Kamis 03 Dec 2020 09:59 WIB

LIPI Kukuhkan Profesor Rustika yang Membahas Kesehatan Haji

Istithaah kesehatan adalah kemampuan jamaah haji dari aspek kesehatan.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Fakhruddin
LIPI Kukuhkan Rustika Profesor Kesehatan Haji (ilustrasi).
Foto: EPA-EFE/SAUDI MINISTRY OF MEDIA HANDOUT
LIPI Kukuhkan Rustika Profesor Kesehatan Haji (ilustrasi).

IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengukuhkan Dr. Rustika Profesor bidang epidemiologi dan Biostatistik yang membahas Kesehatan Haji. Setelah dikukuh, Rustika menjadi profesor satu-satunya yang mengangat topik kesehatan haji.

Dalam pengukuhan itu Prof Rustika menyampaikan orasi dengan tema Kolaborasi Pembinaan pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) pada jemaah haji dalam mendukung istitaah kesehatan. Di depan sidang senat, Rustika menyampaikan Indonesia menjadi negara pengirim jamaah haji terbesar di dunia setiap tahunnya.

"Namun dari jumlah itu sebanyak 65 persen di antaranya tergolong kelompok risiko tinggi (risti) yang rentan terhadap penyakit," kata Rustikan menyampaikan salin orasinya, kepada Republika, Rabu (3/12).

Prof Rustika mengatakan, kriteria risti kesehatan bagi jamaah haji adalah berusia 60 tahun lebih atau memiliki faktor risiko dan gangguan kesehatan yang potensial menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah haji. Gangguan kesehatan yang sering terjadi pada jemaah haji adalah PTM seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), chronic kidney disease, stroke, dan gangguan jiwa berat.  

"Kondisi ini menyebabkan beban tinggi bagi pelayanan kesehatan haji di Indonesia dan selama di Arab Saudi," katanya.

Banyaknya jumlah jamaah haji risti menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas jamaah haji di tanah suci. Kematian jamaah haji tertinggi adalah karena PTM, terutama penyakit kardiovaskuler sebesar 49,2 persen pada tahun 2017.

Prof Rustika mengatakan, berdasarkan data lima tahun terakhir menunjukkan penyakit kardiovaskuler menduduki urutan pertama penyebab kematian pada jamaah haji. Kondisi ini menyebabkan beban tinggi bagi pelayanan kesehatan haji di Indonesia dan selama di Arab Saudi. 

Prof Rustika menegaskan, PTM merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dikendalikan melalui pembinaan pengendalian faktor risiko. Pembinaan faktor risiko PTM jamaah haji yang lebih terstruktur dan terukur diharapkan dapat memperbaiki kondisi kesehatan.

"Sehingga selama sekitar 40 hari di Arab Saudi jamaah dalam kondisi sehat dan dapat menjalankan ibadah dengan khusuk," katanya.

Pada kesempatan itu juga Prof Rustika menyampaikan tentang istithaah kesehatan. Menurutnya, istithaah kesehatan adalah kemampuan jamaah haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur melalui pemeriksaan yang bisa dipertanggungjawabkan agar jamaah dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan agama. 

"Jamaah haji yang tidak istithaah tidak dapat diberangkatkan ke Arab Saudi," katanya.

Sementara PTM merupakan penyakit yang masuk dalam penentuan kriteria istithaah kesehatan. Kriteria penyakit yang menyebabkan jamaah haji tidak memenuhi syarat Istitaah kesehatan adalah:

1. Penyakit yang bisa membahayakan diri sendiri dan jamaah lain.

2.Gangguan jiwa berat

3. Penyakit berat yang tidak dapat disembuhkan. 

"PTM termasuk kategori nomor satu yang antara lain, adalah PPOK, gagal jantung, dan CKD stadium lanjut," katanya.

Prof Rustika mengatakan, istithaah kesehatan jamaah haji dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, dan waktu tunggu. Pengetahuan faktor risiko yang buruk memiliki risiko 2,6 kali terhadap status tidak istitaah kesehatan. Sikap jamaah haji masih kurang mendukung Istitaah kesehatan karena terdapat 9,3 persen jamaah yang berkeinginan meninggal saat berhaji.

"Kondisi ini menunjukkan bahwa jamaah haji belum siap secara fisik, mental, serta tidak mandiri terhadap pemahaman Istitaah," katanya.

Peningkatan pengetahuan dan sikap calon jamaah haji mengenai Istitaah kesehatan perlu terus dilakukan secara  berkelanjutan sebagai bagian dari pembinaan faktor risiko PTM  jamaah haji. Penyelenggaraan ibadah haji melibatkan berbagai sektor, baik di pusat maupun daerah. 

Dalam hal pembinaan juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) sehingga perlu dikolaborasikan agar seluruh potensi dan sumber daya  dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemangku kepentingan (stakeholder) yang dimaksud adalah jajaran Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, serta lembaga penyelenggara haji. 

Prof Rustika memastikan, pembinaan yang dilakukan secara periodik pada masa tunggu akan memperbaiki kondisi kesehatan dan kebugaran jamaah pada saat berada di Arab Saudi. Menurutnya, pelaksanaan pembinaan telah dilaksanakan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas, yang berkolaborasi dengan Kantor Kementerian Agama dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan organisasi profesi, tetapi belum terstruktur dan terkoordinasi dengan baik. "Manasik haji masih bersifat sektoral," katanya.

Manasik ibadah selama ini dilakukan oleh Kantor Kementerian Agama dan KBIH, sedangkan manasik kesehatan seperti pembinaan pengendalian faktor risiko PTM, kebugaran, asupan gizi, dan aklimatisasi dilakukan oleh jajaran Kementerian Kesehatan di berbagai wilayah. Kolaborasi melibatkan berbagai sumber daya dan tanggung jawab untuk secara bersama-sama merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program guna mencapai tujuan bersama. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement