Selasa 13 Oct 2020 07:00 WIB

Turki Dakwa Akademisi AS Seumur Hidup

Akademisi AS ini dituduh terlibat dalam gerakan Gulen.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Amerika Serikat (AS) dan Turki.
Foto: Oilprice
Bendera Amerika Serikat (AS) dan Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Akademisi Amerika Serikat (AS) Henri Barkey dan pengusaha Turki Osman Kavala dituduh terlibat dalam gerakan Gulen yang sejak 2016 lalu diincar pemerintah Presiden Tayyep Erdogan. Dilansir dari Al-Arabiya, Selasa (12/10) pada pekan lalu pengadilan Istanbul merilis surat dakwaan dan memerintahkan penahanan mereka.

Keduanya dituduh terlibat dalam kudeta gagal tahun 2016. Surat dakwaan tersebut menuntut mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS Henri Barkey dan pengusaha Osman Kavala dengan ancaman hukuman seumur hidup.

Baca Juga

Mereka dituduh melakukan ‘spionase politik dan militer’ dan ‘mencoba mengubah konstitusi’. Kavala, tokoh masyarakat terkemuka di Turki. Tiga tahun yang lalu ia hampir dipenjara. Organisasi hak asasi manusia (HAM) Amnesty International menilai dakwaan terhadapnya ‘tidak masuk akal’.

Gerakan Gulen digagas oleh ulama, tokoh pergerakan dan pemikir Fethullah Gulen. Tokoh yang sedang berada di pengasingan ini lahir di Izmir, Turki, pada 1941.

Ayahnya, Ramiz Gulen, juga seorang ulama. Sejak kecil ia sudah fokus mempelajari agama Islam. Pada usia 14 tahun ia sudah memberikan ceramah keagamaan.

Pada 1959, saat usianya menginjak 18 tahun, Gulen sudah mendapatkan izin menjadi pendakwah. Kariernya sebagai pemuka agama dimulai di kota kelahirannya, Izmir.

Di kota inilah Gulen mulai memperkenalkan pemikiran-pemikirannya mengenai pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan keadilan sosial. Di kota ini juga ia mulai membangun basis pengikutnya, yang sebagian besar adalah para siswa sekolah menengah dan perguruan tinggi.

Menurut Gulen, Turki yang sekuler tidak boleh menghalangi kemajuan umat Islam. Ia prihatin Turki yang 99 persen penduduknya Muslim tapi ekonominya sangat lemah. Kondisi itu yang ia lihat sejak kecil hingga dewasa. Karena itu menurutnya salah satu kunci untuk mencapai kemajuan adalah pendidikan.

Ia kemudian mengajak pengikutnya terlibat dalam gerakan Nurcu. Gerakan yang terinspirasi dari pemikiran tokoh cendekiawan Muslim Turki, Said Nursi. Menurut Gulen, umat Islam harus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga bisa bersaing dan maju seperti masyarakat Barat.

Inti gerakan Nurcu, hidup berjamaah akan lebih baik daripada hidup secara individual. Gulen menyamakannya dengan kewajiban mengeluarkan zakat. Seorang muslim wajib mengeluarkan zakat.

 

Bila zakat individual dibayarkan kepada yang berhak kurang berdaya guna. Tapi bila zakat ini dikelola secara berjamaah hasilnya lebih bermanfaat, tidak hanya dapat meningkatkan taraf perekonomian, tetapi juga taraf pendidikan masyarakat.

Karena sudah memiliki jaringan pengikut jutaan orang, Gulen berhasil merealisasikan gerakan ini. Gerakan atau lembaga Gulen  sudah mempunyai ratusan sekolah dan sejumlah universitas, rumah sakit, radio dan stasiun televisi, kantor berita, bank, perusahaan penerbitan, dan surat kabar di seluruh Turki.

Institusi-institusi ini melibatkan ribuan orang sukarelawan yang digaji secara profesional. Gerakan Gulen ini kemudian yang menginspirasi banyak pemuka agama dan pemimpin di berbagai negara, yang kemudian meniru prinsip-prinsip gerakan tersebut.

Presiden Marywood University, Pennsylvania, Ann Munley memuji gerakan Gulen. Menurutnya gerakan tersebut  telah banyak memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan tidak hanya di Turki, tapi juga di seluruh dunia.  

Munley memandang Gulen sebagai tokoh Islam yang telah memberikan pengorbanan yang besar dalam dunia pendidikan bagi masyarakat dari beragam etnis dan agama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement