Senin 24 Aug 2020 16:26 WIB

Syekh Ali Jum'ah Sebut Banyak Penceramah Minim Ilmu Dikagumi

Penceramah minim ilmu saat ini menurut Syekh Ali Jum'ah banyak dikagumi.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Syekh Ali Jum'ah Sebut Banyak Penceramah Minim Ilmu Dikagumi. Foto:  Syekh Ali Jum'ah
Foto: Blogspot.com
Syekh Ali Jum'ah Sebut Banyak Penceramah Minim Ilmu Dikagumi. Foto: Syekh Ali Jum'ah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mufti Agung Mesir Prof Dr Ali Jum'ah menilai, saat ini banyak orang yang di benaknya telah tertanam nama-nama tokoh yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan ilmu. Para tokoh itu telah memberi pengaruh besar terhadap keteladanan dan kecintaan kalau mereka telah terbujuk oleh kepiawaian tokoh dalam berceramah.

"Mereka mengira kemampuan itu merupakan bukti keilmuan tokoh tersebut," katanya dalam bukunya Menjawab Dakwah Kaum Salafi (jawaban ilmiah terhadap pemahaman dan cara dakwah kaum salafi wahabi).

Baca Juga

Keadaan ini kata Syekh Ali Juma'a telah disampaikan para ulama terdahulu. Misalnya Ibnu Masud yang telah mengatakan bahwa "Sesungguhnya kalian sekarang berada di masa yang banyak orang alim nya, tetapi sedikit kesal ceramahnya. Dan akan datang nanti suatu masa dimana sedikit orang alifnya, banyak tukang ceramahnya."

Ibnu al-Jauziyah berkata, "Pada masa dahulu, penceramah itu adalah orang yang Alim dan pandai fiqih. Abdullah bin Umar ra. Pernah menghadiri majelis Ubaid bin Umair. Dan Umar bin Abdul Aziz juga pernah menghadiri Majelis Al-Qash. Setelah itu sama majelis-majelis tersebut diisi oleh orang-orang bodoh sehingga membuat orang alim semakin jarang datang ke sana. Mereka punya orang-orang pilihan yang banyak digemari oleh kalangan awam dan para perempuan. Mereka akhirnya tidak belajar ilmu agama, tetapi justru mendengarkan kisah-kisah atau kelakar kelakar yang dapat membuat orang bodoh menjadi takjub."

 

Syekh Ali Juma'h mengira, tipikal penceramah ini hanya memiliki bekal secuil untuk berdakwah. Akan tetapi, yang menjadi masalah, mereka mengaku-ngaku memiliki ilmu pengetahuan agama khususnya ilmu hadits, lalu mereka berani mengeluarkan fatwa dan mengajarkan ilmu tersebut kepada orang-orang.

"Akibatnya, tersebarlah fitnah di tengah masyarakat sehingga menjauhkan mereka dari kebenaran dan Manhaj yang lurus," katanya.

Makasih benar saja, perkataan Imam adz-Dzahabi ditunjukkan kepada mereka. Dia berkata, "Ada suatu kaum yang kelihatannya secara lahir cenderung ke ilmu, namun kenyataan mereka tidak mampu mematangkan ilmu itu kecuali sedikit sekali. Mereka mengira diri mereka adalah orang-orang berilmu dan mulia.

Akan tetapi tidak pernah terbersit dalam benak mereka bahwa mereka bisa menggunakannya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini karena mereka tidak pernah melihat satu pun guru yang bisa diteladani keilmuannya, sehingga membuat mereka seperti nyamuk nyamuk kecil yang tidak ada nilainya.

Tujuan orang belajar dari dari mereka adalah demi mendapatkan buku berharga yang bisa ia simpan dan rujuk sewaktu-waktu. Ironisnya mereka malah mengubah isi buku itu, dan tidak mau mengakuinya. "Untuk itu kami mohon keselamatan dan pengampunan kepada Allah," katanya

Al-Khatib al-Baghdadi juga pernah berkata mengenai orang-orang yang mempunyai sifat seperti mereka, "Aku telah melihat beberapa orang dari penduduk zaman ini yang menisbatkan diri kepada ilmu hadist, dan menganggap diri mereka termasuk ahli yang berspesialisasi di bidang tersebut, baik dari segi 'sima' (mendengarkan hadits dari rawi lain) ataupun 'naql' (pemindahannya ke orang lain).

"Akan tetapi pada kenyataannya mereka justru terpental jauh dari pada apa mereka anggap, dan memiliki pengetahuan yang lebih sedikit dari apa yang telah mereka nisbatkan," katanya.

Selain itu kata Syekh Ali, salah satu dari mereka berpendapat apabila ia berhasil mengarang beberapa juz dalam jumlah sedikit tentang hadist dan aktif dengan kegiatan 'sima' dalam jangka waktu yang pendek, maka ia sudah bisa dikatakan sebagai ahli hadits secara mutlak. Padahal ia sama sekali tidak pernah berusaha dan mencapekan diri untuk mencari hadits dan ia juga tidak pernah mendapatkan kesulitan dalam menghafal jenis maupun bab hadits.

Bahkan dengan karangan buku mereka yang masih sedikit, dan ketidaktahuan mereka dalam ilmu hadits, mereka telah bersikap sombong, terlihat paling pintar dan paling ujub. Mereka tidak menjaga penghormatan kepada guru dan tidak memberikan tugas kepada muridnya.

"Mereka berani berdusta mengenai rawi-rawi hadits dan bertindak keras kepada murid-murid mereka. Akibatnya mereka bertentangan dengan ajaran ilmu yang mereka dengarkan, dan berlawanan dengan kewajiban yang seharusnya mereka lakukan," katanya.

Menurutnya, ketidakjelasan perbedaan antara ulama dengan non ulama di benak banyak orang telah menyebabkan munculnya orang-orang yang sebenarnya tidak punya spesialisasi ilmu tertentu. Lebih gawat lagi, mereka dengan berani masuk ke ranah fatwa, dan berusaha memberikan pendapat pendapat mereka dalam berbagai permasalahan fiqih perbandingan mazhab fiqih.

"Akibatnya terjadilah praktek mendahulukan usaha sebelum sadar, mendahulukan pekerjaan sebelum pengetahuan. Dan memindahkan ilmu agama tidak melalui jalur yang benar," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement