Rabu 02 Sep 2020 23:49 WIB

UEA Salah Paham Soal Aneksasi Tepi Barat?

Salah satu prasyarat memulai hubungan bilateral adalah menghentikan aneksasi.

Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Foto: EPA
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI – Pengumuman rencana normalisasi hubungan Israel-Uni Emirat Arab (UEA) menyisakan persoalan. Terdapat perbedaan pernyataan trilateral AS, UEA, dan Israel di versi bahasa Inggris dan Arab pada Senin (31/8) menyusul penerbangan perdana maskapai Israel ke UEA. Pejabat Israel dan AS ikut dalam penerbangan itu. 

Perbedaan itu terdapat pada kalimat dalam komunike bersama terkait aneksasi Tepi Barat oleh Israel. Menuru Reuters, Rabu (2/9), dalam versi Inggris dinyatakan, kesepakatan normalisasi,’’akan menunda rencana Israel memperluas kedaulatannya.’’

Namun, versi Arab yang dilansir kantor berita UEA, WAM menyebutkan,’’Kesepakatan itu..akan membuat rencana Israel menganeksasi tanah Palestina dihentikan.’’ Perbedaan diksi  tersebut  disorot pihak Palestina.

‘’Bandingkan sendiri dua versi komunike itu, menunda memperluas kedaulatan bukan menghentikan aneksasi atas tanah Palestina,’’ demikian cuitan Sekjen Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erakat di akun Twitter-nya, Selasa (1/9) waktu setempat.  

UEA memandang, kesepakatan normalisasi yang diumumkan Presiden AS Donald Trump pada 13 Agustus, sebagai alat menghentikan rencana Israel menganeksasi Tepi Barat, harapan bagi Palestina untuk membangun negara masa depannya.

Terkait hal ini, Kepala Perencanaan Kebijakan dan Kerja Sama Internasional Kementerian Luar Negeri UEA Jamal Al-Musharakh, menegaskan, perbedaan pernyataan komunike bersama itu soal terjemahan belaka.  

‘’Jika seseorang bisa mengajukan sinonim lebih baik dari kata Eeqaf (menghentkan) untuk kata menunda, maka beri tahu saya,’’ katanya. Ia menegaskan, kesepakatan normalisasi adalah untuk menghentikan aneksasi.

‘’Salah satu prasyarat memulai hubungan bilateral (dengan Israel) adalah menghentikan aneksasi,’’ kata Musharakh. Pemerintah UEA tak memberikan respons ketika diminta memberikan tanggapan lebih jauh soal perbedaan diksi di pernyataan komunike bersama itu.

Pejabat senior PLO, Hanan Ashrawi, mengatakan, ini ‘silat lidah’ sebagai usaha memengaruhi opini publik di dunia Arab. ‘’Saya pikir, ini bukan persoalan terjemahan. Saya pikir, ini upaya memanipulasi,’’ katanya kepada Reuters

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement