Ahad 29 Nov 2020 07:04 WIB

Pencarian Tuhan Membawa Kelly Jadi Mualaf

Kelly meyakini Tuhan diperlukan untuk membawa ketertiban atas dunia yang kacau balau

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Elba Damhuri
Mualaf/Ilustrasi
Foto: Republika/Mardiah
Mualaf/Ilustrasi

IHRAM.CO.ID,  ALEXANDRIA -- Natassia M Kelly awalnya seorang kristiani yang rajin ke gereja dan pergi ke sekolah Alkitab. Meski demikian, di balik kesehariannya itu ia merasa agama tidak pernah menjadi bagian besar dalam hidupnya.

Saat berdoa, meminta bimbingan dan kekuatan di masa ia putus asa, ia merasa dekat dengan Tuhannya. Namun, rasa itu menguap dan hilang ketika ia tak lagi menginginkan sesuatu.

Di dunia ini, ia meyakini Tuhan diperlukan untuk membawa ketertiban atas dunia yang kacau balau. Jika tidak ada Tuhan, dunia akan kacau dan habis ribuan tahun yang lalu. Meski ia percaya kepada Tuhan, Kelly menyebut dirinya kurang iman.

Saat menginjak umur 12 tahun, ia mulai mendalami pemikiran tentang spiritualitasnya.  Ia menyadari ada kehampaan dalam hidupnya di mana iman itu seharusnya berada. Secara perlahan, Kelly mulai mencari tahu siapa Tuhan itu.

Dalam buku English Stories of New Muslim, ia menyebut pernah bertanya kepada ibunya kepada siapa ia seharusnya berdoa, apakah Tuhan atau Yesus. Sang ibu lantas menjawab ia seharusnya berdoa kepada Yesus.

Di lain kesempatan ia kerap berdebat dengan teman-temannya tentang Protestan, Katolik, dan Yudaisme. Melalui perdebatan ini, ia semakin ingin mencari dan mengisi kekosongan yang ada di hatinya. Puncaknya, di usia 13 tahun ia mulai mencari kebenaran.

Perdebatan dan obrolan tentang Tuhan terus ia lakukan sembari lebih banyak membaca Alkitab. Namun, ia tidak merasa melangkah lebih jauh dari posisi semula. 

Pengetahuan yang ia dapat kerap ia bagikan dengan keluarga. Kelly banyak belajar tentang keyakinan, praktik, doktrin agama Kristen hingga keyakinan serta praktik minimal Yudaisme.

Beberapa bulan kemudian, ia menyadari jika ia percaya pada agama Kristen dan percaya akan adanya hukuman di neraka. Menurut ucapan salah satu pendeta yang sempat ia dengar, ia akan tetap menuju neraka bahkan tanpa mempertimbangkan dosa atau perlakuan yang ia lakukan di masa lalu. 

Mengetahui hal ini, Kelly semakin merasa ketakutan dan tidak nyaman. Ia sering mengalami mimpi buruk dan merasa sendirian di dunia yang luas ini. Pertanyaan yang bersarang di kepalanya tentang agama yang ia anut semakin bertambah tanpa benar-benar mendapat jawaban yang memuaskan.

Selama ia hidup, Kelly mempercayai agama sebatas karena orang tuanya melakukan hal tersebut. Kepercayaan yang awalnya ia genggam, perlahan terkikis dan menjadi tak bersisa. Setelahnya, ia menghentikan pencarian tentang Tuhan.

Tak lama dari kejadian itu, suatu ketika seorang teman memberinya buku dengan judul Dialog Muslim dan Kristen. Ia pun tersadar jika selama melakukan pencarian tidak pernah mempertimbangkan agama lain. Kristen adalah satu-satunya yang ia tahu dan tidak pernah berpikir meninggalkannya.

Pengetahuannya tentang Islam sangat minim. Bahkan, sebagian besar dipenuhi kesalahpahaman dan stereotip. Buku yang ia dapatkan seakan menjadi gerbang pembuka atas jawaban yang ia cari. Kelly memutuskan belajar tentang Islam dari aspek intelektual. Dari seorang teman dekatnya yang Muslim, ia sering bertanya tentang praktik dan ibadah Islam.

Setelah beberapa bulan menghabiskan waktu membaca buku tentang Islam, bulan Ramadhan pun hadir. Setiap Jumat, Kelly bergabung dengan komunitas Muslim setempat untuk berbuka puasa dan membaca Alquran. Dalam kesempatan itu, ia kerap mengajukan pertanyaan kepada setiap Muslimah yang ia temui. Kelly merasa terkejut akan keyakinan dari setiap jawaban yang ia terima. Perlahan, ia merasa tertarik akan Islam.

Kelly merasa dalam hidup ia membutuhkan sesuatu yang bisa mendisiplinkan dan mengatur hidupnya. Ia tidak ingin hanya percaya ada sosok yang menjamin ia akan ke surga. Ia ingin merasa dekat, tahu bagaimana harus bertindak untuk menerima rahmat dari Tuhan, dan yang terpenting ia menginginkan kesempatan untuk mengenal surga.

Saat perayaan Idul Fitri, ia hadir dan menikmati suasananya. Setiap minggu, ia juga menghadiri kajian Jumat. Dari pengalaman selama itu, ia menemukan ketenangan. 

Hal ini ia lakukan selama tiga tahun. Awal Februari 1997, ia menyadari jika Islam itu benar. Sebulan kemudian, tepatnya 19 Maret 1997, usai menghadiri kelas mingguan ia mengucapkan syahadat untuk dirinya sendiri. Lalu pada 26 Maret, ia kembali mengucapkan kalimat syahadat di hadapan saksi dan menjadi Muslim secara resmi.

"Saya tidak bisa mengungkapkan kegembiraan yang saya rasakan. Saya tidak bisa mengungkapkan beban yang terangkat dari bahu saya. Saya akhirnya menerima ketenangan pikiran. Islam telah membuat saya menjadi orang yang lebih baik," tulis Kelly.

Setelah menjadi Muslim, ia merasa lebih kuat dan lebih memahami banyak hal. Hidupnya berubah secara signifikan dan memiliki tujuan pasti. Kini, agama merupakan bagian dari kesehariannya.

"Berjuang menjadi Muslim yang baik dalam masyarakat yang didominasi agama lain itu sulit. Hidup dengan keluarga yang berbeda keyakinan bahkan lebih sulit. Namun, saya mencoba tidak putus asa," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement