Senin 28 Sep 2020 13:04 WIB

Kemenag Sampaikan Usulan Sementara Tarif Sertifikasi Halal

Tarif sertifikasi halal diusulkan dalam rentang Rp 0 rupiah hingga Rp 4,89 juta

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Sertifikasi Halal.
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ilustrasi Sertifikasi Halal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan, tarif sertifikasi halal dalam rentang Rp 0 rupiah hingga Rp 4,89 juta. Namun, tarif tersebut masih bersifat usulan, karena belum resmi ditetapkan dalam beleid hukum terkait, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid menjelaskan, penetapan tarif layanan sertifikasi halal merupakan hal mendesak. Di antaranya, untuk menjamin kepastian hukum serta memberikan keadilan dan transparansi dalam layanan Jaminan Produk Halal (JPH).

Secara lebih rinci, Zainut menjelaskan, sertifikasi halal Rp 0 akan diberikan kepada kegiatan usaha dalam negeri dengan kategori omzet kurang dari Rp 1 miliar per tahun. Sedangkan, tarif terbesar ditujukan untuk kegiatan usaha luar negeri.

"Tarifnya, Rp 4,89 juta," ucapnya, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (28/9).

Sampai saat ini, tarif layanan sertifikasi halal belum ditetapkan secara resmi oleh pemerintah. Padahal, pemberian kewajiban sertifikasi halal untuk dunia usaha sudah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang seharusnya dimulai sejak Oktober 2019.

Zainut mengakui, belum adanya tarif sertifikasi halal telah memberikan berbagai implikasi. Di antaranya, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai Badan Layanan  Umum (BLU) yang bertanggung jawab atas sertifikasi halal, tidak akan berjalan dengan efektif. Khususnya, dalam mencapai target Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Di sisi lain, Zainut menambahkan, BPJPH tidak dapat memanfaatkan aset yang dimiliki untuk mengembangkan unit bisnis. Implikasi berikutnya, negara tidak dapat menerima PNBP dari proses sertifikasi produk halal. "Berikutnya, tidak ada akuntabilitas pembiayaan sertifikasi halal," ucapnya.

Zainut menjelaskan, pihaknya akan membahas usulan tarif ini secara lebih lanjut dan intensif dengan Kemenkeu. Terutama dengan melakukan beberapa penyesuaian terhadap poin sertifikasi halal dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang kini masih terus dibahas bersama DPR.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Andin Hadiyanto menyebutkan, usulan detail tarif telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).

Andin mengatakan, pemerintah memberikan mandatory sertifikasi halal dengan berbagai tujuan. Salah satunya, memberikan kepastian ketersediaan produk halal, memberikan nilai tambah bagi pelaku usaha dan memberikan nilai tambah pada kesehatan masyarakat.

"Jadi, nilai tambahnya bukan hanya untuk pelaku usaha, juga kesehatan masyarakat," tuturnya.

Berikut Tarif Sertifikasi Halal (dari paparan Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid)

1.       Kegiatan usaha dalam negeri

-          Omzet kurang dari Rp 1 miliar : Rp 0

-          Omzet yang sama atau lebih besar dari Rp 1 miliar (Golongan I) : Rp 1.630.000

-          Golongan II : Rp 2.852.000

-          Golongan III : Rp 3.260.000

-          Golongan IV : Rp 4.075.000

2.       Kegiatan usaha luar negeri : Rp 4.899.000

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement