Jumat 06 Nov 2020 09:42 WIB

Aplikasi dan Gim Berperan Tingkatkan Ekonomi Digital

Diapresiasi, pemda yang memiliki kesadaran pengembangan talenta digital.

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Hiru Muhammad
ilustrasi:pembayaran digital - Pedagang menunjukan fitur GoBills dari aplikasi Gojek saat peluncuran e-retribusi GoBills di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Selasa (12/8/2020). Pemerintah DIY melalui Bank BPD DIY bekerja sama dengan Gojek meluncurkan pembayaran e-retribusi di pasar tradisional Yogyakarta dengan fitur GoBills sebagai bentuk digitalisasi pasar tradisional dan meminimalisir transmisi virus selama masa pandemi COVID-19.
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
ilustrasi:pembayaran digital - Pedagang menunjukan fitur GoBills dari aplikasi Gojek saat peluncuran e-retribusi GoBills di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Selasa (12/8/2020). Pemerintah DIY melalui Bank BPD DIY bekerja sama dengan Gojek meluncurkan pembayaran e-retribusi di pasar tradisional Yogyakarta dengan fitur GoBills sebagai bentuk digitalisasi pasar tradisional dan meminimalisir transmisi virus selama masa pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Aplikasi dan gim sebagai bagian dari subsektor di bidang ekonomi kreatif memiliki peranan besar dalam membangkitkan perekonomian dan kedaulatan digital. Keberlangsungan dua jenis ekonomi kreatif perlu didorong dan diperkuat jejaring antarpelaku kreatif di berbagai daerah tanah air.

Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Hari Santosa Sungkari, mengatakan, aplikasi dan gim sebagai bagian dari subsektor ekonomi kreatif harus mampu diadaptasi dan dimanfaatkan dengan maksimal dalam berbagai kesempatan yang ada.

"Kemenparekraf mendorong agar terus terjadi kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah tidak bisa melakukan sendiri, harus bersama-sama dengan seluruh pihak sehingga tercipta produk yang bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri dan kancah internasional. Tujuannya adalah kita memiliki kedaulatan digital yang kuat," kata Hari dalam keterangan resminya, Jumat (6/11).  

Hari menjelaskan, Indonesia memiliki kekuatan yang besar untuk dapat mencapai kedaulatan digital melalui aplikasi dan gim. Ekonomi digital Indonesia dari 2015 hingga 2018 mengalami peningkatan pertumbuhan 49 persen dari 18 miliar dolar AS menjadi 27 miliar dolar AS.

Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai the fastest-growing digital economy di ASEAN. Hal itu juga dapat terlihat dari keberadaan 5 unicorn di Indonesia seperti Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, Ovo, dan Gopay, serta 1 decacorn Gojek.

Sementara untuk sektor gim, market size gim di Indonesia pada 2020 mencapai 1.004 juta dolar AS dan 672 juta dolar AS diantaranya datang dari mobile gim yang pertumbuhannya 70,1 persen year on year (YoY)."Itu yang membuat subsektor ini sangat seksi untuk kita bina. Saya bermimpi dari penguatan jejaring ini nantinya ada produk gim dan apps yang bisa menjadi tuan rumah di negara kita sendiri," ujarnya.

Hari mengatakan, mungkin saja produk-produk adalah buatan dari beberapa studio yang merupakan gabungan dari berbagai daerah. Lalu, menjadi hak milik bersama sehingga bisa jadi tuan rumah di negara sendiri dan bisa menembus pasar internasional dengan syarat bahwa produk yang dibawa itu harus punya uniqueness.

"Uniqueness itu bisa didorong dari keragaman budaya yang dimiliki Indonesia. Angkatlah kearifan lokal lalu bungkus dengan kekinian yang bisa kita buat, sehingga kita tidak membuat another mobile Legend dan another PUBG, tapi satu gim dari Indonesia," kata Hari.

Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kemenparekraf, Muhammad Neil El Himam, mengatakan, dalam pengembangan ekosistem digital banyak terdapat faktor yang harus diperkuat. Salah satunya adalah talenta digital itu sendiri.

Karenanya ia mengapresiasi pemerintah daerah yang memiliki kesadaran dalam pengembangan talenta digital. Seperti misalnya, kota Malang yang memperkuat diri menjadi kota kreatif di bidang aplikasi dan gim karena menyadari potensi adanya sekitar 5.000 lulusan perguruan tinggi teknologi informasi di Malang dan sekitarnya.

"Kemudian yang perlu disadari terkait dengan kekayaan yang kita miliki selain kekayaan alam yaitu kekayaan budaya. Bahasa atau budaya bisa menjadi kekayaan yang bisa diambil menjadi nilai tambah buat ekonomi kreatif itu sendiri," kata dia.

Neil melanjutkan, dalam pengembangan ekosistem digital kedepan juga perlu diperkuat dengan kesiapan infrastruktur dan teknologi yang didukung dengan kebijakan dan regulasi. Diharapkan nantinya, baik aplikasi ataupun gim data-datanya minimal disimpan di data centre yang ada di Indonesia.

"Tentunya pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Kita tentu butuh masukan dari para stakeholder pelaku di bidang aplikasi dan gim untuk menurunkan peraturan-peraturan kebijakan-kebijakan yang tentunya memberikan level playing field bagi pelaku ekonomi kreatif," kata Neil.

Kemenparekraf sebagai salah satu katalisator perkembangan ekonomi negeri memiliki berbagai program dalam mengembangkan ekosistem digital. Diantaranya, program Developer Day yang telah dijalankan sejak era Badan Ekonomi Kreatif juga program-program yang memberikan stimulus seperti program Bantuan Pemerintah untuk subsektor ekonomi kreatif yang berfokus pada fasilitasi revitalisasi infrastruktur fisik ruang kreatif dan sarana ruang kreatif serta fasilitasi teknologi informasi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement