Ahad 15 Nov 2020 06:30 WIB

Saat Umat Islam Dunia Mengecam, Mengapa Muslim Prancis Diam?

Muslim Prancis memilih untuk diam di saat umat Islam dunia mengecam.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
Saat Umat Islam Dunia Mengecam, Mengapa Muslim Prancis Diam?. Foto ilustrasi: Bendera Prancis.
Foto: Anadolu Agency
Saat Umat Islam Dunia Mengecam, Mengapa Muslim Prancis Diam?. Foto ilustrasi: Bendera Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Seakan ada ketakutan yang kini menyelimuti hari-hari umat Muslim Prancis. Saat umat muslim dunia bersuara, mereka memilih diam dan menarik diri, seolah mereka khawatir akan terseret ke dalam perang budaya internasional.

Ribuan orang di berbagai belahan dunia muslim melakukan protes atas dukungan Presiden Emmanuel Macron yang mendukung kartun Nabi Muhammad. Dunia muslim bahkan melakukan serangan boikot atas produk-produk Prancis, tetapi umat Muslim Prancis, justru semakin waspada terhadap stigmatisasi lebih lanjut yang akan menimpanya.

Baca Juga

Masyarakat muslim Prancis memilih diam dan enggan berkomentar atas kontroversi kartun Nabi Muhammad, serta reaksi Erdogan dan Macron.

“Kami tidak ingin mengomentari ini. Kami tidak punya apa-apa untuk dikatakan,” kata pemilik toko buku Islam di distrik ke-11 kota itu dengan singkat, seperti dilansir dari Middle East Eye, Sabtu (14/11).

Reaksi yang sama juga dilakukan oleh Kepala komunikasi Masjid Paris, Guillaume Sauloup, yang mengatakan bahwa lembaganya tidak ada hubungannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung di Prancis.

“Saya tidak ingin berbicara atas nama komunitas Muslim,” kata Abou Bakar, seorang Parisian yang berbicara kepada MEE di jalan-jalan ibu kota Prancis.

"Pendapat saya bersifat pribadi, seperti keyakinan spiritual saya," tambahnya.

Kewaspadaan tersebut merupakan dampak dari suasana ketegangan dan kecurigaan yang ditujukan pada komunitas Muslim di Prancis. Dalam minggu-minggu setelah pembunuhan Paty, pemerintah Prancis bahkan berjanji akan menindak "separatisme" di dalam negaranya, dengan menunjuk Muslim Prancis.

Bagi Muslim Prancis yang setuju untuk berbicara dengan MEE, situasi saat ini terus berlanjut dengan ketegangan berkepanjangan terkait Islam dan Islamofobia di Prancis. Karena beberapa orang memandang curiga pada kemarahan asing baru-baru ini atas kartun Nabi Muhammad.

Prancis diyakini sebagai rumah bagi komunitas Muslim terbesar di Eropa, meskipun tidak ada statistik resmi tentang agama dan etnis di negara itu. Ini adalah hasil dari kebijakan imigrasi sejak akhir 1940-an, ketika negara tersebut terlibat dalam upaya rekonstruksi setelah Perang Dunia II pada saat Afrika Utara sebagian besar masih di bawah kekuasaan kolonial Prancis.

Secara teori, imigran generasi kedua dan ketiga menikmati hak yang sama dengan sesama warga Prancis saat ini, tetapi dalam praktiknya, diskriminasi justru dialami muslim Prancis.

Selama lebih dari satu dekade, komunitas Muslim Prancis telah menjadi pusat perdebatan politik yang tak terhitung jumlahnya, mengenai apakah ekspresi religiusitas yang terlihat, seperti hijab, sesuai dengan interpretasi baru dari konsepsi Prancis tentang sekularisme, laicite.

Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin menyerukan pembubaran beberapa organisasi Muslim, termasuk badan amal BarakaCity dan Collective Against Islamophobia in France (CCIF) setelah pembunuhan Paty. Negara seolah menuduh mereka memikul tanggung jawab atas separatisme tersebut.

Sementara BarakaCity telah dibubarkan, CCIF mungkin mengalami nasib yang sama. Para pembela melihat CCIF sebagai asosiasi berguna yang mendokumentasikan tindakan anti-Muslim di mana negara gagal melakukannya.

“CCIF melakukan kerja lapangan penting yang memungkinkan kami mendokumentasikan banyak kasus kekerasan terhadap Muslim yang tidak dilihat oleh negara karena hanya berfokus pada kasus-kasus di mana tuntutan diajukan di kantor polisi,” kata Alima Boumediene-Thierry, seorang mantan anggota Parlemen Eropa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement