Rabu 25 Nov 2020 19:37 WIB

UEA Hentikan Visa untuk 13 Negara Mayoritas Muslim

alasan penghentian visa disebut karena masalah keamanan.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
UEA Hentikan Visa untuk 13 Negara Mayoritas Muslim. Bandara Dubai di Dubai, Uni Emirat Arab.
Foto: REUTERS/Hamad I Mohammed/
UEA Hentikan Visa untuk 13 Negara Mayoritas Muslim. Bandara Dubai di Dubai, Uni Emirat Arab.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Menurut dokumen yang dikeluarkan oleh negara, Uni Emirat Arab (UEA) telah berhenti mengeluarkan visa baru untuk warga dari 13 negara mayoritas Muslim, termasuk Iran, Suriah, dan Somalia.

Dilansir di Daily Sabah, Rabu (25/11), dokumen yang dilihat oleh Reuters tersebut, mengutip surat edaran imigrasi yang mulai berlaku pada 18 November 2020. Pengajuan untuk pekerjaan baru dan visa kunjungan telah ditangguhkan untuk warga dari 13 negara, termasuk Afghanistan, Libya, dan Yaman, sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Baca Juga

Larangan visa juga berlaku untuk warga Aljazair, Kenya, Irak, Lebanon, Pakistan, Tunisia, dan Turki. Masih tidak jelas apakah ada pengecualian untuk larangan tersebut.

Otoritas Federal untuk Identitas dan Kewarganegaraan UEA tidak segera berkomentar ketika dihubungi oleh Reuters. Sebuah sumber yang diberi penjelasan tentang masalah tersebut mengatakan kepada Reuters, bahwa UEA untuk sementara berhenti mengeluarkan visa baru untuk warga Afghanistan, Pakistan, dan warga beberapa negara lain karena masalah keamanan.

Sumber tersebut tidak mengatakan apa yang menjadi kekhawatiran itu. Namun, larangan visa diperkirakan akan berlangsung dalam waktu singkat.

Pada pekan lalu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Pakistan mengatakan, UEA telah berhenti memproses visa baru untuk warganya, dan beberapa negara lain. Kemenlu Pakistan, dan sumber tersebut mengatakan, mereka yang memiliki visa sah tidak terpengaruh oleh pembatasan baru tersebut, dan dapat memasuki UEA.

https://www.dailysabah.com/politics/diplomacy/uae-halts-new-visas-to-citizens-of-13-mostly-muslim-states-including-turkey

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement