Selasa 11 Aug 2020 21:20 WIB

Halal Watch Ragukan Kehalalan Produk Hasil Sertifikasi BPJPH

Sertifikat halal adalah fatwa tertulis dari MUI atas produk melalui sidang fatwa MUI.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Fakhruddin
Halal Watch Ragukan Kehalalan Produk Hasil Sertifikasi BPJPH (ilustrasi).
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Halal Watch Ragukan Kehalalan Produk Hasil Sertifikasi BPJPH (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah kembali mengkritisi penetapan PT. Sucofindo sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tanpa kerjasama Majelis Ulama Indonesia (MUI). Atas dasar itu, Halal Watch meragukan produk yang disertifikat halal BPJPH.

Ikhsan menjelaskan MUI tidak pernah bekerjasama dengan BPJPH dalam penetapan PT. Sucofindo sebagaimana Surat MUI Nomor : U-1477/DP-MUI/VIII/2020. Pada pokoknya menyatakan MUI belum pernah diajak kerjasama BPJPH dalam penetapan PT. Sucofindo sebagai LPH. Implikasi dari pelanggaran UU JPH oleh BPJPH maka penetapan PT. Sucofindo sebagai LPH menjadi batal, tidak sah serta tidak memiliki kekuatan hukum.

"Konsekuensi hukumnya tidak berwenang melakukan pemeriksaan atas produk pelaku usaha yang dimintakan kehalalannya. Tidak ada kepastian hukum bagi dunia usaha yang akan melakukan pemeriksaan produknya untuk memperoleh sertifikat halal (mubazir)," kata Ikhsan dalam keterangan pers yang diterima Republika pada Sabtu (8/8).

Ikhsan menuding tata kelola BPJPH bertentangan dengan prinsip-prinsip Maqashid Syariah Sertifikasi Halal yaitu prinsip perlindungan, keadilan, akuntabilitas dan transparansi. Apabila tata kelola sertifikasi halal melanggar Maqashid Syariah dan prinsip Good Corporate Governance, ia mempertanyakan produk sertifikat halal BPJPH dapat dipercaya oleh publik kehalalannya.

"Jangan sampai menimbulkan public distrust atau ketidakpercayaaan publik kepada satu produk yang sertifikasinya diterbitkan BPJPH, karena ini akan mengganggu kepercayaan masyarakat atas produk tersebut dan selanjutnya akan menurunkan omset dari produk yang mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH," ujar Ikhsan.

Ikhsan memandang masyarakat akan lebih mempercayai fatwa tertulis dari MUI dalam bentuk syahada halal, halal decree atau halal certification yang maknanya juga sama dengan sertifikat halal. Sehingga menurutnya sertifikat halal adalah fatwa tertulis dari MUI atas produk yang telah ditetapkan kehalalannya melalui sidang fatwa MUI. Sedangkan BPJPH fungsinya hanya melakukan registrasi sertifikat halal.

"Jadi fatwa tertulis MUI atas produk halal yang diterbitkan dan diregisterasi oleh BPJPH adalah amanat Undang-Undang Jaminan Produk Halal sebagaimana pasal 1 angka 10, karena apabila BPJPH menerbitkan sertifikat halal, maka di samping dapat menimbulkan kebingungan  kepada masyarakat yang mayoritas adalah muslim karena kurangnya sosialisasi dan pemahaman, maka dapat mengganggu mekanisme pasar atas produk dalam dan luar negeri," ucap Ikhsan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement