Kamis 30 Jul 2020 13:21 WIB

Perbuatan Ini Bisa Batalkan Pahala Ibadah Qurban, Apa Saja?

Memberikan kulit hewan qurban tersebut kepada orang miskin.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Perbuatan Ini Bisa Batalkan Pahala Ibadah Qurban, Apa Saja? (ilustrasi).
Foto: Andreas Fitri Atmoko/Antara Foto
Perbuatan Ini Bisa Batalkan Pahala Ibadah Qurban, Apa Saja? (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ibadah qurban merupakan salah satu ibadah yang begitu besar pahalanya. Ibadah yang diwajibkan bagi Muslim yang mampu atau memiliki kelebihan harta ini mendatangkan kebaikan luar biasa bagi yang melakukannya, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Namun, masih saja ada kaum Muslimin yang melakukan perbuatan-perbuatan yang justru dapat membatalkan pahala berqurban tersebut.

Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Ma'arif Natar Lampung, Habib Ahmad Ghozali Assegaf, memaparkan dua perbuatan yang dapat membatalkan pahala qurban. Dua perbuatan itu di antaranya, menjual daging qurban atau bagian lain dari hewan qurban tersebut dan memberi upah orang yang mengurus hewan qurban dengan daging qurban atau bagian lain dari hewan qurban.

Habib Ahmad menjelaskan, menjual daging qurban atau bagian-bagian lain dari tubuh hewan qurban dapat membatalkan pahala berqurban. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan al-Baihaqi, "Barangsiapa yang menjual kulit dari hewan qurbannya, maka tidak dapat pahala dari qurbannya tersebut."

Menurut para ulama, hal itu dikarenakan ketika seseorang sudah mengurbankan seekor hewan, maka kepemilikan hewan tersebut telah berpindah kepada Allah SWT. Dalam hal ini, hewan itu telah diqurbankan kepada Allah.

Oleh karena itu, ketika hewan ini sudah menjadi milik Allah, maka tidak bisa lagi dijual kepada orang lain. Sebab, salah satu syarat jual beli ialah bahwa barang tersebut masih milik dari si penjual.

Namun demikian, para ulama mengecualikan satu keadaan, yaitu apabila penerima hewan itu adalah orang miskin. Habib Ahmad mengatakan, penerima hewan qurban yang merupakan orang miskin diperbolehkan untuk menjual bagian daging atau apapun dari hewan qurban yang diberikan kepadanya.

Menurut para ulama, hal itu karena hak orang miskin dalam hewan tersebut adalah hak milik. Dia mendapatkan bagian dari daging itu sebagai hak kepemilikan atas hewan qurban. Sehingga, ketika dia memiliki daging qurban tersebut, maka dia boleh menjual bagian yang diterima itu kepada orang lain.

Sementara jika penerimanya adalah orang kaya atau berkecukupan, dia tidak boleh menjual daging qurban yang dia terima. Pasalnya, orang kaya ketika menerima daging qurban tersebut, dia menerimanya sebagai hadiah dan bukan sebagai hak kepemilikan.

"Sebagai solusi, hendaknya panitia yang mengurus penyembelihan hewan qurban itu untuk menyerahkan atau memberikan kulit-kulit hewan qurban tersebut kepada orang miskin. Misalnya, kepada panti asuhan, atau orang di sekitar lingkungan mereka yang miskin," kata Habib Ahmad, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Kamis (30/7).

Selanjutnya, perbuatan yang terkadang masih terjadi pada masyarakat dan bisa membatalkan pahala qurban, ialah mengupah orang yang dia minta mengurus penyembelihan hewan qurban dengan salah satu bagian hewan qurban yang diserahkan kepada orang tersebut. Pengurus yang dimaksud baik itu yang menyembelih langsung atau yang membagi-bagikan daging qurbannya. Misalnya, orang yang menyembelih qurban akan mendapatkan bagian kepalanya, kulitnya, dan sebagainya.

Hal ini dilarang oleh Rasulullah SAW. Pada suatu ketika, Sayyidina Ali RA, pernah diminta Rasulullah SAW untuk mengurus qurban-qurbannya.

Dalam suatu hadits yang shahih, Ali berkata, "Rasulullah SAW menyuruhku untuk mengurus hewan-hewan qurbannya. Dan aku diminta untuk menyedekahkan dagingnya, kulitnya, dan bagian dalam hewan itu. Dan aku diperintahkan agar tidak memberikan yang menyembelih qurban sedikitpun dari bagian dari hewan qurban itu. Kami akan memberikan kepada para penyembelih itu sesuatu (harta) dari kami sendiri, bukan dari hewan qurban itu."

"Oleh karena itu, siapapun yang bekerja atau membantu pelaksanaan penyembelihan hewan qurban dan membaginya kepada fakir miskin, maka dia tidak boleh menerima upah dari bagian hewan qurban tersebut. Dia boleh menerima dari barang yang lain, maksudnya dari uang pemilik hewan qurban itu," jelasnya.

Dalam hal ini, Habib Ahmad mengatakan bahwa pemilik hewan qurban bisa memberikan uang yang nanti dikumpulkan untuk membayar orang-orang yang menyembelih hewan qurban tersebut. Jika tidak ada, maka upah tersebut mungkin bisa diambil dari kas masjid.

Sebab, kas masjid salah satu peruntukannya adalah untuk kepentingan umum atau masyarakat di sekitar masjid. Tentunya, panitia atau yang melakukan penyembelihan hewan qurban adalah bagian dari kepentingan masyarakat yang perlu diperhatikan.

Mengapa Rasulullah SAW melarang Ali mengupah orang yang mengurus hewan qurban?

Habib Ahmad menjelaskan, bahwa mengupah merupakan bagian dari akad sewa menyewa, yang merupakan salah satu dari jenis jual beli. Ketika seseorang memberikan upah kepada orang yang bekerja untuknya, sama saja dia membeli jasa orang tersebut.

Dalam masalah hewan qurban ini, seseorang yang memberikan upah kepada orang yang melakukan penyembelihan hewannya, maka sama saja dia menjual hewannya itu kepada orang lain. Oleh karena itu, hukumnya akan sama dengan orang yang menjual daging hewan qurbannya sendiri.

"Hal demikian bisa membatalkan pahala dari ibadah qurbannya," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement