Rabu 16 Sep 2020 22:08 WIB

Arsitektur Masjid Jami Nurul Amal Subang Mirip Masjid Demak

Bentuk atapnya khas nusantara yaitu berbentuk limas dengan tiga susun.

Masjid Jami Nurul Amal Subang
Foto: kotasubang.com
Masjid Jami Nurul Amal Subang

REPUBLIKA.CO.ID,SUBANG -- Masjid Nurul Amal, lokasinya berada di Kampung Mekar Wangi, Desa Cigadung, Kecamatan/ Kabupaten Subang. Masjid ini, berada di kompleks Wisma Haji Subang. Masjid ini, menjadi saksi bisu bagi para jamaah haji asal daerah ini. Karena, sebelum keberangkatan ke wisma haji Pondok Gede (embarkasi), biasanya para calon jamaah haji asal Subang melakukan shalat terakhir dulu di masjid ini.

Cece Suryana (40 tahun), salah satu pengurus DKM Masjid Nurul Amal, menceritakan, setiap tahunnya ratusan calon jamaah haji berkumpul di kompleks wisma haji ini. Sebelum pelepasan para jamaah, biasanya ada ritual dulu. Yakni, shalat berjamaah yang terakhir kalinya sebelum bertolak ke embarkasi. “Musim haji tahun ini, mereka shalat berjamaah Subuh di masjid ini," ujarnya, kepada Republika.

Berbagai niat, mereka ikrarkan dalam hati melalui shalat terakhir tersebut. Tentunya, ujar Cece, para jamaah haji itu meniatkan yang baik-baik selama melakukan ibadah di Tanah Suci. Dengan harapan, amal perbuatan mereka akan dibalas dengan pahala. Serta, pulangnya mendapat gelar haji yang mabrur. 

Karena itu, biasanya pada shalat terakhir sebelum berangkat ke embarkasi tersebut, para jamaah itu beri'tikaf sangat lama. Ada yang berdoa dengan pasangannya atau dengan anggota keluarga. Pokoknya, saat musim haji tiba, masjid ini sangat ramai. “Masjid ini, jadi saksi sejarah bagi mereka yang akan berhaji,” ujarnya. 

Cece menuturkan, Masjid Nurul Amal ini, diresmikan pada April 1987 lalu. Masjid dengan ukuran 20 meter x 20 meter ini, dibangun atas prakarsa Yayasan Amal Muslim Pancasila, yang dulunya diketuai oleh Presiden Soeharto. Karena itu, gaya arsitektur masjid ini menyerupai Masjid Demak. 

Yakni, bentuk atapnya khas nusantara yaitu berbentuk limas dengan tiga susun. Akan tetapi, bedanya masjid ini tak memiliki tiang soko guru seperti yang ada di Masjid Demak. Rongga dari atap masjid yang berbentuk limas itu, kata dia, ternyata dijadikan ventilasi udara. 

Dengan desain seperti itu, maka siklus udara ini, ke luar masuk melalui jendela dan ventilasi tersebut. Sehingga, tanpa mesin pendingin udara pun, ruangan di dalam masjid menjadi sangat sejuk. Terlebih lagi, udara yang masuk sangat segar. Karena, masjid dengan warna dominan putih dan berdinding keramik abu-abu ini di keliling pepohohan. Karena udaranya yang sejuk ini, maka setiap harinya masjid ini banyak dikunjungi umat Muslim. Terutama, mereka yang bekerja di kompleks wisma haji tersebut. “Biasanya yang datang ke masjid ini untuk me laksanakan shalat Dzuhur berjamaah, ” ujar Cece. 

Selain pegawai kantoran, masjid ini juga diserbu oleh anak-anak sekolah. Wajar, karena lokasi masjid ini berdekatan dengan sekolah. Sehingga, setiap waktu Dzuhur atau Ashar tiba, maka banyak dijumpai anak-anak berseragam yang sholat berjamaah. Karena itu, kata Cece, meskipun musim haji telah usai, masjid ini tetap banyak pengunjungnya. Apalagi, masjid ini sangat terbuka untuk umum. 

Dengan kata lain, 24 jam masjid ini tak pernah dikunci. Dengan begitu, kapanpun kaum Muslim mau mengunjungi masjid ini untuk beribadah, maka dia bebas dan tidak ada yang melarang. “Yang tidak boleh itu, kalau masjid ini jadi lokasi kampanye politik,” ujarnya. 

Dani Kusuma (17 tahun), pelajar asal SMKN I Subang, mengaku, jika waktu sekolah dirinya sering melaksanakan sholat berjamaah di masjid ini. Kata dia, kalau sudah shalat berjamaah, pikiran kembali jernih. Dengan pikiran yang jernih, maka pelajaran yang disampaikan guru masuk semua ke otak. “Makanya, saya selalu menyempatkan untuk shalat berjamaah. Hati jadi adem dan pikiran juga lebih fresh,” ujarnya.

 

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Kamis, 13 Nopember 2014

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement