Jumat 18 Sep 2020 18:56 WIB

Bagaimana Rasulullah Menangani Kritik?

Nabi Muhammad SAW bisa menjadi teladan untuk menerima kritikan dengan rendah hati

Rep: Zainur mahsir Ramadhan/ Red: Esthi Maharani
Rasulullah SAW (ilustrasi)
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Rasulullah SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kritikan kerap kali sulit dihadapi. Namun demikian, Nabi Muhammad SAW bisa menjadi teladan untuk menerima kritikan dengan rendah hati dan menjadikannya masukan positif.

Dikisahkan suatu saat seorang rabi Yahudi, Zaid ibn Sun'ah, datang untuk menagih utang yang harus dibayar Nabi kepadanya. Mendapati sang nabi, dirinya langsung menarik jubah Rasulullah dari bahunya dan menyapanya dengan kasar, ‘’Kamu, anak Abdul-Muthalib, menghabiskan waktu.’’

Mendapati perlakuan itu, bukan Rasulullah, melainkan Umar ibn Al-Khattab yang marah dengan perbuatan Zaid, seraya berkata, “Wahai Musuh Allah, apakah kamu berbicara dengan Rasulullah dan berperilaku seperti itu padanya?! Demi Dia yang mengirimnya dengan kebenaran, jika bukan karena takut kehilangan Surga, aku akan memenggal kepalamu dengan pedangku! "

Namun, Rasulullah tetap tersenyum dan berkata pada Umar, bahwa lelaki tersebut berhak mendapat perlakuan yang lebih baik. Rasulullah melanjutkan, seharusnya Umar lah yang harus menasehati sang Nabi agar melunasi utangnya.

Tak selesai di situ, Nabi Muhammad berpaling kepada Zaid, dan berkata: ‘’Masih ada tiga hari sebelum waktu yang ditentukan untuk pelunasan.’’

Pada saat yang sama, ia meminta Umar untuk melunasi pinjaman itu dan memberikan Zaid nilai lebih dari yang harus diterimanya, untuk mengkompensasi sikap ancaman dari Umar sebelumnya.

Dalam kejadian ini, Nabi Muhammad tidak menunjukkan sikap defensif. Bahkan, diketahui jika Nabi tidak pernah marah untuk dirinya sendiri.

Mengutip About Islam Jumat (18/9), Aisha, istri Nabi, juga berkata: ‘’Nabi tidak pernah membalas dendam untuk dirinya sendiri kecuali kehormatan Allah dilanggar. Kemudian dia akan membalas dendam demi Allah.’’ (HR. Al-Bukhari).

Tak hanya kisah itu, sikap Nabi Muhammad yang menerima kritikan dengan tenang juga terjadi dengan Kelompok Ansar. Dalam suatu kisah, setelah pertempuran, Nabi diceritakan membagikan barang jarahan kepada orang-orang. Yang pertama menerima barang rampasan dan yang mendapat bagian paling banyak, adalah orang-orang yang baru saja memeluk Islam.

Sesaat setelah memberikannya, Nabi Muhammad memerintahkan Zaid ibn Thabit untuk mengambil barang jarahan dan memanggil orang-orang. Kemudian, dirinya menunjuk bagian yang akan diberikan kepada rakyat.

Meski pembagian dilakukan sesuai kebijakan yang setara, beberapa orang tidak menghargai keputusan itu. Beberapa di antaranya dilakukan oleh orang Madinah.

Pengaduan mulai muncul, hingga akhirnya Saad ibn Ubadah mendatangi Nabi dan berkata, “Ya Rasulullah, kelompok Ansar (orang Madinah) ini kesal dengan pembagian barang rampasan. Anda telah membagikan bagian kepada sanak saudara Anda sendiri dan memberikan banyak hadiah kepada suku-suku Arab, dan tak menyisakan Ansar apapun. "

Mendapati laporan itu, Rasulullah bertanya pada Saad, ‘’O Saad, bagaimana menurutmu?’’. Ditanya seperti itu, Saad mengaku tak tahu harus apa, hingga Nabi Muhammad berkata kepadanya, ‘’Bawa orang-orangmu kepadaku.’’

Ketika dipanggil, alih-alih mencela dan meragukan keadilannya, Rasulullah menghadap mereka dan bersyukur seraya memuji Allah. Nabi Muhammad SAW juga bersabda: ‘’Demi Allah, aku bersaksi tentang kebenaran, ‘Kalian datang kepada kami dengan mengingkari serta menolak dan kami menerima kalian; Kalian datang kepada kami dalam keadaan tidak berdaya dan kami membantu kalian; buronan, dan kami menerima kalian; miskin dan kami menghiburmu. "

‘’Wahai orang-orang Al-Ansar, apakah Anda merasa berkeinginan untuk hal-hal duniawi yang saya upayakan untuk mendorong orang-orang ini kepada Iman di mana Anda telah ditetapkan?

‘’Apakah kalian tidak puas, hai orang-orang Al-Ansar bahwa orang-orang akan pergi dengan domba dan unta, sementara kalian akan kembali bersama Rasulullah ke tempat tinggalmu?

‘’Ya Allah! Kasihanilah orang-orang Al-Ansar, anak-anak mereka, dan anak-anak dari anak-anak mereka.’’. Mendapati perkataan itu, mereka tak luput dari tangisan dan berkata, “Ya, kami puas, ya Nabi Allah!”

Dari kisah tersebut, Nabi hanya melihat suatu masalah lurus ke depan dengan tetap memberikan kebaikan dalam menangani situasi tersebut. Alih-alih menghukum karena kebijakannya yang tidak disetujui, Rasulullah justru melakukannya agar umat memahami alasan di balik tindakannya. Dari kisah-kisah Rasulullah tersebut, Muslim bisa mengambil contoh dan teladan untuk menangani kritik dengan positif dan rendah hati dalam segala situasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement