Senin 17 Aug 2020 14:26 WIB

Wine dan Rum, Haramkah Ditambahkan ke Makanan?

Setiap buah-buahan sudah memiliki kandungan etanol di dalamnya.

Rep: c64/ Red: Muhammad Fakhruddin
Wine dan Rum, Haramkah Ditambahkan ke Makanan? (ilustrasi).
Foto: Republika/Andrian Saputra
Wine dan Rum, Haramkah Ditambahkan ke Makanan? (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dewasa ini makin marak makanan yang dicampur wine maupun rum sebagai penguat rasa. Contohnya salah satu kue khas Manado, klapertart, yang dicampur rum di dalam adonannya. Campuran rum juga didapati pada beberapa olahan kue susu dan fla.

Namun, bagaimana padangan hukum Islam dalam menyikapi fenomena tersebut? Apakah wine dan rum termasuk yang diharamkan oleh hukum Islam? Lalu, apakah makanan yang dicampur maupun tercampur kedua minuman itu masih terjaga kehalalannya?

Dosen Institut Pertanian Bogor dan anggota Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak Kementerian Kesehatan Anna Roswiem mengatakan, semua minuman yang mengandung alkohol (etanol) dan mengakibatkan mabuk hukumnya haram dalam agama Islam.

“Perlu diingat pula bahwa setiap buah-buahan sudah memiliki kandungan etanol di dalamnya, namun tidak mengakibatkan mabuk sehingga Allah menghalalkannya untuk dikonsumsi,” ujarnya, Kamis (13/11).

Rasulullah menggemari mengonsumsi buah-buahan secara langsung maupun diolah. Tapi, Rasululllah tidak akan mengonsumsi olahan itu jika sudah lebih dari tiga hari karena kandungan etanol di dalamnya telah meningkat dan terdapat senyawa-senyawa lainnya yang memabukkan. Dan, minuman yang memabukkan baik dimasak atau tidak hukumnya haram.

“Maka, sama halnya dengan wine maupun rum yang diproses melalui proses fermentasi yang memakan waktu lebih dari tiga hari, di mana kadar etanol sudah sangat meningkat yang akan mengganggu sistem syaraf pusat,” ujarnya.

Lalu, bagaimana dengan kehalalan pada makanan yang dicampurkan atau tercampur dengan wine maupun rum. Terkait hal itu, Anna mengatakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait hukum haram alkohol (etanol) yang tercantum pada Fatwa Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol.

Ia menjelaskan, fatwa itu berisi ketentuan hukum minuman beralkohol secara umum adalah haram. Kaidah dasarnya, segala yang memabukkan adalah khamar dan khamar hukumnya haram. Disebutkan pula dalam fatwa MUI tersebut jika khamar adalah najis. Etanol sendiri dibagi menjadi dua. Pertama etanol yang berasal dari hasil samping industri khamar dan etanol dari industri nonkhamar misalnya lewat sintesis kimia maupun industri.

Jika etanol tersebut dicampur dalam makanan, hukumnya pun menjadi dua. Haram jika etanolnya berasal dari industri khamar. Etanol jenis ini juga najis. Hukumnya mubah jika etanolnya berasal dari industri nonkhamar, baik sintesis kimia maupun industri. Etanol jenis ini juga tidak dihukumi najis. Hukum mubah ini dengan syarat mutlak tidak membahayakan secara medis. Jika membahayakan secara medis, hukumnya menjadi haram.

“Jadi, tercatat jelas bahwa setiap makanan, minuman, obat-obat maupun kosmetik yang tercampur unsur haram dari khamar sedikit apa pun hukumnya haram,” kata Anna.

Ketua Lembaga Pengkajian Pangan, Obatobatan, dan Kosmetik (LPPOM) MUI Lukmanul Hakim mengatakan, zat haram adalah najis dan yang bernajis hukumnya haram. Jika ada unsur yang suci dan halal kemudian bercampur najis maka hukumnya menjadi haram, baik disengaja maupun tidak.

“Meskipun begitu, Allah Maha Mengetahui mana yang sengaja dan tidak, maupun yang mengetahui dan tidak,” katanya. Ia melihat memang fenomena terkait makanan yang dicampur dengan wine maupun rum sudah sangat marak. Beberapa dari mereka ada yang mengetahui, kemudian mengabaikannya dan ada pula yang tidak mengetahui.

Oleh karena itu, ia mengharapkan agar setiap produsen memberikan informasi kandungan yang terdapat pada pangan, obat-obatan, maupun kosmetik. Agar masyarakat mengetahui apakah mengandung unsur najis atau tidak.

“Sesuatu hal yang halal kemudian tercampur unsur najis, maka harus dibersihkan atau disucikan sampai hilang warnanya, hilang aromanya, hilang rasanya. Tapi, apabila makanan sudah tercampur unsur najis, maka sulit untuk disucikan,” ujarnya.

 

*Artikel ini pernah dimuat di Harian Republika, Jumat, 21 Nopember 2014

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement