Kamis 17 Sep 2020 07:00 WIB

Tutupi Defisit, Rusia akan Tambah Utang Rp 173,16 Triliun

Rasio utang terhadap PDB Rusia akan mencapai 20 persen pada tahun depan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Rusia
Bendera Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, MOSCOW – Pemerintah Rusia akan menambah pinjaman negara sebesar 875 miliar rubel atau sekitar 11,70 miliar dolar AS atau setara Rp 173,16 triliun (kurs Rp 14.800 per dolar AS) pada 2021. Rencana ini disampaikan Menteri Keuangan Anton Siluanov pada Rabu (16/9) waktu setempat.

Dalam pertemuan pemerintah, Siluanov mengatakan, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Rusia akan mencapai 20 persen tahun depan. Ia menambahkan, perkiraan pengeluaran anggaran Rusia akan tumbuh pada 2021 sampai 2023 dibandingkan target yang ditetapkan sebelum krisis kesehatan.

Baca Juga

Seperti dilansir di Reuters, Rabu (16/9), Rusia memprediksi, anggarannya akan tetap defisit selama tiga tahun ke depan. Sebab, harga minyak terus melemah dan dampak ekonomi dari pandemi virus corona telah membebani keuangan negara.

Meski rasio utang bertambah menjadi 20 persen dari PDB, para ahli menilai, utang publik Rusia akan tetap di bawah tingkat utang negara-negara berkembang. Analis Finam, Sergey Perekhod, mengatakan, tingkat utang Rusia akan tetap jauh lebih kecil dibandingkan beban utang aman yang ditetapkan secara umum.

Ia mencatat, untuk negara berkembang, tingkat utang mereka sekitar 53,8 persen dari PDB. Untuk India, 68,6 persen, Turki 35,6 persen, Brasil 91,9 persen, Afrika Selatan 65,3 persen, dan Arab Saudi 24,5 persen.

"Sedangkan, utang Rusia terhadap PDB secara nominal masih kecil," kata Perekhod, seperti dilansir di kantor berita Rusia, TASS, Ahad (13/9).

Pengelolaan Pemerintah Rusia terhadap rendahnya tingkat utang publik dikaitkan dengan stabilitas makroekonomi. Kepala Ekonom Sovcombank, Kirill Sokolov, bahkan menyebutkan, Rusia bisa saja meningkatkan rasio utangnya menjadi 30 persen dari PDB tanpa mengancam stabilitas keuangan.

Tapi, Sokolov menekankan, pemerintah harus cermat dalam berutang. "Jika ini merupakan investasi yang efektif dan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, maka investor akan menyambut baik peningkatan utang," tuturnya.

Sepanjang 2020, perekonomian Rusia diprediksi dapat terkontraksi empat persen. Siluanov menjelaskan, tren pemulihan ekonomi yang sudah tertekan pandemi kini harus kembali ‘rusak’ akibat harga minyak yang rendah.

Saat ini, Siluanov berupaya menarik masuk investasi asing di sektor riil. Dalam forum diskusi keuangan yang  dihadiri Gubernur Bank Sentral Elvira Nabiullina pada Selasa (8/9), Siluanov juga menawarkan surat utang pemerintah Rusia atau OFZ kepada investor dengan suku bunga relatif menarik.

Promosi itu dilakukan untuk menekan potensi tingkat utang yang terlampau tinggi. “Besarnya utang yang kami pinjam tahun ini akan tergantung apakah investor asing percaya pada kami atau tidak. Kalau investor asing tidak banyak, pinjaman pun tidak akan banyak,” kata Siluanov.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement