Selasa 20 Oct 2020 08:09 WIB

Harga Minyak Turun Tertekan Kekhawatiran Covid-19

Libya berencana meningkatkan produksi 70 ribu barel per hari.

Harga minyak turun tipis pada akhir perdagangan Senin (19/10), tertekan kekhawatiran atas lonjakan kasus virus corona secara global.
Foto: Reuters/Shamil Zhumatov
Harga minyak turun tipis pada akhir perdagangan Senin (19/10), tertekan kekhawatiran atas lonjakan kasus virus corona secara global.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak turun tipis pada akhir perdagangan Senin (19/10), tertekan kekhawatiran atas lonjakan kasus virus corona secara global. Penurunan harga juga tertekan oleh rencana Libya yang akan meningkatkan produksi.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember turun 31 sen menjadi menetap di 42,62 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman November berkurang lima sen menjadi menetap di 40,83 dolar AS per barel.

Para analis juga fokus pada pertemuan komite pemantauan menteri OPEC Plus pada Senin (19/10). Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan komite merekomendasikan untuk tetap berpegang pada kesepakatan global kelompok untuk mengurangi produksi minyak.

Arab Saudi, anggota terbesar Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, mengatakan tidak ada yang meragukan komitmen kelompok tersebut untuk memberikan dukungan, sementara tiga sumber dari negara-negara produsen mengatakan peningkatan produksi yang direncanakan dari Januari dapat dibatalkan jika perlu.

OPEC Plus, kelompok OPEC dan sekutunya termasuk Rusia, membatasi produksi minyak sebesar 7,7 juta barel per hari (bph), turun dari pemotongan sebesar 9,7 juta barel per hari, dan akan mengurangi pemotongan sebesar dua juta barel per hari lagi pada Januari.

"Tidak ada kejutan besar dari pertemuan OPEC Plus," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago.

Menekan harga, Libya telah secara signifikan meningkatkan produksinya setelah pelonggaran blokade oleh pasukan timur pada September. Ladang minyak Abu Attifel 70.000 barel per hari diharapkan akan memulai kembali produksinya pada 24 Oktober setelah ditutup selama berbulan-bulan, kata dua teknisi.

Sementara itu, kasus virus corona di seluruh dunia melampaui 40 juta pada Senin (19/10) menurut penghitungan Reuters. Banyak pemerintah-pemerintah Eropa yang memperketat lockdown untuk mengekang penyebaran virus, memperbaharui kekhawatiran tentang permintaan minyak.

"Pembatasan ketat terbaru ini pasti akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan merusak pemulihan permintaan bahan bakar," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM.

Bank of America memproyeksikan Brent dan WTI masing-masing akan mencapai rata-rata 44 dolar AS dan 40 dolar AS per barel pada 2020, dan 50 dolar AS dan 47 dolar AS per barel pada 2021.

Sementara itu, hiruk pikuk pembelian minyak China awal tahun ini diperkirakan akan melambat pada kuartal keempat. Pabrik penyulingan China memperlambat laju pemrosesan mereka pada September.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement