Selasa 15 Sep 2020 14:34 WIB

BPS: Lebih dari 80 Persen Pengusaha Turun Pendapatannya

Akomodasi dan makanan minuman menjadi sektor usaha yang terdampak paling signifikan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pendapatan (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Pendapatan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebanyak 84 persen usaha mikro dan kecil (UMK) dan 82 persen usaha menengah dan besar (UMB) mengalami penurunan pendapatan sejak pandemi Covid-19 terjadi. Data ini didapatkan dari survei Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap 34 ribu pengusaha UMK dan UMB dari berbagai daerah di Indonesia.

Survei dilakukan pada 10 hingga 26 Juli. Akomodasi dan makanan minuman menjadi sektor yang terdampak paling signifikan. Sebanyak 92,47 persen dari responden yang bergerak di sektor ini menyatakan mengalami penurunan pendapatan curam.

Baca Juga

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, opini tersebut sebanding dengan data pertumbuhan ekonomi kuartal kedua. Pada periode tersebut, sektor akomodasi dan makanan minuman mengalami pertumbuhan minus 22,02 persen.

"Artinya, mereka yang terdampak pada kuartal kedua, masih mengalami kesulitan di Juli ini," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (15/9).

Sebanyak 90,90 responden dari sektor jasa lainnya juga mengalami penurunan pendapatan sejak pandemi terjadi. Sementara itu, 90,34 persen responden transportasi dan pergudangan juga mengalami hal serupa.

Di sisi lain, data BPS menunjukkan, masih ada pelaku usaha yang menginfokan kenaikan pendapatan pada masa pandemi. Penjualan produk mereka justru meningkat dibandingkan masa normal. Hanya saja, jumlahnya memang kecil, yakni dua persen dari responden UMK dan tiga persen dari respon UMB.

Suhariyanto mengatakan, beberapa komoditas yang mengalami peningkatan penjualan pada masa pandemi adalah industri frozen food (makanan beku). Selain itu, industri jamu, penjualan masker, sepeda dan layanan internet. "Persentasenya kecil, tapi di tengah Covid-19, mereka justru bergerak dan mendapatkan keuntungan lebih dibandingkan normal," tuturnya.

Pandemi Covid-19 turut berdampak dari sisi status operasional dan skala usaha. Sebanyak 24 persen dari responden UMK dan 28 persen dari responden UMB memutuskan mengurangi kapasitas produksi. Bahkan, lima persen UMK dan 10 persen UMB harus berhenti beroperasi karena tekanan ekonomi.

Sementara itu, 16,3 persen dari UMB melakukan Working From Home (WFH), dan 5,4 persen UMK melakukan hal serupa. Tapi, sebanyak 59,8 persen dari responden UMK masih tetap beroperasi normal. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan UMB yang beroperasi seperti biasa, yakni 49,4 persen.

Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Kunta Wibawa Dasa Nugraha menyebutkan, seluruh bisnis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) akan terdampak apabila pandemi Covid-19 masih  berlangsung sampai tahun depan. Perhitungan ini berdasarkan kajian LIPI mengenai dampak pandemi terhadap UMKM.

Merujuk pada data itu, Kunta menjelaskan, jika pandemi Covid-19 masih terjadi sampai Oktober, dampaknya akan dirasakan pada 85,42 persen bisnis UMKM. Efek terberat akan dirasakan apabila penyebaran virus corona terus berlangsung sampai dengan April 2021.

"Ini yang bahaya, karena 100 persen akan kena dampaknya. Kita ingin ini tidak terjadi," ujarnya  dalam Webinar Prospek Pemulihan Ekonomi Industri Kecil dan Menengah, Selasa (8/9).

Kunta menambahkan, ketika UMKM tidak mampu mempertahankan usahanya, efek berantai yang terjadi akan sangat besar. Di antaranya, peningkatan kredit macet di perbankan maupun lembaga pembiayaan lain hingga gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement