Senin 03 Aug 2020 21:59 WIB

Pengalaman Berhaji Saleh Daulay Sebagai Tamu Raja (Bagian 1)

Tamu undangan raja tidak hanya orang atau tokoh -tokoh penting di negaranya.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pengalaman Berhaji Saleh Daulay Menjadi Tamu Raja (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/SAUDI MINISTRY OF MEDIA HANDOUT
Pengalaman Berhaji Saleh Daulay Menjadi Tamu Raja (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Saleh Partaonan Daulay meyakini bahwa pelaksanaan ibadah haji adalah benar-benar panggilan Allah SWT. Mereka yang melaksanakan ibadah haji benar-benar tamu yang dipanggil untuk melaksanakan ibadah pada setiap tahun.

"Itu terbukti pada saat saya melaksanakan ibadah haji pertema, dahulu saya membayangkan tidak mungkin bisa berangkat haji, saya tidak mendaftar haji, tidak ada catatan kemenag saya pergi melaksanakan ibadah haji,"ujar dia kepada Republika.co.id, Senin (3/8).

Saleh pergi berhaji tahun 2011, saat itu ada program dari Kedubes Saudi untuk memberangkatkan haji. Saleh ketika itu dipilih mewakili salah seorang tokoh pemuda Islam dari Muhammadiyah. Di saat yang sama dahulu dia sedang menjabat ketua umum Pemuda PP Muhammadiyah.

Saleh dan beberapa tokoh pemuda lainnya kemudian terpilih menjadi haji tamu undangan Kerajaan Saudi. Seluruh perjalanan ke Saudi hingga tiba kembali di Indonesia dibiayai dan diurus semua oleh pemerintah Saudi.

Politisi yang kini duduk sebagai anggota Komisi IX DPR RI tidak menyangka akan menjadi salah satu tamu raja. Meski dia diberi tahu jauh-jauh hari mendapat undangan, tapi semuanya belum ada kepastian hingga tiket pesawat di tangan.

"Pada awalnya tidak percaya saya bisa berangkat hingga detik keberangkatan itu, saya dan rombongan itu tidak ada yang memastikan akan berangkat, masih tunggu menunggu, kita hanya diminta paspor kemudian dikumpulkan di Kedubes Saudi, dan setelah itu menunggu, dan berlaku untuk semua haji undangan, kami bertemu mereka hanya sesaat sebelum berangkat,"ujar dia.

Sebelum semuanya pasti, Saleh dan rekan satu rombongan hanya menunggu dengan sabar. Berbeda dengan haji umum Saleh sebagai tamu undangan raja tidak memiliki persiapan yang khusus, karena tidak ada manasik. Bahkan perlengkapan pun seadanya saja dan belajar tentang ibadah haji dilakukan dengan membaca buku sembari mengingat pelajaran saat sekolah dahulu.

Saleh pun menunggu hingga batas waktu yang telah ditentukan. Saat itu satu hari sebelum bandara ditutup untuk lalu lintas udara. Dan di waktu itu juga Saleh tiba bersama rombongan di Saudi.

Pemberitahuan pun sampai padanya dengan tiba-tiba satu hari sebelum keberangkatan. Bahkan keluarga juga sebelumnya tidak diberitahu karena khawatir tidak jadi berangkat.

Saleh hanya membawa barang seperlunya dan menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat. Karena berhaji sebagai tamu raja tidaklah lama hanya sekitar 12 hari. Ketika datang bersamaan dengan penutupan bandara dan nantinya pulang pada saat bandara pertama kali dibuka.

Saleh merasa bersykur dapat melaksanakan haji melalui undangan raja, karena tentu fasilitas yang disediakan berbeda dengan jamaah haji biasa. Setibanya di Saudi, Saleh baru mengetahui bahwa undangan raja itu tak hanya dirinya dan rombongan dari Indonesia tetapi juga dari berbagai negara di belahan dunia.

Semakin besar negara maka semakin banyak tamu yang diundang, salah satunya Indonesia. Saleh pun mendapat fasilitas menginap di hotel Hilton, yang terbaik saat itu. Karena jumlah tamu undangan yang sangat banyak, satu hotel pun penuh dihuni oleh mereka, bahkan banyak tamu yang menginap di hotel lain dengan fasilitas yang tidak jauh berbeda.

Fasilitas lain yang tidak kalah nyaman adalah transportasi yang disediakan setiap saat menuju Masjdil Haram dan ke hotel. Bus selalu tersedia di setiap pintu-pintu masuk Masjidil Haram dan khusus digunakan untuk tamu undangan raja.

Ada satu hal menarik menurut dia, bahwa tamu undangan raja tidak hanya orang atau tokoh -tokoh penting di negaranya. Beberapa di antaranya adalah mereka yang dengan latar belakang warga biasa, salah satunya jamaah asal Indonesia yang ditemui olehnya.

Dia adalah mantan office boy yang bekerja di Kedubes Meksiko untuk Indonesia. Jamaah ini merupakan seorang pria yang telah lanjut usia. Dia diberikan hadiah oleh Dubes Meksiko ketika itu karena ketika bekerja kakek itu memiliki kinerja bagus dan setiap pekerjaannya tersebut disenangi oleh atasannya. Ketika pensiun akhirnya dia ditawari untuk berhaji meski tak memiliki uang untuk berangkat haji.

Setibanya di Saudi seluruh rombongan dikumpulkan di satu ruangan. Mereka kemudian didampingi oleh penerjemah bahasa Indonesia, seorang mahasiswa yang menjadi tenaga musiman bersama seorang ulama yang akan membimbing mereka selama prosesi ibadah haji.

Ulama tersebut menjelaskan kepada rombongan jamaah mengenai program haji sebagai tamu undangan, kemudian tata cara pelaksanan haji, panduan bacaan doa, dan diakhiri dengan sesi tanya jawab.

Setibanya di hotel, rombongan jamaah haji ini istirahat untuk kemudian melanjutkan tawaf qudum. Seluruh ibadah dipandu oleh beberapa orang petugas dan jamaah dibentuk berkelompok.

Sebagai jamaah haji undangan tentu berbeda dengan jamaah haji biasa. Jamaah haji undangan selalu mendapatkan pengawalan tersendiri sejak di hotel dan selama beribadah.  

"Di tangan masing-masing jamah haji diikatkan gelang identitas namun berbeda dengan jamaah umum, di gelang jamaah undangan tertulis do you for Malik (Tamu Allah), ini berguna jika ada yang sewaktu-waktu tersesat dengan menunjukkan gelang itu dan alamat hotel yang dihuni, polisi Arab yang menjaga biasanya akan bantu, tetapi ada beberapa tidak komunikatif karena biasanya mereka polisi yang diperbantukan dari wilayah lain dan tidak memahami Makkah apalagi mereka tidak bisa berbahasa asing," jelas dia.

Jika pun berbahasa Arab, bahasa yang dipelajari jamaah di Indonesia berbeda dengan bahasa Arab mereka. Pengawalan dan penjadwalan secara disiplin dilakukan mulai dari tawaf, Sa'i, melontar jumarh, wukuf, mabit di Muzdalifah dan Mina serta melakukan ibadah sunnah lainnya.

Begitu juga ketika di Madinah saat beribadah di Raudhah, namun menjadi jamaah tamu undangan tidak bisa melaksanakan sholat arbain seperti jamaah pada umumnya karena waktu yang singkat. Meski lebih singkat, Saleh dan rombongan diberikan kesempatan untuk menikmati waktu bebas di luar ibadah. Dia memanfaatkan waktu luang untuk ibadah sunnah secara mandiri biasanya dia mengajak rekan terdekatnya di PP Muhammadiyah untuk bersama.

Setiap pukul 03.00 dia sudah tiba di Masjidil Haram untuk tahajud, mengaji, dan muhasabah diri. Siangnya dia akan menyempatkan waktu berjalan di pasar dan menikmati pertunjukkan kebudayaan di sana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement