Senin 24 Aug 2020 20:57 WIB

Ini Cara Mengurus Sertifikat Halal Gratis bagi UMK

Tarif resmi sertifikasi halal belum ditentukan oleh Kementerian Keuangan.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Ini Cara Mengurus Sertifikat Halal Gratis bagi UMK. Sertifikasi halal gratis (Ilustrasi).
Foto: Dok Republika
Ini Cara Mengurus Sertifikat Halal Gratis bagi UMK. Sertifikasi halal gratis (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) memberi kemudahan bagi pelaku usaha mikro kecil (UMK) dalam memperoleh sertifikasi halal. UMK yang beromzet di bawah Rp 1 miliar dikenakan tarif Rp 0 atau gratis.

Staf BPJPH Kemenag, Hartono, mengatakan bahwa sertifikat halal yang dikeluarkan oleh BPJPH memang masih gratis. Namun, untuk menguji atau mengaudit kehalalan suatu produk merupakan bagian Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Karena itu, ia mengatakan bahwa pelaku usaha tetap dikenakan biaya di luar BPJPH, yakni untuk membayar layanan di LPH.

"Jadi mulai mendaftar pengurusan Sertifikat Halal untuk suatu produk sampai nanti mendapatkan Sertifikat Halal, tidak ada yang harus dibayar ke BPJPH, yang membayar itu di LPH dan untuk sidang fatwa," kata Hartono, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (24/8).

Biaya tersebut masih tergantung pada kebijakan LPH. Sebab hingga saat ini, tarif resmi sertifikasi halal belum ditentukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sementara itu, kata dia, BPJPH juga tidak berwenang menentukan tarif sertifikasi halal. "Semoga tarif resmi bisa segera ada agar biaya layanan di LPH jadi pasti besarannya dan bisa menjadi ukuran untuk UMK, middle dan perusahaan besar," ujarnya.

Namun demikian, ia mengatakan sudah ada beberapa pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten yang mau membayarkan biaya di LPH dan sidang fatwa. Akan tetapi, kemampuan membiayai itu tentunya tergantung pada kemampuan daerah masing-masing. Selain Pemprov atau Pemkot/Pemda, pihak swasta melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) juga bisa membantu membiayai sertifikasi halal tersebut.

Adapun cara mendapatkan sertifikat halal gratis tersebut, Hartono menjelaskan bahwa pendaftaran tetap dilakukan ke BPJPH. Apabila berkas pendaftaran telah dinilai lengkap oleh BPJPH, maka pelaku usaha diberi tanda terima dan kemudian bisa melanjutkan prosesnya ke LPH.

Setelah LPH melakukan audit, memeriksa kehalalan produk, maka hasil audit produk tersebut diserahkan ke BPJPH. Dari BPJPH, hasil audit itu kemudian diserahkan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ia mengatakan, penetapan kehalalan produk merupakan kewenangan MUI dan bukan BPJPH.

Selanjutnya, MUI akan menggelar sidang fatwa halal. Apabila sidang fatwa halal menyatakan produk tersebut halal, maka itu akan dijadikan dasar BPJPH untuk menerbitkan Sertifikat Halal. Sedangkan jika produk tersebut dinyatakan tidak halal, BPJPH akan mengembalikan berkas ke pelaku usaha yang mengajukan Sertifikat Halal disertai alasan-alasannya. Kewenangan BPJPH untuk mengeluarkan Sertifikat Halal itu dinyatakan dalam UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

"Jadi BPJPH baru bisa menerbitkan Sertifikat  Halal apabila sudah ada terlebih dahulu fatwa halal dari MUI. Apabila tidak ada, tidak mungkin BPJPH tiba-tiba menerbitkan Sertifikat Halal sebuah produk," lanjut Hartono.

Namun demikian, Hartono menegaskan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha di luar BPJPH tersebut (di LPH dan lainnya) tidak dapat dikembalikan ketika produk dinyatakan tidak halal. Karena itu, ia mengingatkan tentang perlunya pelaku usaha untuk benar-benar menyiapkan produknya agar halal.

Di samping itu, ia juga mengingatkan tentang pentingnya pelaku usaha memiliki Penyelia Halal. Penyelia halal adalah orang yang bertanggung jawab terhadap Proses Produk Halal (PPH). Sementara PPH merupakan rangkaian kegiatan (penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk) untuk menjamin kehalalan produk.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UU No.33 Tahun 2014, di mana pelaku usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal wajib memiliki Penyelia Halal. Hartono mengatakan, perusahaan besar dan menengah biasanya memiliki Penyelia Halal yang ditetapkan oleh internal mereka dan biasanya merupakan pegawai mereka sendiri.

Sedangkan untuk pelaku usaha mikro kecil, Penyelia Halal bisa difasilitasi pihak lain atau pemilik UMK bersangkutan bisa menjadi Penyelia Halal untuk produknya. Penyelia Halal atau Supervisor Halal tersebut diatur dalam Pasal 28 UU No.33 Tahun 2014.

Untuk menjadi Penyelia Halal, syaratnya harus beragama Islam, memiliki wawasan luas dan memahami syariat tentang kehalalan, memiliki wawasan luas dan memahami syariat tentang kehalalan dibuktikan dengan sertifikat Penyelia Halal.

Untuk memperoleh sertifikat Penyelia Halal, yang bersangkutan harus mengikuti Diklat Sertifikasi Penyelia Halal, dan uji kompetensi sertifikasi Penyelia Halal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement