Senin 14 Sep 2020 22:58 WIB

Serba Pinky di Masjid Putra Malaysia

Dari jauh, masjid ini tampak seperti terapung di atas Danau Putrajaya.

Masjid Putra di Putrajaya, Malaysia.
Foto: creative-muslims.com
Masjid Putra di Putrajaya, Malaysia.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Berkunjung ke Kuala Lumpur, belum puas rasanya kalau belum mengunjungi Masjid Putra, masjid terbesar di kota itu yang berlokasi di kompleks pusat pemerintahan Malaysia. Masjid yang dibangun tahun 1997-1999 ini bersebelahan dengan Perdana Putra, kantor Perdana Menteri Malaysia.

Masjid Putra adalah nama yang diberikan untuk menghormati mantan perdana menteri Malaysia yang pertama, Almarhum Tunku Abdul Rahman Putra Al Haj. Masjid ini merupakan salah satu mercu tanda utama Putrajaya.

Masjid ini lokasinya bersebelahan dengan Dataran Putra dan berhadapan dengan Danau Putrajaya. Dari masjid ini bisa dilihat dengan jelas keindahan danau yang luas dan kawasan sekitarnya yang asri.

Masjid ini lokasinya memang menjorok ke arah danau. Ini menjadikan Masjid Putra kelihatan seperti terapung-apung di permukaan danau. Pada saat kita shalat, udara segar dari danau bertiup masuk menyejukkan kawasan masjid.

Secara keseluruhan, konsep Masjid Putra mengacu pada teknik arsitektur Persia zaman kerajaan Safawe. Arsitektur tradisional digunakan bagi mengharmonikan perubahan bentuk segiempat kepada bentuk bulat (kubah) dengan memperkenalkan segi delapan (oktagon) sebagai bentuk perantaraan.

Di luar, selain kubah besar, terdapat delapan buah kubah kecil yang tersebar di empat penjuru. Terrdapat juga sebuah menara yang berdiri megah setinggi 116 meter di sebelah kiri pintu gerbang Masjid Putra.

Menara berbentuk bintang delapan penjuru ini jelas memperlihatkan keunggulan seni arsitektur Islam. Terdapat lima tingkat pembahagi pada menara ini untuk melambangkan lima rukun Islam dan juga sembahyang lima waktu.

Menariknya, kubah Masjid Putra berwarna merah jambu. Bentuknya berazaskan Arabesque, yaitu ukiran tumbuhan seperti yang diukir pada kubah-kubah masjid di Mesir. Ukiran dan hiasan dalam kubah dan masjid keseluruhannya diilhamkan dari seni ukiran tradisional Melayu. Ornamen kayu digunakan untuk menghidupkan seni ukir di dalam masjid. Warna pink mendominasi.

Masjid ini terdiri atas empat lantai. Lantai utama digunakan sebagai tempat shalat yang mampu menampung 8.000 orang. Pintu masuk utama terletak di lantai ini, yang mengadopsi struktur Isfahan. Sebuah ruang terbuka (sahn) terbentang luas di antara ruang shlat utama dengan pintu masuk utama ini. Di halaman terbuka ini merupakan tapak bagi menara setinggi 116 meter dan dihiasi kolam-kolam air dan pepohon. Sebanyak 5.000 jamaah bisa tertampung di halaman ini.

Lantai satu dimanfaatkan sebagai ruang shalat bagi jamaah perempuan. Lantai ini mampu menampung 2.000 jamaah. Lantai bawah dua menjadi penghubung utama menuju serambi belakang yang menghadap langsung ke arah danau buatan. Di lantai ini tersedia pelataran yang cukup luas bagi pengunjung untuk berjalan-jalan atau sekadar duduk-duduk menikmati udara sejuk danau. Sedang lantai bawah satu digunakan untuk multifungsi. Sebuah auditorium yang mampu menampung 450 orang terdapat di lantai ini. Selain itu juga tempat makan dan ruang pameran. Kantro pengelola masjid juga berada di lantai ini.

Selain itu, terdapat tiga ruang belajar yang masing-masing mampu menampung 100 orang dan ruang penyelenggaraan jenazah. Tempat wudhu juga berada di lantai ini, dipisahkan antara pintu khusus laki-laki dan perempuan. Keempat lantai itu dihubungkan oleh rangkaian tangga yang bermula dari tempat wudhu utama. Dua buah lift di kiri dan kanan pintu lantai utama diperuntukkan terutama bagi jamaah berusia lanjut atau penyandang cacat.

Masjid Putra kini menjadi masjid kebanggaan Malaysia. Masjid ini menjadi salah satu tujuan wisata utama Kuala Lumpur. Ratusan wisatawan berkunjung ke masjid ini setiap harinya. Tak hanya kalangan Muslim, umat non-Muslim pun kerap berkunjung ke sana. Mereka bahkan diperkenankan untuk masuk ke dalam masjid, setelah sebelumnya bertukar baju dengan jubah berwarna pink. Jubah ini tak hanya diwajibkan bagi non-Muslim, tetapi juga bagi mereka yang cara berpakaiannya dianggap kurang pantas. Misalnya mengenakan rok mini atau busana tanpa lengan.

Republika menanyakan banyak orang apa filosofi warna pink yang digunakan untuk mewarnai sejumlah ornamen masjid termasuk salah seorang takmirnya tapi kebanyakan menggelengkan kepala. "Mungkin kalau di Turki terkenal dengan Masjid Birunya, kita ingin dikenal dengan masjid pinky-nya," ujar Nasheed, seorang teman dari Malaysia, berkelakar.

 

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Jumat, 15 Desember 2006

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement