Selasa 10 Nov 2020 15:58 WIB

Pesantren Diminta tak Kendor Menerapkan Protokol Kesehatan

Pengurus pesantren diminta tetap tegas dalam menjalankan protokol kesehatan.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Gita Amanda
Seorang santri putri berkomunikasi dengan orang tua melalui telepon genggam di Pondok Pesantren Darussalam, Kersamanah, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (9/11/2020). Selain menerapkan 3M, pondok pesantren tersebut juga memperketat protokol kesehatan seperti menyediakan pos paket bagi orang tua sehingga tidak diperbolehkan bertemu dengan anaknya dan menyediakan fasilitas telepon genggam untuk berkomunikasi dengan orang tua guna menghindari risiko penyebaran COVID-19 di lingkungan pesantren.
Foto: ANTARA/Candra Yanuarsyah
Seorang santri putri berkomunikasi dengan orang tua melalui telepon genggam di Pondok Pesantren Darussalam, Kersamanah, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (9/11/2020). Selain menerapkan 3M, pondok pesantren tersebut juga memperketat protokol kesehatan seperti menyediakan pos paket bagi orang tua sehingga tidak diperbolehkan bertemu dengan anaknya dan menyediakan fasilitas telepon genggam untuk berkomunikasi dengan orang tua guna menghindari risiko penyebaran COVID-19 di lingkungan pesantren.

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Sejumlah pesantren di Kabupaten Garut telah menjadi klaster penyebaran Covid-19. Setidaknya, terdapat ratusan santri, termasuk pengurus pesantren, yang telah dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19 di Kabupaten Garut.

Humas Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Garut, Yeni Yunita mengatakan, terdapat tiga pesantren di Garut yang menyumbang kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Tiga pesantren itu masing-masing berada di Kecamatan Limbangan, Pangatikan, dan Samarang.

Baca Juga

"Awalnya itu muncul klaster pesantren di Limbangan, lalu di Pangatikan, dan sekarang Samarang. Ada juga beberapa pesantren lain yang terdapat kasus Covid-19, seperti di Bayongbong tapi kasusnya tak terlalu banyak," kata dia saat dihubungi Republika, Selasa (10/11).

Ia menyebutkan, untuk klaster pesantren yang berada di Kecamatan Samarang, hingga saat ini terdapat 41 orang santri dan pengurus yang terkonfirmasi positif. Seluruhnya yang positif telah dibawa ke rumah sakit untuk menjalani isolasi.

Menurut Yeni, rata-rata pasien yang positif dari pesantren itu tak memiliki gejala (orang tanpa gejala/OTG). Namun mereka tetap harus dibawa ke rumah sakit untuk menjalani isolasi, sebab ruangan yang di pesantren tak memadai untuk dijadikan sebagai tempat isolasi.

Sementara para santri yang sehat tetap menjalani karantina di pesantren. Lingkungan pesantren juga diterapkan pembatasan sosial berskala mikro (PSBM) selama tujuh hari.

"Sampai saat ini datanya masih 41 orang yanf positif (di pesantren Kecamatan Samarang). Kita masih tunggu data dari dinkes, tapi sejauh ini belum ada informasi tambahan dari klaster pesantren," kata Yeni.

Menurut dia, kemunculan klaster penyebaran Covid-19 di pesantren sebenarnya telah diantisipasi sejak kegiatan belajar mengajar para santri kembali dilakukan sejak beberapa bulan ke belakang. Pengurus pesantren telah diminta serius menerapkan protokol kesehatan secara maksimal. Bahkan, lanjut dia, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut kembali mengingatkan pentingnya penerapan protokol kesehatan di lingkungan pesantren pada Oktober lalu, bertepatan dengan Hari Santri Nasional. Namun, klaster pesantren akhirnya muncul juga.

Yeni mengatakan, Gugus Tugas hingga saat ini masih terus melakukan sosialisasi ke pesantren, agar tak kendur dalam menerapkan protokol kesehatan. "Intinya saat ini seluruh pesantren di Garut diimbau jangan lengah menerapkan protokol kesehatan," kata dia.

Sementara itu, Koordinator Forum Pondok Pesantren (FPP) Priangan Timur, KH Yusuf Roni mengakui, sudah banyak pesantren di wilayahnya yang menjadi klaster penyebaran Covid-19. Bukan hanya di Kabupaten Garut, klaster pesantren juga sempat muncul dari Tasikmalaya.

Yusuf mengatakan, pihaknya masih terus melakukan sosialisasi kepada para pimpinan pesantren agar tak bosan menerapkan protokol kesehatan. Pengurus pesantren diminta tetap tegas dalam menjalankan protokol kesehatan. Ia mencontohkan, orang tua santri tak diperbolehkan masuk ke lingkungan pesantren, membatasi interaksi santri dengan lingkungan sekitar, serta melakukan karantina ketika ada santri dari luar daerah.

"Kita ingatkan agar pesantren jangan kendor protokol kesehatan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement