Selasa 22 Sep 2020 16:38 WIB

Si Thaghut Yahudi pada Zaman Nabi SAW

Ka'ab bin al-Asyraf tak hanya memusuhi Nabi SAW, tetapi juga bersifat thaghut

(Ilustrasi) Si Thaghut Yahudi pada Zaman Nabi SAW
Foto: Pixabay
(Ilustrasi) Si Thaghut Yahudi pada Zaman Nabi SAW

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ka'ab bin al-Asyraf merupakan seorang tokoh masyarakat Madinah, khususnya kaum Yahudi setempat. Ia terkenal karena kepandaian dan juga kekayaannya. Ia juga gemar mendermakan hartanya untuk kepentingan umum, terutama penghidupan para pendeta Yahudi.

Ibnu Abbas menghubungkan nama tokoh tersebut tatkala menafsirkan surah an-Nisa ayat 51-52. Menurut pakar ilmu tafsir Alquran itu, yang dimaksud dengan thaghut dalam firman Allah SWT itu ialah Ka'ab bin al-Asyraf, sedangkan jibt adalah Huyay bin Akhthab.

Baca Juga

Sifat thaghut melekat pada diri Ka'ab karena kedudukannya di tengah kaum Yahudi Madinah. Dengan kekayaannya, dia merasa bisa memegang kendali atas semua pendeta Yahudi.

Dikisahkan, suatu ketika sejumlah pendeta Yahudi sangat kelaparan. Tidak ada apa-apa di rumah mereka, sementara istri dan anak masing-masing memerlukan makanan.

Maka, mereka sepakat untuk mendatangi Ka'ab bin al-Asyraf. Sebab, dialah yang paling suka menderma di tengah kaum Yahudi.

Ka'ab menerima pendeta-pendeta itu dengan baik. Namun, sebelum memberikan jamuan, ia sempat bertanya, "Bagaimana pendapat kalian tentang Muhammad? Dia belum lama tiba di kota ini dan mengaku sebagai seorang nabi."

"Sepertinya dia memang seorang utusan Allah," kata para pendeta Yahudi yang menjadi tamu Ka'ab itu serempak.

"Apa benar begitu? Sudahkah kalian memeriksa kitab-kitab yang kalian baca?" tanya Ka'ab lagi.

"Dia (Muhammad) memang adalah hamba Allah dan utusan-Nya," timpal mereka lagi.

"Sayang sekali," sergah Ka'ab, "tadinya aku mau membantu kalian. Namun, sepertinya makanan dan pakaian ini bukan untuk kalian."

Para tamu itu melongo. Mereka paham, Ka'ab secara halus sedang memaksa mereka untuk sependapat dengannya.

Para pendeta Yahudi itu pun pamit. Segera, mereka kembali ke rumah masing-masing dan menulis sifat-sifat utusan Allah SWT. Setelah itu, mereka mendatangi Nabi Muhammad SAW dan berbincang-bincang dengan beliau shalallahu 'alaihi wasallam.

Selanjutnya, mereka bergegas ke rumah Ka'ab bin al-Asyraf lagi.

"Wahai Ka'ab!" kata seorang perwakilan mereka, "sungguh, awalnya kami mengira Muhammad adalah nabi. Ternyata, sifat-sifat utusan Allah sebagaimana yang tercatat dalam kitab-kitab kami tidak ada padanya. Jadi, Muhammad bukanlah seorang nabi!"

Amat gembira Ka'ab mendengar perkataan itu. Ia pun langsung memberikan makanan, pakaian, dan uang kepada para pendeta Yahudi yang kelaparan itu.

Turunlah firman Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, yakni surah Ali Imran ayat 77.

اِنَّ الَّذِيْنَ يَشْتَرُوْنَ بِعَهْدِ اللّٰهِ وَاَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيْلًا اُولٰۤىِٕكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللّٰهُ وَلَا يَنْظُرُ اِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَلَا يُزَكِّيْهِمْ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ - ٧

(Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah, mereka itu tidak memperoleh bagian di akhirat, Allah tidak akan menyapa mereka, tidak akan memperhatikan mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.")

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement