Rabu 02 Sep 2020 23:15 WIB

Kehalalan Tahu Ditilik dari Bahan Pembuat Glukosa

Bahan pembuat glukosa tahu yakni enzim alfa amilase yang berasal dari mikroorganisme.

Rep: Yusuf Assidiq/ Red: Muhammad Fakhruddin
Kehalalan Tahu Ditilik dari Bahan Pembuat Glukosa (ilustrasi).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Kehalalan Tahu Ditilik dari Bahan Pembuat Glukosa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tahu. Makanan yang satu ini tak bisa dilepaskan dari keseharian masyarakat Indonesia. Terbuat dari kedelai, tahu telah menjadi salah satu sajian makanan favorit keluarga Indonesia. Selain murah-meriah, tahu juga bisa dimasak dan disajikan dalam berbagai bentuk hidangan yang sedap dan lezat. 

Selain lezat, tahu pun dikenal sebagai makanan yang sarat gizi. Karenanya, tahu tak hanya disukai oleh warga di Tanah Air, namun juga di mancanegara, terlebih di negara asalnya, Cina. Meski terbuat dari bahan biji kedelai, bukan berarti para konsumen Muslim bisa begitu saja menikmati tahu tanpa perlu bersikap cermat terkait aspek halal dan thayib-nya.

Seperti halnya keju,  tahu pun kerap mengandung bahan-bahan campuran yang patut diwaspadai unsur kehalalannya tadi.  Dalam laman halalguide.info, dijelaskan, teknik pembuatan tahu hampir mirip proses pembuatan keju. Bedanya, tahu berbahan kedelai, bukan susu, dan pada tahu tidak digunakan enzim sebagai bahan penggumpal.

Pada pembuatan keju, sangat umum dipakai bahan enzim dengan memanfaatkan koagulan (penggumpal). Koagulan ini berasal dari perut sapi muda, dan disebut rennet. Ditinjau dari sisi halalan thayiban, pemakaian bahan asal dari hewan, tergolong rawan.

Sementara untuk menggumpalkan protein kedelai dalam proses pembuatan tahu, dipakai kalsium sulfat (batu tahu). Untuk penggumpalannya, para perajin tahu biasanya menggunakan air sisa perasan gumpalan tahu yang dibiarkan semalam.

Setelah gumpalan ini disaring, maka bagian sisa cairannya ada yang dibuang, dan ada yang ditampung untuk dibiarkan semalam. Dan agar lebih cepat menggumpal, dicampurkan cairan hasil peraman pada malam sebelumnya.  Pada saat itulah, terjadi proses fermentasi asetat dan kemudian terbentuk cairan yang asam. Nah cairan ini akan dipakai untuk menggumpalkan protein kedelai.

Bila menilik proses di atas dan bahan yang digunakan, hampir tidak ada masalah dari sudut halal. Hanya saja, dalam beberapa hal, bisa terjadi tahu yang telah dihasilkan, lantas diawetkan dengan formalin, atau diberi campuran bahan pewarna kuning sintetik, sebagai pengganti kunyit.

Kedua bahan tersebut, sangat dilarang untuk digunakan dalam campuran bahan makanan. Oleh karena itu, apabila ada produk tahu yang ternyata dicampur dengan formalin atau zat pewarna sintetik, sudah pasti akan mengurangi ke-thayiban-nya.

Aspek kehati-hatian perlu ditingkatkan lagi bila suatu waktu menyantap tahu modern produksi luar negeri. Jenis tahu ini kebanyakan menggunakan penggumpal dari bahan glukonodekalakton, terbuat dari glukosa yang dioksidasi.

Masalah muncul ketika sebagian besar bahan pembuat glukosa ini berasal dari enzim alfa amilase, yang diduga berasal dari mikroorganisme. Ada pula yang dibuat berasal dari hewan. Sehingga, glukosanya sendiri bisa saja bersentuhan dengan bahan haram, atau juga tidak.  Jenis tahu dengan bahan pembuat seperti itu,patut dicermati status kehalalannya. Terutama terkait bahan penggumpal glukonodekalakton tadi.  

Sekilas Tahu

Makanan rakyat, demikian julukan yang disematkan untuk tahu, bersama-sama panganan tempe. Dan tak berlebihan, mengingat kedua makanan yang terbuat dari kedelai yang difermentasi ini memang memiliki penggemar  sangat banyak, dari kalangan bawah hingga atas.

Berbeda dengan tempe yang asli produk Indonesia, tahu sejatinya berasal dari Cina. Kata tahu merupakan serapan dari bahasa Hokkian (tauhu) (Hanzi; hanyu pinyin: doufu) yang secara harfiah berarti 'kedelai yang difermentasi'.  Konon, tahu telah ada sejak zaman Dinasti Han, sekitar 2.200 tahun lampau. Penemunya bernama Liu An, seorang bangsawan, cucu dari Kaisar Han Gaozu.

Tahu lantas populer di seluruh dunia setelah dibawa oleh para perantau Cina. Bila di Indonesia dikenal dengan nama tahu, maka di Jepang namanya tofu. Dan kini, tahu telah hadir menemani sajian makan bersama beragam jenis dan rasa.

 

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Kamis, 26 Nopember 2009 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement