Jumat 06 Nov 2020 15:05 WIB

Museum yang Pernah Pamerkan Artefak Agama

Seni yang inklusif bisa membantu orang untuk mengatasi dan memahami serta berempati

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Esthi Maharani
Lapangan di sekitar Museum Louvre, Paris, Prancis
Foto: AP Photo/Thibault Camus
Lapangan di sekitar Museum Louvre, Paris, Prancis

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Museum Internasional menilai definisi museum saat ini sudah ketinggalan zaman. Ketua dan anggota dewan tersebut, Dr. Matthias Henkel, mengatakan pandemi Covid-19 dengan jelas memperlihatkan bahwa museum abad ke-20 tidak cocok dengan abad ke-21. Menurutnya, ada banyak tren global yang dapat dilihat seperti globalisasi, digitalisasi hingga keragaman.

"Museum-museum berurusan dengan benda-benda dari luar negeri, di luar konteks budaya lain. Oleh karena itu, Anda perlu membangun jembatan dengan agama lain, atau ke budaya lain," kata Henkel kepada Inspire Middle East, dilansir di Euronews, Kamis (5/11).

Terdapat sejumlah museum yang kini memamerkan artefak dari berbagai agama. Di Inggris Raya, misalnya, pameran bertajuk 'Living with gods' digelar di British Museum hingga April 2018 lalu. Pameran tersebut mengadakan artefak pemujaan dari berbagai agama.

Pameran itu menampilkan berhala spiritual dan barang-barang yang berasal dari orang-orang Yoruba di Afrika Barat dan komunitas Zoroastrian di India. Di Paris, Museum Louvre berisi galeri sekitar 3.000 benda seni Islam, yang berumur 1.300 tahun, yang bersumber dari Eropa hingga Asia Tenggara.

Di Timur Tengah, tak lama setelah kunjungan Paus Fransiskus ke ibu kota Uni Emirat Arab (UEA) pada 2019, Louvre Abu Dhabi meluncurkan sayap 'Agama-Agama Universal'.

Pameran itu menampilkan gulungan Taurat Yahudi, Alkitab abad pertengahan, Alquran biru Afrika Utara, dan totem Buddha, yang mencerminkan banyak agama dan kebangsaan di negara itu.

Sementara itu, Galeri Seni Rupa Nasional Yordania berupaya untuk menarik pengunjung lokal dan global, dengan koleksi permanennya yang terdiri dari lebih dari 2.800 karya seni. Keramik, lukisan, dan perlengkapan dari pengaruh Kristen dan Bizantium ditampilkan di samping karya kaligrafi Islam yang rumit.

Direktur eksekutif galeri, Khaldoun Hijazin, mengatakan 'Seni yang inklusif' sangat penting untuk masyarakat global saat ini. Menurutnya, hal itu membantu orang untuk mengatasi dan memahami, serta berempati dengan yang lain.

"Sebagian besar krisis budaya dan politik, Anda lihat, itu berasal dari gagasan untuk tidak menerima yang lain. Misi galeri ini adalah untuk mewakili dan merayakan pluralitas dari pandangan budaya dan dunia ini," kata Khaldoun Hijazin kepada Euronews.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement