Rabu 02 Dec 2020 14:41 WIB

Cara Pesantren Bangkit Membangun Jiwa Kemandirian

Gontor telah membangun budaya wirausaha yang positif sejak lama.

Menyambut 90 Tahun Gontor. Peserta melakukan sujud syukur bersama saat acara Sujud Syukur Menyambut 90 Tahun Pondok Modern Gontor di Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (28/5)
Foto: Republika/ Wihdan
Menyambut 90 Tahun Gontor. Peserta melakukan sujud syukur bersama saat acara Sujud Syukur Menyambut 90 Tahun Pondok Modern Gontor di Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (28/5)

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA--Berbagai upaya telah dijalankan pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah pengangguran. Diantaranya melalui perluasan lapangan kerja, pengembangan wirausaha ditengah masyarakat, perbaikan kualitas pendidikan serta penciptaan usaha padat karya.

Hingga kini, masih terbatas anggota masyarakat yang aktif dalam pengembangan kegiatan wirausaha. Fakta ini ditunjukkan melalui kenyataan yang terjadi di lapangan. Masih minimnya minat berwirausaha di kalangan masyarakat Indonesia. Dibanding total jumlah penduduk di tanah air hanya 3,1 persen yang bekerja menjadi wirausahawan. Di Malaysia jumlah wirausahawan sebanyak 5 persen dari total penduduknya. Sedangkan Tiongkok sebanyak 10 persen. Singapura sebanyak 7 persen.  Jepang sebesar 11 persen dan Amerika Serikat sebanyak 12 persen. (Noor Shadiq Askandar & Jeni, Susyanti, 2018).

Data di atas menunjukkan angka wirausahawan di Indonesia masih rendah berbanding negara lain di dunia. Upaya untuk meningkatkan minat berwirausaha telah ditempuh pemerintah. Salah satunya melalui pendidikan kewirausahaan di tingkat sekolah menengah umum negeri atau swasta, serta sekolah menengah agama (Madrasah Aliyah/Pondok Pesantren). 

Salah satu keterlibatan aktif masyarakat dalam membangun jiwa wirausaha dapat dikenali melalui kegiatan di pesantren Gontor Darussalam,  Ponorogo Jawa Timur. Pesantren  ini memiliki 31 unit usaha kecil menengah (UKM). "Lembaga ini mengembangkan UKM secara profesional, bukan sebatas teori," kata Reza Fahmi, melalui disertasinya sebagai kandidat Doktor Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang, Selasa (2/12). 

Menurutnya, Gontor telah membangun budaya wirausaha yang positif sejak lama. Hal itu terlihat dari semangat tanggung jawab tinggi dalam pengelolaan. Para pengelola unit usahanya dilakukan ustad yang dibantu santri kelas lima. Unit usaha itu antara lain bergerak di bidang komunikasi seperti televisi, radio, peternakan, ritel hingga kuliner. "Keuntungan yang diperoleh dalam setahun mencapai Rp 10 miliar," katanya. 

Keuntungan tersebut digunakan pihak pesantren untuk membiayai operasional dan pengembangan pesantren. Sehingga pengelolaan pesantren tidak memiliki ketergantungan dari donatur atau pihak lain yang menyumbang ke Gontor. Hal ini dirasa penting untuk menjamin kemandirian dan berdikari. "Ini yang ditekankan para kyai kepada para santrinya kalau tamat harus bisa mandiri, jangan jadi pegawai," kata Reza. 

Gontor memiliki otoritas tersendiri untuk menjalankan pesantren berdasarkan keinginan yang mulia dari para pendiri Gontor, yang lebih dikenali sebagai Trimurti. Nilai filosofi yang mendasari pemikiran tentang kemandirian ini adalah berdikari. Ini refleksi dari proses kaderisasi kepemimpinan Gontor untuk terus mempertahankan nilai kemandirian sebagai bagian tak terpisahkan dalam proses pengajaran dan pendidikan yang dijalankan. 

Dalam penelitiannya juga ditemukan sejumlah hal menarik. Pertama, pembelajaran kemandirian sangat dibutuhkan di Pondok Modern Gontor 3. Namun beberapa persoalan masih ditemukan, yaitu pembelajaran kewirausahaan belum terstruktur dengan baik. Tidak memiliki silabus, RPP, modul yang sistematis dan terprogram. Sehingga pembelajaran kewirausahaan lebih menekankan pada pembelajaran yang bersifat learning by doing (belajar sambil berbuat atau bekerja dan bersifat praktis). Kedua, Pembelajaran kewirausahaan bagi para santri diajarkan untuk dapat berpikir kreatif dan inovatif dalam mengembangkan berbagai jenis usaha produktif (kafetaria, pabrik roti, mini market, toko olah raga dan sebagainya). 

Penelitian ini dipromotori  Prof. Dr. Firman, MS (Kons), Prof. Dr. Mukhaiyar, M.Pd., Prof. Dr. Mudjiran, MS (Kons). Penelitian ini berangkat dari fakta bahwa, Gontor telah menanamkan jiwa kemandirian di kalangan para santrinya selama lebih dari 90 tahun. Sebagai sebuah kajian tentu penelitian ini belum mampu menjawab berbagai persoalan pembelajaran kewirausahaan, sehingga kritik dan masukan dari para penguji terutama Prof. Drs. Adi Fahrudin, S.Psi. M.Soc. Sc, PhD sangat bermakna bagi kesempurnaan penulisan disertasi ini terutama pada aspek metodologi penelitian.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement