Selasa 15 Sep 2020 21:24 WIB

BWI: Umat Harus Mampu Sinergikan Ziswaf

Umat Islam harus mampu mensinergikan zakat, infak, sedekah dan wakaf (Ziswaf).

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
BWI: Umat Harus Mampu Sinergikan Ziswaf. Foto ilustrasi: Ketua Badan Wakaf Indonesia Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh, DEA  beserta komisioner berkunjung ke RS Mata Achmad Wardi BWI-DD. Dalam kunjungannya ketua BWI ini memantau progress RS Mata Achmad Wardi BWI-DD yang tengah mengembangkan layanan Retina Center.
Foto: DD
BWI: Umat Harus Mampu Sinergikan Ziswaf. Foto ilustrasi: Ketua Badan Wakaf Indonesia Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh, DEA beserta komisioner berkunjung ke RS Mata Achmad Wardi BWI-DD. Dalam kunjungannya ketua BWI ini memantau progress RS Mata Achmad Wardi BWI-DD yang tengah mengembangkan layanan Retina Center.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyampaikan bahwa umat Islam harus mampu mensinergikan zakat, infak, sedekah dan wakaf (Ziswaf). Sebab bila semuanya dilaksanakan secara kolektif dan dikelola dengan baik akan membuat kualitas hidup bangsa Indonesia semakin baik.

Ketua BWI, Prof Mohammad Nuh menyampaikan, umat Islam memiliki sumber daya sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Sumber daya itu adalah Ziswaf. Pertama, zakat sifatnya wajib bagi orang-orang yang teleh memenuhi syarat wajib zakat.

Baca Juga

"Sifat harta zakat bisa langsung dibagikan habis dan penerima manfaatnya terbatas hanya sampai delapan asnaf," kata Prof Nuh saat pidato sambutan dalam Rakornas BWI Se-Indonesia di Hotel Sultan, Senin (14/9).

Ia menerangkan, umat Islam juga punya infak dan sedekah yang sifatnya sunah. Di sini tidak ada batasan dan sifat hartanya bisa langsung dibagikan dan diinvestasikan. Penerima manfaatnya sangat fleksibel, siapapun boleh mendapatkan manfaat itu.

Kemudian ada wakaf yang sifatnya sunah. Syaratnya bebas dan tidak harus menunggu orang yang berwakaf kayak untuk bisa melaksanakan wakaf. Siapapun bisa berwakaf terutama wakaf uang yang sangat mudah dilaksanakan.

Ia mengatakan, sifat aset wakaf harus kekal dan harus diinvestasikan. Manfaatnya sangat fleksibel sesuai dengan akad yang telah ditetapkan. "Oleh karena itu umat ini harus mampu mensinergikan antara zakat, infak dan sedekah serta wakaf (Ziswaf), itu adalah satu kesatuan utuh," ujarnya.

Prof Nuh menerangkan, dalam melaksanakan wakaf bukan sekedar melepaskan harta wakaf. Ada dimensi yang memiliki makna khusus saat berwakaf. Yaitu dimensi keyakinan, dimensi pola pikir mengelola wakaf harus produktif, dan dimensi aksi.

"Begitu kita melakukan aksi wakaf maka pasti punya dampak sosial yang positif, dan pasti pula ikatan sosial kita akan semakin baik, karena masing-masing akan saling memperkuat," jelasnya.

Ia menegaskan, kekuatan wakaf bukan ada di 'saya' tetapi ada di 'kita'. Oleh karena itu yang BWI tumbuhkan adalah kesadaran kolektif berwakaf. Kalau wakaf bisa jadi tradisi maka bangsa Indonesia akan mampu membangun budaya memberi. Di dalam interaksi sosial, budaya memberi adalah budaya yang paling tinggi

Ada tiga hal yang menjadi agenda utama BWI, yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Wakaf memiliki potensi dan kesempatan yang luar biasa untuk memajukan pendidikan, kesehatan dan ekonomi. "Kalau ini bisa kita dapatkan, maka yang namanya kualitas hidup kita akan semakin baik, dan itu adalah bagian dari melunasi janji kemerdekaan itu," kata Prof Nuh.

BWI juga sedang melaksanakan Rakornas Se-Indonesia di Hotel Sultan dan secara virtual pada Senin (14/9). Rakornas tahun ini mengusung tema Kebangkitan Wakaf Produktif Menuju Indonesia Emas 2045. Prof Nuh menjelaskan, tema ini diambil untuk mempersiapkan Indonesia 2045, yaitu 100 tahun Indonesia merdeka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement