Rabu 14 Oct 2020 21:10 WIB

Syarat Syariah Auditor Halal Dihapus, BPJPH: Bukan Persoalan

Wajib mendapatkan materi kesyariahan saat menjalani pendidikan dan latihan.

Syarat Syariah Auditor Halal Dihapus, BPJPH: Bukan Persoalan (ilustrasi).
Foto: republika.co.id/antara
Syarat Syariah Auditor Halal Dihapus, BPJPH: Bukan Persoalan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengatakan auditor halal dalam Sistem Jaminan Halal (SJH) dibekali materi syariah sehingga para penyelia tersebut mampu menguji produk sesuai prinsip-prinsip agama Islam.

Adapun Omnibus Law UU Cipta Kerja menghapus ketentuan auditor halal wajib berlatar keilmuan syariah, meski begitu, menurut Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mastuki HS, hal tersebut bukan menjadi persoalan. Mastuki mengatakan meski auditor halal bukan sarjana keagamaan tetapi wajib mendapatkan materi kesyariahan saat menjalani pendidikan dan latihan.

"Ketika auditor mengikuti uji kompetensi itu yang harus dipahami mereka itu soal kesyariahan," kata dia.

Adapun dalam Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal sebelum UU Cipta Kerja, terdapat syarat untuk menjadi auditor halal adalah memiliki latar belakang keilmuan syariah.

Tetapi usai UU Cipta Kerja, semua sarjana berbagai latar keilmuan dapat menjadi penyelia halal sesuai spesialisasinya masing-masing. Hal itu ditujukan untuk memperkuat kualitas pengujian produk halal. Auditor halal harus memiliki kompetensi lintas disiplin seperti ahli pangan, kimia dan keilmuan lain yang terkait.

"Auditor halal itu harus kompeten, maka perlu uji kompetensi oleh lembaga sertifikasi profesi seperti LPPOM MUI," kata dia merujuk penyelia halal harus memiliki latar belakang sains.

Proses sertifikasi halal sendiri memiliki sejumlah fase yang melibatkan tiga unsur penting di antaranya BPJPH sebagai regulator, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang menguji kandungan produk dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bertugas melakukan sidang fatwa terhadap produk.

Adapun cara kerja LPH adalah memeriksa kandungan kehalalan produk yang dilakukan oleh auditor halal. Dengan begitu, dengan berkualitasnya penyelia halal akan meningkatkan kualitas sertifikasi halal.

Sebelumnya Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim menyoroti soal UU Cipta Kerja yang menghapus syarat auditor halal. Ketentuan terkait auditor halal telah diatur dalam UU Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Dalam UU JPH tersebut, terdapat syarat yang mengharuskan auditor halal itu yang  disertifikasi ulama atau MUI. Namun, dalam UU Cipta Kerja ini kata 'disertifikasi' dihapus. Yang penting, Auditor Halal disebutkan memahami wawasan Islam.

Ia menuturkan, Auditor Halal pada dasarnya merupakan saksi daripada ulama dalam menetapkan halal. Sebab, ulama membutuhkan saksi berkaitan dengan ilmu dan teknologi yang memang tidak dikuasainya. Karena itulah, ulama dalam hal ini MUI harus mengangkat seorang saksi yang bisa melihat dan mengkaji dengan ilmu dan keahliannya. Saksi tersebut harus ditetapkan ulama dengan cara disertifikasi MUI.

 

"Auditor Halal itu adalah saksi daripada ulama, karenanya harus diangkat dan ditetapkan oleh ulama. Cara menetapkan dan mengukur pemahaman wawasannya pada Islam ialah dengan sertifikasi itu," katanya.

 

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement