Ahad 30 Aug 2020 21:31 WIB

Inovasi Gelatin ikan IPB Solusi Jaminan Produk Halal

Mala berhasil mengembangkan gelatin alternatif dari tulang, kulit, dan bagian ikan.

Dr Mala Nurilmala, dosen IPB University, bicara tentang gelaatin ikan  dalam sebuah diskusi yang digelar Halal Science Center, Jumat (28/8).
Foto: Dok IPB University
Dr Mala Nurilmala, dosen IPB University, bicara tentang gelaatin ikan dalam sebuah diskusi yang digelar Halal Science Center, Jumat (28/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dosen Departemen Teknologi Hasil Perairan dan peneliti Halal Science Center IPB University Mala Nurilmala mengatakan Indonesia berpeluang mengembangkan gelatin ikan sebagai pilihan gelatin halal dan solusi mengurangi impor.

"Gelatin ikan cocok untuk semua kalangan di Indonesia, misalnya warga Muslim yang mengharuskan sertifikasi halal dan warga Hindu yang tidak mengonsumsi sapi," kata Mala melalui siaran pers dari IPB University yang diterima di Jakarta, Ahad (30/8).

Mala mengatakan gelatin merupakan protein larut dalam air yang dihasilkan dari denaturalisasi termal atau degradasi kolagen parsial dari tulang, jaringan ikat, dan kulit hewan.

Dengan dukungan IPB University, Mala berhasil mengembangkan gelatin alternatif dari tulang, kulit, dan bagian ikan lainnya yang lebih bisa dipastikan kehalalannya.

"Gelatin yang ada saat ini berasal dari impor. Dari segi kehalalannya pun masih diragukan sehingga kami mengembangkan dari kulit ikan yang pasti halal," ujarnya.

Mala mengatakan 70 persen sumber bahan baku gelatin dunia adalah kulit dan tulang babi. Selebihnya dari kulit dan tulang sapi, kemudian satu persen dari kulit dan tulang domba serta ikan.

Padahal, kebutuhan gelatin di Indonesia semakin meningkat yang lebih banyak dipenuhi dari impor. Impor yang masuk ke Indonesia adalah gelatin dengan bahan baku kulit dan tulang sapi.

Penggunaan gelatin pada pangan sangat luas, mulai dari bahan penstabil hingga pencampur dua zat yang tidak bisa tercampur sebelumnya. Sebanyak 63 persen gelatin di Indonesia digunakan untuk pangan, 30 persen untuk industri farmasi dan sisanya untuk kebutuhan lainnya.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mengharuskan semua produk yang beredar di Indonesia dipastikan kehalalannya, termasuk produk pangan, kosmetik, dan farmasi.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement