Senin 12 Oct 2020 13:53 WIB

Merger Bank Syariah Harus Segera

Dengan keterpurukan sektor finansial global tapi perbankan syariah masih resilient.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Fuji Pratiwi
Ekonom dan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Periode 2015-2020 Fauzi Ichsan. Fauzi menilai, merger bank syariah harus dilakukan segera agar mendapatkan momentum tepat.
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Ekonom dan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Periode 2015-2020 Fauzi Ichsan. Fauzi menilai, merger bank syariah harus dilakukan segera agar mendapatkan momentum tepat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana merger bank syariah diminta segera dilaksanakan untuk mengambil momentum. Dengan merger, bank syariah bisa efisien dalam penggalangan dana, operasional, dan belanja.

Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 2015-2020 Fauzi Ichsan menyampaikan, industri perbankan syariah memiliki prospek besar untuk terus tumbuh dan menjadi energi baru untuk ekonomi nasional. 

Baca Juga

"Aksi konsolidasi akan berdampak pada turunnya biaya penggalangan dana bank syariah sehingga memungkinkan untuk memperluas ruang gerak," kata Fauzi kepada wartawan, belum lama ini.

Selain itu, merger juga dianggap menjadi solusi untuk mengatasi tingginya biaya operasional dan belanja modal (capital expenditure/ capex) yang kerap dialami perbankan syariah. Dengan konsolidasi, biaya penggalangan DPK, biaya operasional, dan capex bisa ditekan. 

Prospek cerah juga dimiliki perbankan syariah karena industri ini terbukti mampu bertahan di tengah pengaruh buruk pandemi Covid-19. Bahkan, kinerja industri perbankan syariah tercatat lebih baik dibanding kondisi perbankan konvensional.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan Pembiayaan Yang Disalurkan (PYD) perbankan syariah per Juni 2020 mencapai 10,13 persen secara tahunan (year on year/yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan konvensional yakni 1,49 persen (yoy) pada periode tersebut.

Selain itu, perbankan syariah mencatat kenaikan DPK yang lebih tinggi dibanding bank-bank konvensional. Pada periode yang sama, pertumbuhan DPK perbankan syariah di Indonesia mencapai 9 persen (yoy), sementara industri perbankan konvensional 7,95 persen (yoy).

Dari sisi permodalan, bantalan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan syariah juga terjaga di angka 21,20 persen per Juni 2020. Rasio ini jauh di atas ambang batas kecukupan modal yang diatur otoritas sekitar 12-14 persen.

Dengan keterpurukan sektor finansial global tapi perbankan syariah masih resilient. Bahkan karena perbankan syariah relatif muda usianya di Indonesia, beberapa bank sudah mengembangkan layanan digital lebih baik dan bagus daripada bank konvensional.

Demi memperkuat pertumbuhan dan penetrasi layanan perbankan syariah, Fauzi menyarankan agar akuisisi atau merger bank-bank ini segera dilakukan. Aksi ini dibutuhkan untuk mengangkat daya saing perbankan syariah terhadap bank konvensional dan peningkatan ekonomi nasional.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement