Rabu 05 Aug 2020 16:36 WIB

Riset Sebut Covid-19 Pengaruhi Embrio Saat Kehamilan

Embrio rentan terhadap infeksi virus corona jenis baru.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Ibu Hamil.
Foto: Pixabay
Ilustrasi Ibu Hamil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gen yang diduga berperan dalam bagaimana virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) menginfeksi sel-sel tubuh manusia telah ditemukan aktif dalam embrio, pada awal minggu kedua kehamilan. Studi yang dilakukan tim ilmuwan di University of Cambridge and the California Institute of Technology (Caltech) mengatakan dapat diartikan embrio rentan terhadap infeksi virus corona jenis baru (COVID-19) jika ibu yang mengandung terkena penyakit.

Para peneliti juga mengatakan bahwa COVID-19 berpotensi memengaruhi peluang kehamilan yang sukses. Meski awalnya dikenal sebagai penyebab penyakit pernapasan, SARS-CoV-2 ternyata juga memengaruhi banyak organ lainnya.

Baca Juga

Usia lanjut dan obesitas adalah faktor risiko untuk komplikasi COVID-19. Namun, pertanyaan mengenai dampak potensial pada kesehatan janin dan keberhasilan kehamilan bagi mereka yang terinfeksi SARS-CoV-2 sebagian besar tetap tidak terjawab.

Untuk memeriksa risiko, tim ilmuwan menggunakan teknologi yang dikembangkan oleh Profesor Magdalena Zernicka-Goetz di University of Cambridge. Mereka membudidayakan embrio manusia melalui tahap yang biasanya mereka tanam di tubuh ibu untuk melihat aktivitas atau ekspresi gen kunci dalam embrio. Temuan mereka dipublikasikan di jurnal Royal Society Open Biology pada Rabu (5/7).

Pada permukaan virus SARS-CoV-2 terdapat protein dengan lonjakan besar. Protein lonjakan berikatan dengan ACE2, reseptor protein yang ditemukan pada permukaan sel dalam tubuh kita.

Baik protein spike maupun ACE2 kemudian dibelah, memungkinkan bahan genetik dari virus memasuki sel inang. Virus memanipulasi mesin sel inang untuk memungkinkan virus bereplikasi dan menyebar.

Para peneliti menemukan pola ekspresi gen ACE2, yang menyediakan kode genetik untuk reseptor SARS-CoV-2, dan TMPRSS2, yang menyediakan kode untuk molekul yang membelah baik protein lonjakan virus dan reseptor ACE2, memungkinkan infeksi untuk terjadi. Gen-gen ini diekspresikan selama tahap-tahap kunci perkembangan embrio. Di sebagian embrio yang berkembang menjadi jaringan yang berinteraksi dengan suplai darah ibu untuk pertukaran nutrisi.

Ekspresi gen mensyaratkan bahwa kode DNA pertama kali disalin ke dalam pesan RNA, yang kemudian mengarahkan sintesis protein yang disandikan. Studi ini melaporkan temuan para utusan RNA.

“Pekerjaan kami menunjukkan bahwa embrio manusia bisa rentan terhadap COVID-19 pada minggu kedua kehamilan jika ibunya jatuh sakit. Untuk mengetahui apakah ini benar-benar bisa terjadi, sekarang menjadi sangat penting untuk mengetahui apakah protein ACE2 dan TMPRSS2 dibuat dan diposisikan dengan benar di permukaan sel.” ujar Zernicka-Goetz, dilansir Eurekalert, Rabu (5/8).

Zernicka-Goetz mengatakan jika langkah selanjutnya juga terjadi, ada kemungkinan virus dapat ditularkan dari ibu dan menginfeksi sel-sel embrio. Sementara itu, David Glover dari Cambridge dan Caltech, mengatakan bahwa gen yang mengkode protein yang membuat sel-sel rentan terhadap infeksi oleh virus corona jenis baru  sangat awal dalam perkembangan embrio.

“Ini merupakan tahap penting ketika embrio melekat pada rahim ibu dan melakukan renovasi besar-besaran pada semua jaringannya dan untuk pertama kalinya mulai tumbuh. COVID-19 dapat memengaruhi kemampuan embrio untuk menanamkan dengan benar ke dalam rahim atau dapat memiliki implikasi bagi kesehatan janin di masa depan,” jelas Glover.

Tim ilmuwan mengatakan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan menggunakan model sel induk dan primata non-manusia untuk lebih memahami risiko. Namun, mereka mengatakan temuan mereka menekankan pentingnya wanita merencanakan keluarga untuk mencoba mengurangi risiko infeksi.

"Kami tidak ingin wanita terlalu khawatir dengan temuan ini, tetapi mereka memperkuat pentingnya melakukan segala yang mereka bisa untuk meminimalkan risiko infeksi," kata Bailey Weatherbee, seorang mahasiswa PhD di University of Cambridge.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement