Selasa 22 Sep 2020 18:07 WIB

Sahabat Rasulullah SAW Ini Menyesal Sebelum Wafat

Sesal yang ditunjukkan sahabat Rasulullah SAW ini berkenaan dengan amal kebajikan

Sahabat Rasulullah SAW Ini Menyesal Sebelum Wafat (Ilustrasi).
Foto: Dok Republika.co.id
Sahabat Rasulullah SAW Ini Menyesal Sebelum Wafat (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cerita keteladanan para sahabat Nabi Muhammad SAW begitu banyak. Salah satunya datang dari sosok Sya'ban radhiyallahu anhu. Seperti para sahabat Rasulullah SAW semua, ia pun gemar berjamaah di masjid.

Uniknya, Sya'ban selalu datang ke masjid sebelum azan berkumandang. Begitu sampai, ia pun selalu mengambil posisi di pojok ruangan masjid. Alasannya, dirinya tak ingin menghalangi orang lain yang hendak melakukan shalat sunah.

Baca Juga

Hari yang tak disangka-sangka tiba. Sebelum memimpin shalat subuh, Rasulullah SAW merasa heran. Sebab, beliau tidak menjumpai Sya’ban pada posisi seperti biasanya. Beliau pun bertanya kepada jamaah, adakah yang melihat Sya’ban? Tak ada seorang pun yang mengaku melihat sahabat tersebut.

Shalat subuh sempat ditunda sejenak demi menunggu kehadiran Sya’ban. Namun, yang ditunggu-tunggu belum datang juga. Karena khawatir kesiangan, Rasulullah SAW pun memutuskan segera melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Hingga shalat itu selesai, Sya’ban belum datang juga.

"Apakah ada yang mengetahui kabar Sya’ban?” tanya Nabi SAW. Namun, tidak ada seorang pun yang mengetahui kabar yang bersangkutan.

Beliau lantas mengajak para sahabat untuk bertamu ke rumah Sya'ban. Seorang dari mereka menjadi penunjuk jalan.

Perjalanan dari masjid ke rumah Sya’ban ternyata cukup jauh.

Akhirnya, Rasulullah SAW dan para sahabat sampai di tujuan tatkala masuk waktu dhuha.

“Benarkah ini rumah Sya’ban?” tanya Rasulullah.

“Ya benar, ini rumah Sya’ban. Saya istrinya.” jawab perempuan yang membuka pintu rumah tersebut.

“Bolehkah kami menemui Sya’ban? Sebab, ia tidak hadir shalat Subuh di masjid pagi ini,” tanya Rasul.

Dengan berlinangan air mata, istri Sya’ban menjawab “Suamiku telah meninggal tadi pagi”.

“Inna lillahi wa inna ilaihi raaji'uun," ujar para tamu.

Kemudian, istri Sya’ban mengatakn, “Ya Rasulullah. Ada satu hal yang menjadi tanda tanya bagi kami. Menjelang wafatnya, suami saya sempat berteriak tiga kali. Masing-masing teriakan disertai satu kalimat. Kami semua tidak paham apa maksudnya.”

“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah.

“Dia berucap 'Aduh, kenapa tidak lebih jauh, aduh kenapa tidak yang baru, aduh kenapa tidak semua,'" kata istri Sya’ban menirukan perkataan almarhum.

Rasulullah SAW lantas melantunkan Alquran surah Qaaf ayat 22. Artinya, “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.”

“Saat Sya’ban dalam keadaan sakaratul maut," tutur Nabi SAW, "Allah SWT menampilkan gambaran perjalanan hidupnya. Bukan hanya itu. Semua ganjaran dari perbuatannya pun diperlihatkan. Apa yang dilihat oleh Sya’ban tidak bisa disaksikan orang lain."

"Saat itu," lanjut Rasulullah SAW, "Sya’ban ra melihat kesehariannya, yakni pergi-pulang ke masjid untuk shalat berjamah lima waktu. Sya’ban juga diperlihatkan besarnya pahala yang diperolehnya dari langkah-langkahnya ke masjid.”

"Saat melihat seperti apa bentuk surga yang dijanjikan sebagai ganjarannya, Sya'ban berucap 'Aduh mengapa tidak lebih jauh!' Ada perasaan sesal dalam diri Sya’ban, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkannya lebih indah lagi."

"Selanjutnya," kata Nabi SAW, "Sya’ban juga melihat keadaan saat dirinya hendak berangkat shalat berjamaah di suatu hari musim dingin. Baru saja ia membuka pintu, berembuslah angin yang begitu dingin. Dia kembali ke dalam rumahnya untuk mengambil satu baju pelapir. Maka Sya’ban memakai dua baju, yakni yang bagus di dalam dan yang kurang bagus di luar.

Sya'ban berpikir, jika dalam perjalanan terkena debu, tentulah yang kotor hanyalah baju luar. Begitu sampai di masjid, dia bisa membuka baju pelapis dan shalat dengan baju yang lebih bagus.

Namun, dalam perjalanan menuju masjid dia menemukan seseorang tersungkur kedinginan. Sya’ban pun merasa iba. Dengan segera, ia melepas bajunya yang paling luar, lalu dipakaikan kepada orang tersebut. Bahkan, ia memapahnya ke masjid agar dapat melakukan shalat subuh bersama-sama.

Orang itu pun selamat dari mati kedinginan. Allah SWT menampakkan ganjaran pahal untuk Sya’ban dengan perbuatannya ini. Ia pun melihat indahnya surga sebagai balasan amalannya, memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut. Maka dia berteriak 'Aduh! Kenapa tidak yang baru!?'"

"Kemudian," tutur Rasulullah SAW, "Sya’ban melihat gambaran ketika dirinya hendak sarapan dengan roti dan segelas susu. Saat akan memulai sarapan, seorang pengemis muncul di depan pintu rumahnya. Pengemis itu meminta sedikit roti dari Sya'ban karena dirinya sudah tiga hari tidak makan.

Melihat itu, Sya’ban merasa iba. Ia membelah roti miliknya dan memberi sebagian kepada si pengemis. Keduanya pun makan bersama-sama. Allah SWT memperlihatkan ganjaran atas amalan ini kepada Sya’ban, yaitu surga yang indah. Tatkala melihat itu, Sya’ban berteriak 'Aduh kenapa tidak semua (roti diberikan)!?'"

Demikianlah, penyesalan sahabat Nabi SAW Sya'ban RA. Bukan karena dirinya telah melakukan perbuatan maksiat, melainkan amalan kebaikan yang baginya belum cukup optimal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement