Rabu 28 Oct 2020 16:18 WIB

40 Ribu Muslim Bangladesh Unjuk Rasa Kecam Macron

Gelombang unjuk rasa semakin besar di Gaza, Tepi Barat, Israel dan Yaman Selatan.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti / Red: Ani Nursalikah
40 Ribu Muslim Bangladesh Unjuk Rasa Kecam Macron. Para pendukung Islami Andolan Bangladesh, sebuah partai politik Islam, membawa guntingan foto Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan kalung di sekelilingnya saat mereka memprotes penerbitan karikatur Nabi Muhammad yang mereka anggap menghujat, di Dhaka, Bangladesh, Selasa, Okt. 27, 2020. Muslim di Timur Tengah dan sekitarnya pada hari Senin menyerukan boikot produk Prancis dan protes atas karikatur, tetapi Macron telah berjanji negaranya tidak akan mundur dari cita-cita sekuler dan pembelaan kebebasan berbicara.
Foto: AP/Mahmud Hossain Opu
40 Ribu Muslim Bangladesh Unjuk Rasa Kecam Macron. Para pendukung Islami Andolan Bangladesh, sebuah partai politik Islam, membawa guntingan foto Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan kalung di sekelilingnya saat mereka memprotes penerbitan karikatur Nabi Muhammad yang mereka anggap menghujat, di Dhaka, Bangladesh, Selasa, Okt. 27, 2020. Muslim di Timur Tengah dan sekitarnya pada hari Senin menyerukan boikot produk Prancis dan protes atas karikatur, tetapi Macron telah berjanji negaranya tidak akan mundur dari cita-cita sekuler dan pembelaan kebebasan berbicara.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Puluhan ribu pengunjuk rasa berkumpul di ibu kota Bangladesh, Selasa (27/10), dalam demonstrasi anti-Prancis terbesar sejak Presiden Emmanuel Macron membela kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad. Umat ​​Muslim di seluruh dunia telah bereaksi dengan marah atas pembelaan Macron atas hak untuk mengejek agama setelah pembunuhan seorang guru sekolah Prancis yang telah menunjukkan kartun nabi kepada murid-muridnya.

Di Suriah, orang-orang membakar foto pemimpin Prancis, bendera tiga warna dibakar di ibu kota Libya, Tripoli. Sementara, produk Prancis ditarik dari rak supermarket di Qatar, Kuwait, dan negara-negara Teluk lainnya.

Baca Juga

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahkan membandingkan perlakuan terhadap Muslim di Eropa dengan perlakuan terhadap orang Yahudi sebelum Perang Dunia II, bergabung dengan seruan untuk memboikot barang-barang Prancis yang menurut Paris berdampak minimal sejauh ini.

Erdogan kemudian menjadi target mingguan satir Prancis Charlie Hebdo yang menerbitkan karikatur yang tidak sopan tentang dirinya di halaman depan edisi terbaru majalah yang dijadwalkan akan muncul di kios koran pada Rabu (28/10).

Gambar kasar itu menunjukkan pemimpin Turki dengan kaus dan celana dalam, meminum sekaleng bir dan mengangkat rok seorang wanita yang mengenakan jilbab untuk memperlihatkan tubuh telanjangnya. Dalam jawaban yang tajam, Turki menuduh majalah itu sebagai rasialisme budaya.

Boikot Prancis

Di Dhaka, pengunjuk rasa membakar patung Macron selama pawai pada Selasa. Polisi mengatakan 40 ribu orang ikut serta.

Ratusan perwira bersenjata menggunakan barikade kawat berduri untuk menghentikan para demonstran agar bubar tanpa kekerasan sebelum mereka bisa mendekati kedutaan Prancis. Unjuk rasa itu diselenggarakan oleh Islami Andolon Bangladesh (IAB), salah satu partai Islam terbesar di negara itu, dan dimulai di masjid terbesar di negara itu. Bangladesh aalah negara dengan penduduk sekitar 90 persen Muslim.

“Boikot produk Prancis”, teriak para demonstran.

Ataur Rahman , seorang anggota senior Islami Andolon, mengatakan pada rapat umum di masjid nasional Baitul Mukarram bahwa Macron adalah satu dari sedikit pemimpin yang menyembah setan. Rahman meminta pemerintah Bangladesh untuk mengusir duta besar Prancis, sementara pemimpin protes lainnya, Hasan Jamal, mengatakan para aktivis akan merobohkan setiap bata bangunan itu jika utusan itu tidak diperintahkan keluar.

“Prancis adalah musuh Muslim. Mereka yang mewakili mereka juga musuh kita,” kata Nesar Uddin, seorang pemimpin muda kelompok itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement