Senin 17 Aug 2020 17:01 WIB

Korsel Desak Warga untuk Tinggal di Rumah

Korea Selatan mengumumkan 279 kasus baru pada Ahad, lompatan terbesar sejak Mei.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Wisatawan bermasker mengunjungi Gyeongbok Palace di Seoul, Korea Selatan, Senin (!7/8). Pemerintah mendesak orang untuk tinggal di rumah dan membatasi perjalanan.
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Wisatawan bermasker mengunjungi Gyeongbok Palace di Seoul, Korea Selatan, Senin (!7/8). Pemerintah mendesak orang untuk tinggal di rumah dan membatasi perjalanan.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan menghitung hari keempat berturut-turut dalam peningkatan tiga digit kasus virus korona pada Senin (17/8). Pemerintah mendesak orang untuk tinggal di rumah dan membatasi perjalanan.

Pemerintah telah mempersiapkan hari libur khusus dengan harapan dapat memacu konsumsi domestik pada Senin. Namun, Menteri Kesehatan, Park Neung-hoo, mendesak warga untuk tinggal di rumah karena infeksi di wilayah ibu kota meningkat. Bagi penduduk di Seoul dan provinsi Gyeonggi yang berdekatan untuk menghindari mengunjungi daerah lain selama dua pekan.

Baca Juga

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan (KCDC) mengumumkan, 197 kasus baru, membuat total menjadi 15.515, termasuk 305 kematian. Sebanyak 279 kasus baru yang dilaporkan pada Ahad (16/8) adalah lompatan satu hari terbesar Korea Selatan sejak awal Mei.

KCDC mengatakan, 167 kasus baru berasal dari wilayah ibu kota yang lebih besar, tempat sekitar setengah dari 51 juta orang Korea Selatan tinggal. Petugas kesehatan telah berjuang untuk melacak infeksi, tetapi gereja telah muncul sebagai sumber utama.

Lebih dari 300 telah dikaitkan dengan sebuah gereja utara Seoul yang dipimpin oleh seorang pendeta konservatif yang telah sering memimpin protes anti-pemerintah terhadap Presiden Moon Jae-in. Salah satu unjuk rasa yang dihadiri oleh ribuan demonstran di pusat kota Seoul terjadi pada akhir pekan, meskipun ada permohonan resmi untuk tetap di rumah.

Pemerintah mengajukan tuntutan terhadap pemimpin kelompok agama itu, Jun Kwang-hun, karena diduga mengganggu upaya menahan penyebaran virus. Dia dilaporkan memberi informasi secara tidak benar dan tidak menyarankan untuk menjalani tes kepada anggota gereja. Petugas kesehatan sejauh ini telah menguji 2.000 anggota gereja dan berencana untuk menguji 2.000 lagi.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement