Rabu 18 Nov 2020 11:25 WIB

Sri Mulyani Sebut Ekonomi Masih Tertekan Hingga Akhir Tahun

Ekonomi sepanjang 2020 tumbuh di zona kontraksi 1,7 persen hingga 0,6 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Pengunjung memilih ragam jenis busana muslim pada gelaran Indonesia Hijab Fest 2020 di Trans Studio Mall, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Ahad (8/11). Indonesia Hijab Fest 2020 yang digelar secara daring dan luring tersebut melibatkan 45 merek fesyen busana muslim Kota Bandung dengan tujuan untuk membantu para pelaku umkm dalam memasarkan produk serta upaya pemulihan pertumbuhan ekonomi pascapandemi Covid-19. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pengunjung memilih ragam jenis busana muslim pada gelaran Indonesia Hijab Fest 2020 di Trans Studio Mall, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Ahad (8/11). Indonesia Hijab Fest 2020 yang digelar secara daring dan luring tersebut melibatkan 45 merek fesyen busana muslim Kota Bandung dengan tujuan untuk membantu para pelaku umkm dalam memasarkan produk serta upaya pemulihan pertumbuhan ekonomi pascapandemi Covid-19. Foto: Abdan Syakura/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pandemi Covid-19 masih akan menekan perekonomian Indonesia hingga akhir tahun, meskipun tren pemulihan telah terlihat. Pemerintah berupaya mengantisipasi potensi tersebut dengan mengakselerasi belanja pemerintah sebagai mesin penggerak ekonomi.

Kemenkeu memproyeksikan, ekonomi Indonesia sepanjang 2020 tumbuh di zona kontraksi 1,7 persen hingga 0,6 persen. "Di kuartal keempat, masih harus kerja keras. Pada Oktober, November dan Desember," tutur Sri dalam Webinar Anti Corruption Summit-4 2020, Rabu (18/11).

Tekanan ini terlihat di tengah tren pemulihan yang terjadi pada kuartal ketiga. Pada periode ini, ekonomi Indonesia tumbuh negatif 3,49 persen, setelah kontraksi dalam hingga level 5,32 persen pada kuartal sebelumnya.

Sri menyebutkan, periode Juli-September merupakan turning around atau titik balik dari kondisi ekonomi Indonesia. Perbaikan ini terlihat dari sisi konsumsi, investasi, ekspor dan impor hingga konsumsi pemerintah. "Momentum ini harus kita jaga," katanya.

Sri menjelaskan, berbagai upaya dilakukan untuk menahan dampak yang lebih dalam. Di antaranya, memaksimalkan instrumen belanja pemerintah, baik APBN maupun APBD. Keuangan negara digunakan secara optimal untuk mengakselerasi dan memulihkan perekonomian Indonesia akibat pandemi Covid-19.

Di sisi lain, Sri berharap, dunia usaha sudah mulai mengalami pemulihan. Masyarakat juga memiliki kepercayaan diri terhadap kondisi dan keselamatan dari ancaman pandemi. Hal tersebut dibutuhkan kerja keras dari seluruh pihak dengan APBN sebagai instrumen penting dalam menghadapi pandemi dan dampaknya.

Pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga terus dilakukan dengan berbagai macam respon, fleksibel dan akuntabel. "Ini ditujukan untuk bisa kembali membuka perekonomian yang mengalami dampak luar biasa," ucap Sri.

Sampai dengan Rabu (11/11), penyerapan anggaran PEN sudah mencapai 55,5 persen dari pagu. Dari total anggaran RP 695,2 triliun, sebanyak Rp 386,01 triliun di antaranya telah dikucurkan dalam berbagai bentuk program. Beberapa program yang baru tersalur pada bulan ini, seperti subsidi bantuan gaji termin kedua, diharapkan dapat mengakselerasi tingkat penyerapan.

Tidak hanya fokus pada pandemi dan penanganannya, Sri menyebutkan, pemerintah kini juga melakukan transformasi serta reformasi. "Krisis Covid-19 harus dijadikan momentum untuk memperkuat dan akselerasi reformasi, kita bangun fondasi ekonomi lebih kuat," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement