Rabu 23 Sep 2020 12:51 WIB

Jokowi di Sidang PBB: Perang tak akan Menguntungkan

Jokowi peringatkan bahaya perang di tengah ketegangan AS dan China

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Joko Widodo bersiap menyampaikan pidato untuk ditayangkan dalam Sidang Majelis Umum ke-75 PBB secara virtual di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/9/2020). Dalam pidatonya Presiden Joko Widodo mengajak pemimpin dunia untuk bersatu dan bekerja sama dalam menghadapi pandemi COVID-19.
Foto: KEMENLU/ANTARA
Presiden Joko Widodo bersiap menyampaikan pidato untuk ditayangkan dalam Sidang Majelis Umum ke-75 PBB secara virtual di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/9/2020). Dalam pidatonya Presiden Joko Widodo mengajak pemimpin dunia untuk bersatu dan bekerja sama dalam menghadapi pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jokowi secara terang-terangan menyebut masih ada perpecahan dan rivalitas yang justru semakin tajam antarnegara di dunia. Hal ini ia singgung dalam pidatonya sebagai Presiden RI di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu (23/9) pagi.

Dalam pidato pagi tadi, Jokowi juga mengingatkan latar belakang dibentuknya PBB pada 75 tahun lalu setelah perang dunia II, dengan maksud agar konflik besar seripa tidak berulang. PBB ujarnya, dibangun agar seluruh negara di dunia kembali damai dan bisa hidup berdampingan.

Baca Juga

"Perang tidak akan menguntungkan siapapun. Tidak ada artinya sebuah kemenangan yang dirayakan di tengah kehanduran. Tidak ada artinya menjadi kekuatan ekonomi terbesar di tengah dunia yang tenggelam," ujar Jokowi dalam pidatonya.

Meski begitu, Jokowi tidak menyebut secara gamblang negara-negara mana saja yang terlibat dalam rivalitas dan perpecahan yang dimaksud.

 

Bila ditelaah lebih dalam, maka besar kemungkinan Presiden Jokowi menyindir ketegangan antarnegara ekonomi terbesar, Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua negara tersebut memang sejak lama terlibat perseteruan, baik dalam hal ekonomi atau geopolitik.

Selain perang dagang, ketegangan AS-China juga kembali memuncak di Laut China Selatan. AS diketahui kerap melakukan operasi kebebasan navigasi di Laut China Selatan menggunakan kapal perang. China pun memandang hal ini sebagai aksi provokatif. Sebagai respons, China juga rutin menggelar latihan militer di wilayah perairan tersebut.

China diketahui mengklaim sekitar 90 persen atau 1,3 juta mil persegi wilayah LCS sebagai teritorialnya. Klaim itu didasarkan pada garis putus-putus atau garis demarkasi berbentuk "U" yang diterbitkan pada 1947.Klaim itu telah ditentang sejumlah negara ASEAN, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Indonesia. AS pun menolak klaim China karena menganggap LCS sebagai wilayah perairan internasional.

Sementara di sisi ekonomi, perang dagang pun tak kalah panas. Babak baru perang dagang AS-China dimulai setelah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menilai AS melanggar aturan perdagangan global lantaran mematok tarif miliaran dolar AS kepada China. Menurut WTO, bea masuk yang diterapkan AS menyalahi aturan karena hanya diberlakukan untuk China.

Melalui pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB hari ini, Presiden Jokowi mengajak semua negara untuk mengendalikan ego geopolitiknya dan tetap menghormati kedaulatan dan integritas setiap wilayah negara. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir ini, menurut Jokowi, seharusnya seluruh negara bersatu dan bekerja sama.

"Kita seharusnya bersatu padu selalu menggunakan pendekatan 'win-win' pada hubungan antarnegara yang saling menguntungkan. Jika perpecahan dan rivalitas terus terjadi maka saya khawatir pijakan bagi stabilitas dan perdamaian yang lestari akan goyah atau bahkan akan sirna, dunia yang damai dan sejahtera semakin sulit diwujudkan," kata Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement