Rabu 16 Sep 2020 08:36 WIB

‘Hari Kelam Bagi Bangsa Arab’

Organisasi Pembebasan Palestina menegaskan strategi Palestina tak akan berubah.

Dalam foto file 11 Februari 2020 ini, Presiden Palestina Mahmoud Abbas memegang peta saat dia berbicara selama pertemuan Dewan Keamanan di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam tiga dekade upaya perdamaian yang gagal, harapan Palestina untuk negara merdeka di wilayah yang direbut Israel dalam perang 1967 tidak pernah tampak begitu suram. Tetapi tidak ada indikasi kepemimpinan mereka yang menua akan mengubah arah. Abbas tetap berkomitmen pada strategi yang sama yang telah dia lakukan selama beberapa dekade - mencari dukungan internasional untuk menekan Israel agar menyetujui sebuah negara Palestina di Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur.
Foto: AP Photo/Seth Wenig, File
Dalam foto file 11 Februari 2020 ini, Presiden Palestina Mahmoud Abbas memegang peta saat dia berbicara selama pertemuan Dewan Keamanan di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam tiga dekade upaya perdamaian yang gagal, harapan Palestina untuk negara merdeka di wilayah yang direbut Israel dalam perang 1967 tidak pernah tampak begitu suram. Tetapi tidak ada indikasi kepemimpinan mereka yang menua akan mengubah arah. Abbas tetap berkomitmen pada strategi yang sama yang telah dia lakukan selama beberapa dekade - mencari dukungan internasional untuk menekan Israel agar menyetujui sebuah negara Palestina di Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur.

REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM – Palestina merasa dicampakkan oleh para sekutu lamanya. Ini menyusul normalisasi hubungan negara-negara Teluk dengan Israel, di antaranya Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain. Kesepakatan normalisasi hubungan dengan Israel ditandatangani di Gedung Putih, AS. Presiden Donald Trump bertindak sebagai tuan rumah, Selasa (15/9) waktu setempat.

Para pemimpin Palestina kini dituntut mengkaji secara keseluruhan strategi perjuangan mereka. Selama ini, Palestina bergantung pada sikap pan-Arab yang mendesak Israel mundur dari tanah pendudukan Tepi Barat dan Gaza. Mereka pun mendorong Israel mengakui Palestina sebagai negara dengan jika Israel menginginkan  normalisasi hubungan negara Arab. 

Namun, pekan lalu Palestina gagal membujuk Liga Arab mengecam negara yang melanggar sikap di atas. Upacara penandatanganan normalisasi hubungan dengan Israel di Gedung Putih akan menjadi''hari yang kelam dalam sejarah bangsa Arab,'' kata Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh, Senin (14/9) waktu setempat. Shtayyeh menambahka, saat ini Palestina mempertimbangkan hubungannya dengan Liga Arab. 

Namun, sejumlah kritik mengemuka bahwa langkah itu sudah terlambat. Presiden Mahmoud Abbas dianggap bertanggung jawab atas posisi Palestina yang kian terisolasi.''Hampir tak terlihat kepemimpinan Palestina mengubah pendekatannya selama ini,''ungkap Tareq Baconi, pengamat dari International Crisis Group seperti dilansir laman berita Reuters, Rabu (16/9).

Strategi Palestina berfokus pada upaya membawa ke pengadilan internasional dan memutus dominasi AS dalam penanganan konflik Palestina-Israel. Ia menyatakan, dukugan Arab dan Uni Eropa dalam strategi itu sangat krusial.Meski demikian, ia ragu Palestina mampu mempertahankan dukungan itu dan mencapai dukunga memadai untuk meraih keadilan yang diharapkan.

Di tengah tanda-tanda bergesernya sikap dukungan Arab, Sekjen Organisasi Pembebasan Palestina Saeb Erakat menegaskan, strategi membentuk negara yang mencakup Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza tak akan berubah. ''Kami tak bisa lepas dari hukum dan legalitas internasional untuk mencapai perdamaian dengan diakhirinya pendudukan Israel dan solusi dua negara.''

 

 

 

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement