Jumat 11 Sep 2020 21:35 WIB

Masjid Aliyah Karawang Pesona bagi Musafir

Hawa dingin itu ternyata datang dari angin yang berhembus melalui jendela masjid.

Masjid Aliyah Karawang Pesona bagi Musafir (ilustrasi).
Foto: Dok BWA
Masjid Aliyah Karawang Pesona bagi Musafir (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,KARAWANG -- Jumlah masjid di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, sepertinya mencapai ribuan. Masjid-masjid ini dengan berbagai ukuran, berdiri dengan kokoh dan megah. Akan tetapi, di sepanjang jalan interchange gerbang tol (GT) Karawang Barat, belum ada satupun masjid yang representatif. Padahal, ruas jalan terse but merupakan jalan yang paling ramai dilalui kendaraan.

Karena kondisi itu, salah seorang pengusaha asal ibukota, Husen Saleh, punya niat mulia. Yaitu, ingin membangun sarana ibadah yang representatif di sekitaran ruas interchange Karawang Barat.

Dari berbagai lokasi, akhirnya di pilihlah lahan di yang tak jauh dari GT Karawang Barat. Tepatnya, masuk dalam kawasan teritorial Desa Wadas, Kecamatan Teluk Jambe Barat. Luas lahan untuk area masjid ini, mencapai 11.600 meter per segi.

Dari jumlah tersebut, 3.000 meter persegi di antaranya diperuntukan khusus bagi bangunan masjid. Abdul Ghofir Syafii (42 tahun), salah seorang pengelola res area Aliyah, Jl Interchange Karawang Barat, mengatakan, Masjid Aliyah ini masuk dalam kawasan rest area.

Meskipun masuknya dalam tempat peristirahatan, tapi tujuan utama dibanggunnya rest area ini yaitu untuk mendirikan masjid. “Jadi, di kawasan ini ada sarana ibadah (masjid), juga ada tempat lainnya. Seperti, food court,” ujarnya, kepada Republika.

Ghofir menjelaskan, pemilik lahan ingin membuat sarana ibadah yang nyaman dan aman. Karenanya, selain berdiri megah bangunan masjid, ada juga lahan parkir yang luas, serta tempat makan.

Sehingga, para musafir yang sedang melakukan perjalanan, bisa singgah untuk beribadah. Sekaligus, bisa menikmati hidangan khas Karawang. Dengan begitu, ada dua kegiatan bermanfaat sekaligus yang bisa dilakukan musafir tersebut.

Masjid Aliyah ini, lanjut Ghofir, diresmikan pada 10 Djulhizah 2012. Sejak diresmikan, masjid ini tak pernah sepi dari kunjungan jamaah. Ter utama, mereka yang sedang melakukan perjalanan jauh, lalu ingin melaksanakan shalat.

Selain para musafir, warga sekitar juga banyak yang melaksanakan shalat berjamaah di masjid ini. Terutama, saat shalat Maghrib, Isya, dan Shubuh. Dari pantauan Republika, pantas saja masjid ini jadi per singgahan para kaum musafir. Sebab, dari kejauhan saja bangunan rumah Allah SWT ini sudah sangat berbeda dengan bangunan lainnya. Masjid ini, sangat indah untuk ukur an sebuah daerah.

Warna bangunannya di dominasi warna krem, sangat serasi dengan perpaduan warna putih. Selain itu, halaman masjid ini sangat luas. Di halamannya, ada enam buah payung raksasa senada dengan warna utama masjid tersebut. Payung-payung ini, mengingatkan kita dengan asesoris Masjid Madinah. Akan tetapi, cuaca di luaran mas jid begitu panas. Terutama di musim kemarau. Sebab, belum ada satupun pepohonan rindang yang menaungi kawasan tempat peristirahatan serba guna tersebut.

Namun, jangan takut dengan cuaca panas. Sebab, perasaan itu hanya sesaat. Serta sangat kontras, ketika kita memasuki masjid tersebut. Subhanallah, di dalam masjid yang tak berkaca jendela ini, sangat sejuk. Padahal, tidak ada mesin pendingin (AC) di ruangan tersebut.

Usut punya usut, hawa dingin itu ternyata datang dari angin yang berhembus melalui jendela masjid. Angin tersebut, kemudian dipantulkan kembali oleh batu marmer yang menjadi lantai serta dinding di dalam masjid. Jadi, sangat wajar jika udara di dalam masjid begitu dingin.

Ghofir membenarkan, dengan adanya perbedaan suhu udara di dalam dan luar masjid tersebut. Karenanya, perbedaan udara ini jadi magnet tersendiri bagi jamaah. Sebab, mereka akan betah berlama-lama di dalam masjid.

Setelah melaksanakan shalat, banyak jamaah yang memanjangkan dzikir mereka. Namun, ada juga yang duduk-duduk atau tiduran untuk melepaskan lelah. “Kondisi itu, tidak kami larang. Selama mereka tetap menjaga kesopanan dan kebersihan di dalam masjid,” ujarnya.

Sementara ustaz Mahmudin, salah seorang pengurus Masjid Aliyah Karawang, mengatakan, masjid ini mampu menampung 1.600 jamaah di dalam ruang utama. Kemudian, 300 jamaah bisa tertampung di halaman. Serta, 300 jamaah lainnya bisa tertampung di basement. Ketika musim hujan, jamaah shalat jumat, bisa memanfaatkan basement. “Biasanya, jamaah membludak ketika pelaksanaan shalat jumat, serta shalat Idul Fitri dan Idul Adha,” ujarnya.

Selain untuk kaum musafir, masjid ini dimanfaatkan bagi komunitas shaum Senin-Kamis. Komunitas ini, selalu menggenal kajian tafsir Quran dan hadis setiap pekan kedua dan keempat setiap bulannya. Kemudian ada kegiatan tahsin dan tahfidz. Serta ke depan, pengurus akan menambah kegiatan, yakni bedah buku tentang keagamaan. 

 

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Kamis, 26 Desember 2013 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement