Senin 21 Sep 2020 20:33 WIB

Perang Hunain Sempat Kalah Lalu Menang, Apa Pelajarannya?

Umat Islam sempat kalah pada Perang Hunain lalu raih kemenangan gemilang.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Umat Islam sempat kalah pada Perang Hunain lalu raih kemenangan gemilang. Ilustrasi Perang Hunain
Foto: MgIt03
Umat Islam sempat kalah pada Perang Hunain lalu raih kemenangan gemilang. Ilustrasi Perang Hunain

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—  

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ ۙ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ

Baca Juga

ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ

 

“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai. 

Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.”   

 

Suku Hawazin dan suku Tsaqif di Thaif merupakan suku yang masih membangkang dan tidak terima atas kemenangan Rasulullah SAW merebut kota Makkah tanpa menumpahkan darah. Keduanya merupakan suku bangsa Arab yang besar dan kuat, termasyhur, pemberani, dan ahli dalam pertempuran atau perang. 

Perang antara kaum Muslimin dan dua suku ini dinamakan Perang Hunain. Banyak pelajaran dari peristiwa perang ini yakni jangan sombong dan salah niat dalam menegakan Agama Allah.  

Mereka hidup pada suatu dataran yang subur, luas berudara nyaman yaitu di dataran Hunain. Oleh karena tinggal di dataran tinggi dan udara nyaman, hasil pertanian dan ternak mereka berlimpah ruah yang menjadi mereka kaya raya dan menjadi kuat.   

Rasulullah SAW mengetahui bahwa dua suku ini yang dipimpin Malik bin Auf akan menyerang pasukan Muslim itu berdasarkan informasi dari utusannya bernama Abdullah bin Abi Hadrad al-Aslamy. Rasulullah mengutus Abdullah agar tinggal di tengah-tengah kabilah itu untuk melakukan pemantauan.  

Abdullah menyampaikan kepada Rasulullah  SAW bahwa pimpinan mereka Malik bin Auf secara terang-terangan di hadapan orang banyak menyatakan bahwa setiap orang Hawazin akan turut dalam penyerangan ini tanpa kecuali, termasuk wanita-wanita (istri-istri) mereka dan anak-anak dengan membawa seluruh harta benda di dalam pertempuran melawan Rasulullah.  

Di belakang setiap laki-laki, akan berdiri istri, anak-anak mereka dan harta benda masing-masing ditetapkan begitu agar mereka berjuang mati-matian menjaga diri, istri, anak-anak dan harta benda mereka.  

Penulis legendaris buku hidup sesudah mati H Bey Arifin dalam bukunya. "Rangkaian cerita Alquran Kisah Nyata Peneguh Iman" menuliskan bahwa strategi Malik bin Auf ini pernah diprotes salah seorang di antara pemimpin mereka yang bernama Duraid bin Shamih. Ia berkata kepada Malik bin Auf:

"Cobalah engkau pertimbangkan apakah baik apabila engkau menang, maka yang menyebabkan kemenangan itu adalah hanya kaum laki-laki yang bertempur dengan mata pedangnya. Tapi jika engkau kalah, seluruhnya menderita atau musnah, termasuk wanita-wanita, istri-istri, anak-anak, dan semua harta benda mereka?" 

Malik bin Auf tetap atas pendiriannya ia menolak masukkan Duraid lalu berpaling kepada kaumnya dan berkata. "Hai masyarakat Hawazin, hendaklah kalian menaati aku. Kalau tidak aku akan duduk di atas ujung pedangku, sehingga pedang itu akan menembus dadaku sampai ke punggungku."

Melihat semangat yang berapi-api itu, orang banyak turut bersemangat dan berkata kepada Malik. "Aku akan patuh menuruti perintahmu." 

Tercatat dalam perang yang disebut perang Hunain ini Malik bin Auf menerjunkan 20 ribu mata pedang lengkap dengan istri, anak-anak, dan harta benda masing-masing. 

Dalam pidatonya menjelang keberangkatan Malik bin Auf berkata, "Kita harus serempak mendahului menyerang sebelum diserang titik kemenangan akan berada di pihak yang mendahului itu," katanya. 

Setelah menerima laporan Abdullah bin Hadrad bahwa kaum Hawazin menyerang Rasulullah. Rasulullah memanggil Umar bin Khattab untuk meminta pendapatnya,  Umar menyarankan bahwa suku itu harus diserang dengan tidak menghiraukan berapa besarnya jumlah mereka. 

Rasulullah menerjunkan 12 ribu pasukan termasuk wanita untuk melawan kaum wanita dari pihak musuh. Sebagian dari mereka adalah orang-orang yang baru masuk Islam setelah direbutnya kota Makkah. 

Dan sebagian mereka berangkat ke medan perang dengan harapan akan mendapatkan harta rampasan yang amat banyak sebagian mereka bersombog diri karena jumlah yang amat banyak itu. Ada yang berkata “Kita pasti menang. Kita tidak akan kalah karena sedikit.”   

Rasulullah SAW tidak senang mendengar ucapan yang demikian itu bukan saja tidak senang, malah Rasulullah menjadi khawatir bahwa Allah SWT tidak senang terhadap kaum yang sombong. Dan benar atas kesombongan dan  kemusyrikan mereka karena telah percaya kepada pohon bernama Zati Anwath, pasukan Muslimin kalah. 

"Allah rupanya memberi hukuman karena kesombongan mereka yang mengatakan menang dan juga karena kurang sucinya tujuan dari sebagian mereka yang turut berperang itu," katanya.

Kaum Muslimin dikalahkan dengan sejelek-jelek kekalahan, lalu mundur ke belakang. Apa lagi banyak pula di antara mereka pemuda-pemuda yang belum berpengalaman di medan perang, yaitu pemuda-pemuda Makkah yang baru masuk Islam. Kekalahan mungkin karena dosa mereka yang mau mengambil berkah dari pohon Zati Anwath yang menyatakan kemusyrikan.

Namun melihat kekalahan itu Rasulullah tidak gusar. Beliau mengangkat senjata bertakbir untuk memompa semangat para pasukan Muslimin. Setelah membuat kumpulan musuh, pasukan Muslim akhirnya menang, karena kesombongan mereka diganti dengan perasaan minta ampun dan tobat. 

Tadinya niat berperang itu untuk mendapatkan harta rampasan perang, kini mereka bertujuan perang untuk menegakkan agama Allah. "Musuh terus mundur dan lari terbirit-birit, sedangkan mereka mengejar dari belakang," katanya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement