Selasa 10 Nov 2020 18:45 WIB

Wapres: Pesantren Lebih Banyak Perkenalkan Islam Moderat

Setidaknya tiga tantangan global yang dihadapi umat Islam dan harus dilawan saat ini.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus Yulianto
Wakil Presiden Ma'ruf Amin
Foto: KIP/Setwapres
Wakil Presiden Ma'ruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap peran pesantren dalam menangkal dan melindungi masyarakat dari ancaman radikalisme, khususnya pada generasi muda. Ma'ruf meyakini, pesantren sebagai pusat pendidikan pada umumnya telah memberikan bekal kepada para santri tentang pemahaman keagamaan yang moderat.

Hal ini karena literasi yang diajarkan di dalam pesantren merupakan kitab-kitab klasik dan modern yang berpandangan wasathiyah atau moderat.

"Dengan demikian, pesantren juga menjadi pusat pengembangan paham keagamaan yang moderat dan mampu untuk menangkal dan melindungi masyarakat secara luas dari ancaman radikalisme terutama generasi muda," ujar Ma'ruf saat menghadiri webinar Universitas Brawijaya bertajuk 'Peran Santri di Era Digital Menghadapi Radikalisme dan Perubahan global, Selasa (10/11).

Dia pun berharap, pesantren dan para santrinya dapat berperan lebih besar dalam menyampaikan narasi tentang toleransi atau kerukunan, sikap cinta kepada sesama, termasuk nasionalisme, patriotisme dan bela negara. Selain itu, ia juga berharap peran pesantren dalam menjelaskan pemahaman dan ajaran Islam yang rahmatan lil aalamin.

 

Sebab, Wapres meyakini, pengenalan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin mampu meluruskan pemahaman masyarakat yang salah mengenai Islam, terutama dunia Barat.

Dikatakannya, sumber utama kebencian dunia Barat terhadap Islam adalah ketidaktahuan atau ketidakpahaman terhadap apa Islam itu. "Cara pandang yang selalu mengeneralisasi dan negatif ini harus kita lawan. Namun disaat yang sama umat juga perlu introspeksi," ujar Ma'ruf.

Wapres pun menyebut, setidaknya tiga tantangan global yang dihadapi umat Islam dan harus dilawan saat ini. Pertama, kata Ma'ruf, bagaimana mengubah persepsi bahwa Islam sebagai agama konflik dan kekerasan. Bahkan, Islam juga telah dipersepsikan sangat buruk di masyarakat Barat baik di Amerika maupun Eropa.

Berdasarkan hasil survei PEW Research tahun 2017, 41 persen warga Amerika Serikat melihat Islam mendorong terorisme dan kekerasan. Sementara di Eropa, hasil survei di 10 Negara Eropa tercatat lebih dari 50 persen warga Eropa memandang Islam secara negatif.

Tak hanya itu, Pendidikan Islam atau yang dikenal sebagai madrasah juga tidak luput dari sorotan. Ma'ruf mengatakan, madrasah oleh masyarakat barat dianggap sebagai tempat pembibitan ideologi ekstrem.

"Generalisasi terhadap peran negatif madrasah diperoleh hanya karena orang Barat melihat bahwa beberapa pelaku teroris merupakan alumni madrasah," ungkapnya.

Selain itu, tantangan kedua lainnya yakni meningkatnya tren Islamophobia di berbagai belahan dunia. Dia mencontohkan, serangan atau pelecehan terhadap muslim di AS yang dari tahun ke tahun terus meningkat. 

Begitu juga di Eropa, rata-rata 1 dari 3 muslim yang disurvei mengalami diskriminasi dan prasangka buruk (prejudice). Ma'ruf pun menyingung peristiwa terbaru di Prancis yang mendiskreditkan agama Islam.

"Peristiwa itu melukai perasaan umat islam di seluruh dunia karena memosisikan Islam sebagai agama teroris," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement