Kamis 06 Aug 2020 15:50 WIB

Teks Khutbah Jumat : Menggapai Rahmat Allah

Seorang muslim tidak boleh mengangankan kematian karena suatu malapetaka yang menimpa

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Teks Khutbah Jumat : Menggapai Rahmat Allah. Berdoa/ilustrasi
Teks Khutbah Jumat : Menggapai Rahmat Allah. Berdoa/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Ustaz Jeje Zaenudin/Wakil Ketua Umum Persis 

Rahimakumullah

Suatu ketika Rasulullah menyampaikan pengajaran di hadapan para sahabatnya. Di antara isi pengajaran beliau yang tercatat oleh para Ahli Hadits adalah sabdanya yang mengagetkan para sahabat. Beliau menyatakan, 

"لَنْ يُدْخِلَ أَحَداً عَمَلُهُ الْجَنَّةَ...."

“seseorang tidak akan akan masuk surga karena amalnya…”. Tentu saja para sahabat sepontan bertanya,  

 قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟

“Apakah engkau juga tidak akan masuk surga karena amalmu, wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab, 

 قَالَ لاَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَلاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ إِمَّا مُحْسِناً فَلَعَلَّهُ أَنْ يَزْدَادَ خَيْراً وَإِمَّا مُسِيئاً فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعْتِبَ" .

“Ya, Aku pun tidak (akan masuk surga dengan amalku). Hanya saja Allah meliputiku dengan karunia dan rahmat. Hendaklah kalian mengambil cara pertengahan (jangan berlebih-lebihan dan jangan menyepelekan) dan berusalah untuk mendekati (kebenaran), dan janganlah seorang di antara kalian mengangankan kematian. Apabila ia seorang pelaku kebaikan, barangkali ia akan menambah kebaikannya, dan apabila ia pelaku kejahatan barangkali ia akan merasa lelah (bertaubat dari kejahatannya)”. (Hadits sahih Bukhari-Muslim)

Dari hadits di atas kita dapat mengambil setidaknya tiga kandungan penting sebagai pengajaran Rasulullah.

Pertama, bahwa amal kebajikan seseorang selama hidupnya belum secara otomatis menjadi jaminan ia sebagai penghuni surga. Kenapa demikian? Bukankah Allah Ta’ala menyatakan pada beberapa ayat Qur’an bahwa surga itu diwariskan kepada manusia disebabkan amal salehnya. 

Seperti yang Allah firmankan pada surat Az Zukhruf ayat 72,

وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ 

[الزخرف: 72]

“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kalian disebabkan apa-apa yang kalian kerjakan”.

Pada ayat yang lain Allah berfirman, 

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ 

ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ [النحل: 32]

Orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan baik (dalam keadaan beriman dan beramal saleh), para Malaikat akan mengatakan kepadanya, “keselamatan atas kalian! Masuklah kalian ke surga karena amal-amal kalian?”. (Al A’Raf: 32)

Secara lahiriyah antara hadits dan sabda Nabi di atas seakan-akan ada pertentangan. Di satu sisi hadits menyatakan bahwa manusia hanya masuk surga karena karunia dan rahmat Allah, bukan karena amalnya. Tetapi di sisi lain, Al-Qur’an menegaskan bahwa surga diwariskan kepada orang beriman karena amal-amal mereka. Karena adanya pertentangan pada pengertian kedua dalil di atas dalam tinjauan secara sepintas, tidak heran jika kemudian menimbulkan dua aliran pemahaman (madzhab) yang bertolak belakang. 

Madzhab pertama berkeyakinan bahwa nasib manusia di dunia dan di akhirat kelak sudah ditundukan kepada taqdir sejak sebelum diciptakannya. Karena itu amal perbuatan manusia tidak akan mampu mempengaruhi apalagi merubah taqdirnya sebagai calon penghuni surga atau calon penghuni neraka. 

Kekuasaan dan kehendak Allah adalah mutlak dan absolut. Dia Mahakuasa untuk memasukan orang-orang jahat jadi penghuni surga tanpa ada yang menggugatnya dan tidak akan keluar dari keadilan-Nya. Dia juga Mahakuasa untuk memasukan orang-orang jahat ke dalam surga-Nya jika Dia menghendaki, tanpa ada yang mempertanyakan kekuasaan dan keadilan-Nya. 

Faham seperti ini dalam aliran-aliran teologi Islam disebut dengan sekte “Jabariyah”  atau fatalisme. Madzhab aqidah seperti ini tentu saja sangat merugikan kepada dinamika kehidupan kaum muslimin. Sebab dengan faham demikian kaum muslimin akan bersikap apatis (masa bodoh) terhadap segala persoalan hidup. Mungkin ia menjadi manusia yang mudah menyerah, bahkan prustasi dalam menghadapi kesusahan yang menimpanya. 

Demikian pula ia akan menjadi manusia yang mati semangat kreativitas dan inovasi dalam hidupnya, karena berkeyakinan semua usaha akan sia-sia menghadapi taqdir kehidupan. Mereka lupa bahwa Allah SWT. memerintahkan manusia bekerja keras dan berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan untuk meraih surganya dan menjauhi nerekanya. Bahkan Allah menegaskan bahwa,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ [الرعد: 11]

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga kaum itu merubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri” (Al Ra’du: 11).

Di sisi lain, ada aliran pemahaman (madzhab) yang bertolak belakang dengan “Jabariyah”, yaitu mereka yang berfaham bahwa Allah sama sekali tidak menetapkan taqdir apapun tentang nasib manusia di dunia maupun di akhirat secara paksaan. Sebaliknya justru Allah menetapkan taqdir mengikuti usaha dan perbuatan manusia. Manusia dengan akalnya diberi kebebasan berfikir, memahami, memilah dan memilih jalan hidupnya. 

Allah Ta’ala menetapkan jenis amal yang baik untuk dikerjakan manusia agar meraih kebahagiaan di dunia dan surga akhirat, serta menetapkan jenis amal yang buruk yang jika dikerjakan manusia akan menyebabkan manusia terjerumus kepada kesengsaraan dunia dan azab akhirat. Menurut faham ini, manusia adalah makhluk yang diberi kemerdekaan untuk menentukan nasib dirinya sendiri melalui amal perbuatannya, apakah ia ingin menjadi penghuni surga atau ingin jadi penghuni neraka. Aliran aqidah seperti ini yang dikenal sebagai madzhab “Qadariyah” atau faham free will and  free act. 

Rahimakumullah

Kedua faham yang telah disebutkan di atas tidaklah mewakili kebenaran yang dimaksudkan oleh ayat Qur’an maupun hadits Nabi. Justru menolak salah satu kandungan dari dalil-dalil tersebut dengan berlebihan kepada salah satu sisi pemahaman. Dalam istilah Islam sikap seperti itu dikatakan sebagai sikap beragama yang ghuluw (berlebih-lebihan) atau ekstrim. Padahal prinsip Islam itu sendiri mengajarkan sikap wasathan atau tawassuth, yaitu sikap pertengahan dan moderat dalam segala urusan. 

Sebagaimana difirmankan Allah dalam surat Al Baqarah ayat 143,

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا [البقرة: 143]

“Dan demikianlah kami jadikan kalian sebagai ummat yang pertengahan agar kalian jadi saksi atas manusia dan Rasul jadi saksi atas kalian”.

Bahkan pada hadits di atas juga Rasulullah menasihati para sahabatnya agar bersikap sedang, pertengahan dan moderat sekalipun dalam beribadah kepada Allah SWT. Al-Qur’an dan hadits Nabi yang sahih tidaklah mungkin saling bertentangan, melainkan pasti saling membenarkan dan saling melengkapi. 

Al-Qur’an menyatakan bahwa surga diwariskan karena amal-amal baik manusia. Sedang hadits menegaskan bahwa tidaklah seseorang masuk surga karena amal semata, melainkan disebabkan karunia dan rahmat Allah. 

Apa yang disabdakan Rasulullah bahwa manusia masuk surga karena karunia dan rahmat Allah sungguh amat tepat, karena karunia dan rahmat Allah itu sendiri hanya diraih dengan amal saleh. Tetapi tidak setiap amal saleh mampu meraih rahmat dan karunia Allah. Hanya amal saleh yang didasari iman yang benar, tulus ikhlas dalam meniyatkannya, serta menteladani Rasulullah dalam mengamalkannya yang dijamin mendatangkan rahmat Allah Ta’ala. 

Selain itu, amal saleh manusia jika dihitung dengan jumlah balasan pahala, betapapun besarnya jumlah kebaikan yang dikerjakan itu, tidaklah akan pernah mampu membalas dan menebus nikmat Allah yang telah diberikan kepada manusia. Jika untuk membalas dan menebus satu ni’mat saja seluruh amal manusia tidak akan pernah mencukupinya, maka bagaimana mungkin amal itu digunakan untuk menebus surganya Allah yang kekal abadi? Semua itu hanya mungkin terjadi karena karunia dan rahmat Allah yang tidak terbatas luasnya.

Hadirin Sidang Jumat rahimakumullah

Di antara pelajaran yang sangat berharga dari hadits nabi di atas adalah bagaimana kita melatih diri agar dalam mengerjakan setiap amal kebaikan mengorientasikan amal kita untuk meraih karunia dan rahmat Allah semata. Karena jika karunia dan rahmat Allah telah diperoleh, maka surga-Nyapun akan diberikannya kepada kita. 

Syarat meraih karunia dan rahmat Allah ini sebagaimana telah dikemukakan tiada lain adalah keimanan yang sebenar-benarnya dengan berdasar ilmu yang benar pula, tulus dan ikhlas dalam niat setiap amal, serta memperhatikan amal kita agar senantiasa sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. 

Selain daripada itu, segala ikhtiar juga wajib ditempuh dengan melakukan ibadah-ibadah utama yang dijanjikan Allah akan diberikan rahmat bagi para pelakunya. Di antara amal-amal yang para pelakunya dijanjikan Allah akan diberi rahmat adalah seperti yang difirmankan dalam Al-Qur’an suarat At Taubah ayat 71:

 وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ [التوبة: 71]

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Berdasar ayat ini, orang-orang yang dijamin mendapat rahmat Allah adalah mereka yang mempunyai kriteria-kriteria yang disebutkan, yaitu, pertama, mereka orang-orang mukmin yang menjadikan mukmin lain sebagai wali-wali mereka, yaitu tempat mereka saling tolong-menolong, saling mencintai, saling membela, saling memimpin, dan saling setia. 

Kedua, mereka yang menegakan amar makruf dan nahyi munkar dalam kehidupannya. Ketiga, mereka yang menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Keempat, mereka yang senantiasa taat kepada Allah dan Rasul-Nya. 

Marilah kita berusaha untuk menjadi orang-orang yang mempunyai sifat-sifat di atas sehingga kita termasuk orang yang berhak meraih rahmat Allah Ta’ala.

بارك الله لي ولكم بالقرأن العظيم ...... 

Khutbah Kedua.

Hadirin Sidang Jumat rahimakumullah

Pelajaran yang kedua dari hadits Nabi di atas yaitu bahwa prinsip ajaran Islam adalah kesederhanaan dan pertengahan. Dalam pengertian sikap moderat dalam segala hal serta menjauhi sikap berlebih-lebihan, ghuluw dan ekstrim. Sebab hal itu selain bertentangan dengan prinsip ajaran Islam, juga akan menimbulkan kemudharatan bagi pelaku dan bagi agama Islam secara luas. 

Sebagaimana Nabi bersabda dalam hadits sahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim,

 إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا 

Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah. Tidaklah seseorang memberat-beratkan agama melainkan ia akan terbebani oleh kesusahannya sendiri. Maka hendaklah kalian bersedang-sedang dan berdekat-dekat (bersungguh-sungguh pada kebenaran), dan berilah kabar gembira…”.

Yang terakhir, pelajaran dari hadits Nabi di atas yaitu bahwa seorang Muslim tidak boleh mengangankan kematian karena suatu malapetaka yang menimpanya. Sekiranya ia seorang yang baik dan saleh, mudah-mudahan kesalehannya bisa bertambah dengan bertambahnya umur. Sebaliknya jika ia seorang yang pendosa, maka dengan panjangnya umur diharapkan ia berhenti dari dosanya dan mempunyai kesempatan untuk bertaubat. 

Demikianlah khutbah jumat yang khatib sampaikan, semoga menjadi tadzkirah bagi khatib sendiri dan bagi jamaah sekalian. Hadanallahu wa iyyakum ajma’in. 

رَبَّنَا اغْفِرْ لَناَ وَلإِ خْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِ يمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. 

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَمِيْعُ الْعَلِيمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ .رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement