Sabtu 31 Oct 2020 12:48 WIB

Studi: Muslim AS yang Gunakan Hak Pilih di Pilpres Bertambah

78 persen pemilih Muslim terdaftar untuk memberikan suara mereka pada tahun ini

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Esthi Maharani
 Warga AS memberikan suara dalam pilpres Amerika Serikat
Foto: AP/Michael Conroy
Warga AS memberikan suara dalam pilpres Amerika Serikat

IHRAM.CO.ID, WASHINGTON -- Muslim Amerika Serikat (AS) yang terlibat secara politik dan terdaftar untuk memberikan suara pada Pemilihan Presiden AS 2020 kian bertambah daripada sebelumnya. Hal ini mengacu pada temuan studi yang dilakukan Institute for Social Policy and Understanding, dilansir di NBC News, Sabtu (31/10).

Menurut jajak pendapat lembaga itu, 78 persen pemilih Muslim yang memenuhi syarat di AS terdaftar untuk memberikan suara mereka pada tahun ini. Sedangkan pada Pilpres AS 2016 lalu, yang terdaftar hanya 60 persen.

Direktur penelitian institut tersebut, Dalia Mogahed menuturkan, Muslim AS sudah sangat terpolitisasi. Muslim AS, kata dia, meminta perhatian yang jauh lebih banyak daripada dari jumlah mereka sendiri.

"Mereka itu 1 persen dari populasi, namun sering dibicarakan, didiskusikan, dan dijadikan kambing hitam. Jadi, sangat penting jika mereka juga memiliki suara dan juga mendapat tempat," ucap Dalia.

 

Setelah Presiden Donald Trump menjabat, kepuasan Muslim AS terhadap AS mengalami penurunan tajam. Sejak 2018, tingkatnya kurang lebih stabil, dan sejak tahun lalu, mulai sedikit naik. Studi tersebut menunjukkan bahwa dukungan Muslim Amerika untuk Trump juga meningkat dengan selisih kecil sejak 2016, meski lebih rendah daripada dukungan kelompok tersebut untuk kandidat lain, termasuk semua calon Demokrat.

Sepanjang kampanye kepresidenan 2016 dan masa jabatannya, Trump telah membuat komentar Islamofobia, yang menurut Mogahed telah mengasingkan pemilih Muslim. Pada kampanye 2015, Trump menyampaikan pernyataan kepada pendukungnya bahwa dia akan menyelidiki "masalah Muslim" negara itu.

Belakangan, pada tahun itu, dia berjanji untuk menerapkan database atau "daftar pantauan" untuk melacak Muslim di AS. Dia juga mengeluarkan pernyataan yang menyerukan penutupan imigrasi Muslim ke AS. Dia juga secara tidak benar mengklaim menyaksikan ribuan Muslim bersorak saat World Trade Center runtuh pada 9/11. Saat debat, Trump menyebut "Islam membenci kita."

Institut tersebut mencatat penurunan 22 persen dalam kepuasan Muslim Amerika dengan negara tersebut antara 2016 dan 2017. Pada 2017, perintah eksekutif pertama yang biasa disebut sebagai "Larangan Muslim" Trump mulai berlaku, melarang pengungsi dari tujuh negara mayoritas Muslim. Antara 2017 dan 2018, kepuasan Muslim Amerika dengan AS turun menjadi hanya 27 persen.

Mogahed juga menjelaskan, retorika dan kebijakan Islamofobia pemerintahan Trump adalah bagian dari apa yang telah membuat umat Islam di seluruh negeri lebih tertarik pada politik, dan sementara tingkat kepuasan secara bertahap meningkat menjadi 37 persen, ras telah menjadi penentu yang lebih baik ketimbang religiusitas.

Secara keseluruhan, Muslim masih menghadapi tingkat tertinggi diskriminasi kelembagaan dan antarpribadi di negara ini. Ada 44 persen responden melaporkan diskriminasi di bandara, 33 persen saat melamar pekerjaan, dan 31 persen dalam interaksi dengan penegak hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement