Senin 07 Sep 2020 15:23 WIB

DHN MUI: BPJPH Punya Tanggung Jawab Besar di Akhirat

Meningkatnya kesadaran masyarakat Muslim Indonesia terhadap produk halal.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Muhammad Fakhruddin
DHN MUI: BPJPH Punya Tanggung Jawab Besar di Akhirat. Ilustrasi Sertifikasi Halal.
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
DHN MUI: BPJPH Punya Tanggung Jawab Besar di Akhirat. Ilustrasi Sertifikasi Halal.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekretaris Dewan Halal Nasional (DHN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan, mengatakan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mempunyai tanggung jawab yang besar di dunia. Karena itu, produk yang beredar di Indonesia harus terjamin kehalalannya.

Menurutnya, BPJPH mempunyai tugas dan fungsi tidak sekedar menjamin kehalalan produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia. Akan tetapi, juga tanggung jawab akhirat jika ada produk yang beredar dinyatakan halal tetapi tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Dalam hal ini, sesuai dengan amanat Undang-undang No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, BPJPH memiliki tanggung jawab mulai dari fungsi  registrasi Halal, sertifikasi Halal, verifikasi Halal, melakukan pembinaan serta melakukan pengawasan kehalalan produk.

"Hal ini hanya bisa berjalan jika dilakukan bersamaan dengan seluruh stakeholder terkait, seperti DHN MUI, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang telah diakreditasi sesuai standar yang telah ditetapkan MUI selama ini," kata Amirsyah, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Senin (7/9).

Karena itulah, Amirsyah mengatakan bahwa posisi BPJPH idealnya sebagai regulator. Pasalnya, UU JPH saat ini sebenarnya sudah membuka kesempatan bagi masyarakat untuk menjadi pelaksana (operator), terutama sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Tenaga LPH tersebut tentunya yang memiliki kompetensi setelah lulus pelatihan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) MUI.

Adapun kewenangan menetapkan fatwa halal, menurutnya, sebaiknya masih terpusat pada MUI. Hal demikian agar tidak ada fatwa halal yang mengalami perbedaan soal halal dan haram. Lagi pula, kata dia, selama 30 tahun lebih Komisi Fatwa MUI  terdiri dari representasi NU, Muhammadiyah dan ormas lainnya yang memiliki kompetensi dan ahli di bidangnya.

"Ormas Islam yang berhimpun di MUI selama ini telah banyak memberikan kontribusi bidang fatwa untuk menetapkan kehalalan produk," ujarnya.

Amirsyah mengatakan, keberadaan aturan yang menjamin kehalalan produk-produk konsumsi telah menjadi kebutuhan mendesak. Apalagi di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat Muslim Indonesia terhadap produk halal, merupakan keniscayaan untuk memperkuat Usaha Kecil dan Menengah (UMKM).

Karena itu, ia mendukung adanya jaminan produk yang selaras dengan prinsip-prinsip keterbukaan untuk kemajuan ekonomi berasaskan kesukarelaan, perdagangan yang kompetitif, jujur dan partisipasi masyarakat akan berdampak positif bagi UMKM.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement