Kamis 10 Sep 2020 08:10 WIB

Dibayangi Kenaikan Kasus Covid-19, Harga Minyak Naik Tipis

Krisis kesehatan global mengancap pemulihan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.

Harga minyak berjangka menguat pada akhir perdagangan Rabu (9/9), menarik kembali beberapa kerugian sesi sebelumnya. Sayangnya, kenaikan kembali kasus Covid-19 di beberapa negara merusak harapan untuk pemulihan yang stabil dalam permintaan global.
Foto: Republika/Wihdan
Harga minyak berjangka menguat pada akhir perdagangan Rabu (9/9), menarik kembali beberapa kerugian sesi sebelumnya. Sayangnya, kenaikan kembali kasus Covid-19 di beberapa negara merusak harapan untuk pemulihan yang stabil dalam permintaan global.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak berjangka menguat pada akhir perdagangan Rabu (9/9), menarik kembali beberapa kerugian sesi sebelumnya. Sayangnya, kenaikan kembali kasus Covid-19 di beberapa negara merusak harapan untuk pemulihan yang stabil dalam permintaan global.

Harga Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November terangkat 1,01 dolar AS atau 2,5 persen, menjadi menetap di 40,79 dolar AS per barel. Harga Minyak Brent anjlok lebih dari lima persen pada Selasa (8/9) jatuh di bawah level 40 dolar AS untuk pertama kalinya sejak Juni.

Baca Juga

Harga Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober bangkit 1,29 dolar AS atau 3,5 persen menjadi ditutup di 38,05 dolar AS per barel, setelah terpuruk hampir delapan persen di sesi sebelumnya.

Harga turun minggu ini setelah perusahaan minyak negara Arab Saudi Aramco memangkas harga jual resmi Oktober untuk minyak ringan Arabnya. Ini menandai pelemahan permintaan.

"Ketika produsen Timur Tengah yang kuat bersedia menjual dengan harga yang lebih rendah, wajar jika pasar global panik dan mengikuti," kata Analis Senior Pasar Minyak Rystad, Energy Paola Rodriguez-Masiu.

Krisis kesehatan global terus berkobar dengan kasus Virus Corona yang meningkat di India, Inggris, Spanyol, dan beberapa bagian Amerika Serikat. Wabah tersebut mengancam akan memperlambat pemulihan ekonomi global dan mengurangi permintaan bahan bakar mulai dari Aviation Gas (Avgas) hingga minyak diesel.

“Fundamental pasar minyak jangka pendek terlihat lemah, pemulihan permintaan rapuh, persediaan dan kapasitas cadangan tinggi, dan margin penyulingan rendah,” kata Morgan Stanley.

Rekor pemotongan pasokan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC Plus, telah membantu mendukung harga. Tetapi dengan angka ekonomi mengecewakan yang dilaporkan hampir setiap hari, prospek permintaan minyak tetap suram.

Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak dunia 2020 sebesar 210.000 barel per hari menjadi 8,32 juta barel per hari. Di Amerika Serikat, berdasarkan data industri dari American Petroleum Institute (API), persediaan minyak mentah naik tiga juta barel pekan lalu menjadi 504,1 juta barel.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement