Selasa 18 Aug 2020 22:55 WIB

Nilai Positif Sertifikat Halal

Belum semua produk yang beredar di Indonesia sudah memiliki standardisasi halal.

Rep: Citra Listya Rini/ Red: Muhammad Fakhruddin
Nilai Positif Sertifikat Halal (ilustrasi).
Foto: Thoudy Badai_Republika
Nilai Positif Sertifikat Halal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Berbicara produk lokal tentu saja karya anak bangsa ini tidak lengkap rasanya jika tidak memiliki standardisasi halal dari LPPOM MUI. Terlebih lagi standardisasi halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI telah diakui dunia internasional.

Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Lukmanul Hakim kepada Republika mengatakan adanya standardisasi halal dari LPPOM MUI terhadap suatu produk mem -berikan nilai positif. Baik kepada produsen maupun mereka yang mengonsumsi produk tersebut.

"Kepada produsen, produk mereka jadi lebih dipercaya konsumen termasuk juga mudah diterima di negara ekspor. Sedangkan untuk konsumen, mereka dapat memastikan produk yang dikonsumsi valid standardisasi halalnya," ujar Lukmanul. Standardisasi halal yang dilakukan LPPOM MUI, lanjutnya, juga dilakukan secara transparan kepada manajemen perusahaan yang memproduksi suatu produk. LPPOM MUI juga melakukan proses standardisasi yang terukur dan cepat sehingga tidak diragukan oleh dunia internasional.

Dengan ketatnya prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi, standard LPPOM MUI kini juga menjadi acuan standar halal di berbagai kawasan lainnya terutama di negara-negara ASEAN. Direktur eksekutif LPPOM MUI pun telah tiga kali berturut-turut menjadi presiden World Halal Council (WHC), sebuah organisasi internasional yang anggotanya terdiri dari berbagai lembaga sertifikat halal di seluruh Indonesia.

Bagi produk yang sudah lolos proses standardisasi halal dari LPPOM MUI, Lukmanul menyampaikan produsen wajib menyantumkan label halal. "Jadi konsumen akan yakin akan produk mereka," tuturnya. Namun, ujar Lukmanul, tidaklah mudah suatu produk diloloskan dari proses standardisasi halal LPPOM MUI. Menurutnya, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen.

Pertama, suatu produk harus melewati proses produksi yang megedepankan unsur kehalalan. Kedua, produk harus menggunakan bahan baku yang halal. Ketiga, produsen dari produk yang bersangkutan harus memiliki sistem jaminan halal yang konsisten selepas diloloskan standardisasi helalnya.

"Tidak ada perbedaan standardisasi halal untuk produk lokal dan impor. Karena LPPOM MUI tidak boleh memiliki standardisasi ganda," lugas Lukmanul. Sayangnya, ia mengungkapkan sejauh ini belum semua produk yang beredar di Indonesia sudah memiliki standardisasi halal. 

Menurutnya, salah satu penyebab kenapa belum banyaknya produk yang berstandardisasi halal karena belum adanya mandatori dari pemerintah. Produsen sifatnya masih sukarela mendaftarkan, belum mandatory (wajib). "Makanya kita terus menggenjot agar lebih banyak produk lokal dan impor yang bersertifikasi halal," ujar Lukmanul.

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Kamis, 29 Desember 2011

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement