Senin 17 Aug 2020 22:30 WIB

Halal tak Hanya Untungkan Muslim

Bahan haram bisa diganti dengan bahan halal.

Halal tak Hanya Untungkan Muslim (ilustrasi).
Foto: Elba Damhuri
Halal tak Hanya Untungkan Muslim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Pengetahuan mengenai makanan halal tak hanya menguntungkan umat Islam. Menurut pakar pangan halal dari Universitas Chulalongkorn, Thailand, Winai Dahlan, pengetahuan ini bermanfaat bagi masyarakat dunia.

“Alquran menegaskan, makanan halal baik bagi Muslim sekaligus bagi seluruh manusia,” kata Winai. Cucu pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan, ini berpendapat, para pakar pasti mengetahuinya.

Ia mencontohkan, kandungan apa saja yang terdapat pada daging binatang ternak. Orang mestinya tahu bagaimana binatang itu disembelih dan diberi pakan. Demikian pula hal lain yang berkaitan dengan binatang tersebut.

Binatang yang disembelih dengan cara halal tentu baik bagi manusia yang mengonsumsinya. Winai yang merupakan pendiri Halal Science Center di Universitas Chulalongkorn ini mengatakan, ia bersama timnya selama ini terus memberi perhatian pada pangan halal.

Bukan hanya halal, kata Winai, tetapi juga tayyib. Dalam Alquran konsep ini mengacu pada makanan atau produk yang baik, aman, sehat, dan higienis. “Dan, banyak non-Muslim yang ingin tahu dan bertanya mengenai persoalan halal ini,” ujarnya.

Berdasarkan penelitian Winai di laboratorium, ada sejumlah bahan makanan yang dianggap haram. Dan, bahan itu bisa disubstitusi atau diganti dengan yang halal. Ia mengaku pernah berdiskusi dengan perusahaan milik orang Barat yang beroperasi di Thailand soal ini.

Ia menyebut salah satu bahan yaitu enzim babi di beberapa produk makanan. Menurut dia, bahan haram ini bisa diganti dengan bahan halal. “Sayangnya, mereka tak tahu bagaimana menggantinya dan melakukannya dengan baik.”

Dengan demikian, mestinya cendekiawan Muslim dalam bidang ini harus ditingkatkan. Mereka nantinya bisa mengembangkan pengetahuan mengenai pangan halal. Selanjutnya, mereka menerapkan hasilnya pada industri makanan.

Pakar halal dari Indonesia, Anton Apriyantono, mengatakan, sumber daya yang mengerti halal sebenarnya sudah mencukupi, terutama yang ada di Indonesia. Ia mengatakan, banyak yang mumpuni dalam persoalan halal.

Ini termasuk para auditor di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). “Kini, yang perlu ditempuh adalah sinergi dan koordinasi dengan pihak lain,” katanya.

Ia menyebutkan, untuk menjalin kerja sama dengan negara lain, butuh kebersamaan. Contohnya, penerimaan standar halal antara Thailand dan Indonesia. Dalam hal ini, MUI bisa bekerja sama dengan badan lain di dalam negeri untuk menyamakan pandangan.

Misalnya, dibentuk komite akreditasi nasional. Pada akhirnya kelak ada kesamaan di dalam negeri dalam menjalin kerja sama dengan luar negeri. 

 

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Kamis, 22 Agustus 2013

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement