Selasa 18 Aug 2020 23:03 WIB

Cermat Memilih Daging

Di pasaran, terkadang ada pula daging berformalin.

Rep: Wachidah Handasah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Cermat Memilih Daging (ilustrasi)
Foto: britannica.com
Cermat Memilih Daging (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Banyak hal harus dicermati untuk mendapatkan bahan pangan yang halal dan tayib. Begitu pula saat kita membeli daging baik di pasar tradisional maupun pasar swalayan, selaku Muslim kita harus jeli mempertanyakan kehalalannya.

Bukan rahasia lagi, ada pelaku usaha daging di Tanah Air yang terkadang berbuat curang. Misalnya, mencampur daging sapi dengan daging dari hewan haram semisal babi atau celeng. Daging yang dicampur ini dikenal dengan daging oplos. Ketika sudah dicampur sedemi kian rupa, konsumen yang kurang jeli biasanya tidak menyadari bahwa daging yang dibelinya merupakan daging sapi yang dicampur dengan hewan haram.

Beberapa kasus daging oplos pernah terjadi di Tanah Air dan menimbulkan kehebohan. Masyarakat pun takut membeli makanan olahan yang berasal dari daging, semisal bakso. Ujung-ujungnya, para tukang bakso pun kelimpungan karena omzet menurun drastis.

Dalam pengamatan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, hewan haram yang paling sering dicampur dengan daging sapi adalah daging babi. Karena itu, ada baiknya kita mengenali ciri-ciri daging babi, yakni warnanya merah pucat, serat daging lebih lembut dan halus, lemak pada daging lebih tebal, dan aromanya lebih amis daripada aroma daging sapi.

Hal lain yang patut diwaspadai adalah banyaknya daging impor dari berbagai negara non-Muslim. Memang, sudah ada ketentuan dari pemerintah bahwa daging impor yang masuk ke Indonesia harus telah terjamin kehalalannya yang dibuktikan dengan sertifikat halal dari lembaga halal yang telah diakui LPPOM MUI. Namun, siapa yang dapat menjamin bila daging tersebut masuk ke Indonesia melalui jalur legal.

“Pengalaman saya yang pernah diutus ke Argentina untuk memeriksa kehalalan daging yang akan diekspor ke Indonesia ternyata mereka tidak bisa memenuhi syarat yang kita minta sehingga tidak diperkenankan ekspor ke Indonesia,” tutur pakar pangan halal, Dr Anton Apriyantono.

Konsumen, menurut Anton, sulit membedakan mana daging yang diimpor secara legal dan mana yang diimpor secara ilegal. Tapi mungkin, harga bisa menjadi patokan. Mula-mula, tanyakan apakah daging yang Anda beli merupakan daging impor. Jika ya, telitilah harganya, apakah jauh di bawah harga pasaran. “Jika ya, patut dicurigai impornya ilegal,” kata Anton dalam buku Halalkah? Umat Bertanya Pak Anton Menjawab.

Hanya saja, Anton tak bisa memastikan seberapa banyak daging impor ilegal ini di Tanah Air. “Apakah di supermarket daging impor ilegal bisa masuk, saya kira perlu ada yang menginformasikan kepada kita situasi yang sebenarnya.” Yang jelas, lanjutnya, daging impor ilegal khususnya jeroan memang pernah ditemukan menurut hasil survei LPPOM MUI. “Dalam hal ini, peran pemerintah sangat kita harapkan,” katanya.

Bangkai

Saat membeli daging, utamanya ayam, kita juga harus mencermati kemungkinan adanya bangkai atau hewan yang sudah mati sebelum disembelih. Penyembelihan bangkai ini dilakukan secara sembunyi- sembunyi dan ilegal. Jelas sekali bahwa bangkai tidak dapat dikonsumsi manusia, baik untuk alasan kehalalan maupun kesehatan. Dari segi kehalalan, hukum bangkai adalah haram.

Pada perdagangan ayam pedaging, ayam yang mati sebelum disembelih dikenal dengan istilah ayam tiren (mati kemarin). Biasanya, kematian ayam disebabkan oleh daya tahan yang kurang baik selama dalam perjalanan atau terkena penyakit. Normalnya, jumlah ayam yang mati sebelum disembelih dalam setiap pengiriman sekitar 0,1 sampai satu persen.

LPPOM MUI dalam laman halalmui.org menjelaskan, ayam tiren mudah dikenali. Ciri-cirinya adalah ada bercak-bercak darah pada bagian kepala, leher, punggung, sayap dan dada. Bau daging agak anyir karena sudah menjadi bangkai. Konsistensi dada dan paha lembek. Keadaan serabut otot berwarna kemerahan dan pembuluh darah di daerah sayap berdarah. Sedangkan warna hati merah kehitaman.

Di pasaran, terkadang ada pula daging berformalin. Penambahan formalin pada daging dimaksudkan agar daging awet (tidak busuk) selama berhari-hari. Bagi pedagang memang ini menguntungkan karena ia terhindar dari risiko daging membusuk lantaran berhari-hari tak laku. Tapi buat konsumen, daging berformalin sangat membahayakan kesehatan.

Untuk itu, cermati ciri-ciri daging berformalin, yakni warna kulit putih mengkilat, tekstur sangat kenyal, dan biasanya tidak dihinggapi lalat.

 

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Jumat, 09 Desember 2011

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement