dan Optimisme. Foto: Pandangan umum menunjukkan Masjidil Haram, di kota suci Muslim di Mekah, Arab Saudi, Senin, 27 Juli 2020 menjelang haji. Di mana saja dari 1.000 hingga 10.000 peziarah akan diizinkan untuk melakukan ziarah tahunan haji tahun ini karena pandemi coronavirus.

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH--Prosesi haji telah dimulai, peserta haji terbatas juga mulai memadati Masjid al-Haram. Keputusan Arab Saudi untuk melaksanakan haji terbatas dan hanya mengizinkan jamaah berdomisili Saudi atau tengah menetap di Saudi, memunculkan kekecewaan besar dari calon jamaah di seluruh dunia.

Juni lalu, Kementerian Haji dan Umrah Saudi mengumumkan tentang pembatasan haji untuk menghindari resiko penyebaran Covid-19 yang masih mewabah. Keputusan ini mendorong pemerintah negara-negara mayoritas Muslim dan otoritas haji di seluruh dunia untuk membatalkan keberangkatan haji demi keamanan jamaah mereka.

Baca Juga

Tahun ini, hanya orang-orang yang sudah tinggal di Arab Saudi yang akan diizinkan untuk ambil bagian, tetapi meskipun demikian jumlah tempat akan dibatasi hanya beberapa ribu. Dari mereka, 70 persen akan menjadi ekspatriat dan 30 persen warga negara Saudi.

“Saya tidak kecewa dengan berita haji terbatas tahun ini karena saya tahu ada banyak cara untuk memanfaatkan waktu spiritual yang berharga tahun ini. Ibadah dan perbuatan baik dapat dilakukan di mana saja jika hati kita ada bersama Tuhan,” ujar Wafa Shaheen, seorang penulis asal Saudi yang dikutip di Arab News, Selasa (28/7).

Menurutnya, membatasi jumlah peziarah adalah tindakan pencegahan yang masuk akal dan cara yang tepat untuk melindungi kesehatan masyarakat.

Sementara itu, Abdulrahman Abdulkhaliq, seorang insinyur kimia asal Saudi yang telah menjadi sukarelawan haji selama lebih dari 10 tahun, mengatakan bahwa haji adalah salah satu kegiatan paling menarik yang selalu dia nantikan setiap tahunnya.

"Saya tidak bisa membayangkan bahwa musim haji ini akan berlalu dan saya tidak akan berada di sana," katanya.

"Haji tahun ini adalah sebuah tantangan dan kami akan belajar banyak darinya untuk musim haji mendatang," sambung Abdulkhaliq.

Disisi lain, Samsiah Muhammad adalah salah satu dari ratusan ribu bahkan lebih jamaah yang harus menelan pil kekecewaan akibat pembatalan haji. Pensiunan berusia 62 tahun itu mengaku sangat sedih saat mengetahui bahwa dia tidak dapat melakukan ibadah hajinya tahun ini, tetapi dia mengatakan bahwa ini bukan kesalahan siapa pun.

Berbeda bagi Wan Mohamad Ali Wan Idrus, yang justru menganggap bahwa pembatalan ini merupakan berkah tersembunyi, mengingat dia sebelumnya telah mempertimbangkan untuk membatalkan hajinya.

Tahun ini, 31.600 warga Malaysia seharusnya telah diberangkatkan untuk melakukan haji. Seorang pejabat Malaysia mengatakan pemerintah akan memprioritaskan aplikasi mereka, jamaah yang seharusnya berangkat tahun ini, pada musim haji tahun depan.

Sedangkan Pakistan seharusnya memberangkatkan 179.210 peziarah tahun ini. Sanaullah Khan, (52 tahun) adalah salah satu yang dibatalkan keberangkatannya.

"Saya merasa seolah-olah langit jatuh pada hari saya menerima telepon dari bank yang meminta saya untuk mengumpulkan uang jaminan sebesar Rs463.000 ($2.760)," ujar petani dari kota miskin Gomal di tepi Selatan.

Tahun lalu, Khan juga hampir mewujudkan mimpinya untuk mencium hajar aswad, namun harus batal pada menit-menit terakhir. Dia terpaksa menarik aplikasi hajinya demi membiayai saudaranya yang sekarat.

Meski telah menerima banyak kata-kata penyemangat dan belasungkawa dari saudara dan kerabat, kekecewaan Khan untuk kedua kalinya masih menggunung. Baginya yang kini telah memasuki usia senja, kembali kehilangan kesempatan untuk berhaji adalah sebuah pukulan berat.

"Satu-satunya harapan saya pada usia ini adalah untuk mengunjungi Mekah dan Madinah. Tentu jika saya masih hidup dan masih mampu membelinya," ujar petani 52 tahun itu.

Pembatalan ibadah haji juga berimbas pada calon jamaah di London, Inggris. Salah satunya, keluarga Sehzad Husain. Pria 39 tahun itu seharusnya dapat menunaikan haji bersama istrinya, Aziza Husain tahun ini.

Pengusaha berbasis di London itu mengatakan bahwa telah mereka memesan paket haji pada Januari lalu dan langsung melunasinya, karena mereka telah lama bertekad untuk berhaji. Tahun ini, harga paket haji di Inggris berkisar antara £ 5.500 ($ 7.003) dan £ 13.000 tergantung pada berbagai faktor termasuk seberapa jauh hotel dari situs-situs suci, termasuk makanan, jenis paket dan layanan yang ditawarkan di dalamnya.

"Saya merasa sangat sedih karena tidak dapat melakukan haji tahun ini. Awalnya saya sangat senang dan sangat menantikannya. Saya sudah mulai membuat persiapan," ujarnya.

Meski begitu, dia mengaku masih optimis untuk berangkat haji, meski pandemi masih terus menunjukkan peningkatan di sejumlah negara, termasuk Inggris.

“Kami mendengar desas-desus bahwa sejumlah orang dari masing-masing negara akan dapat melakukan haji. Kami yakin bahwa kami berada di antara orang-orang itu ketika kami masih muda, bugar, dan sehat, dan kami sudah membayar paket kami secara penuh. Kami siap membayar ekstra jika harganya naik,” tambahnya.

Sementara itu, seorang pria Afghanistan menggunakan tabungan hajinya untuk membantu orang miskin di kampung halamannya. Dia juga memanfaatkan waktu, dimana seharusnya dia berhaji, untuk mengabdikan diri membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan.

"Mungkin haji tidak ditulis dalam takdir saya tahun ini, tapi mungkin juga membantu orang yang membutuhkan seperti ini, bernilai pahala yang mirip dengan pergi haji," ujar pria bernama Tajuddin Sangarwal itu.

Warga Logar berusia 42 tahun itu mengatakan, pandemi telah membuat orang kehilangan pekerjaan mereka dan harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan keseharian mereka.

“Berdasarkan informasi dari para pengkhotbah di masjid-masjid dan radio, orang-orang di berbagai bagian Afghanistan telah sangat terdampak oleh coronavirus dan (karena itu), kami telah memutuskan untuk membantu mereka dengan cara apa pun yang kami bisa,” ujarnya.

Himat Shah, seorang tetua suku dari provinsi Samangan di Afghanistan utara, menjelaskan, Tuhan tidak menjadikan haji sebagai tolak ukur keimanan atau kesempurnaan ibadah, sebaliknya Allah SWT sangat menyenangi makhluknya yang senang berbagi dan membantu mengurangi kemiskinan dan kelaparan.

"Tuhan tidak terlalu membutuhkan haji kami, tetapi Dia senang jika kita memberikan amal kepada orang-orang, membantu mereka mengurangi kemiskinan dan kelaparan mereka," ujarnya.

Sumber:

https://www.arabnews.com/node/1711031/saudi-arabia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement