Sabtu 05 Dec 2020 05:50 WIB

Petani India Demo Bisar-besaran, Ancam PM Modi

Petani India menentang UU pertanian baru yang membuka jalan eksploitasi perusahaan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Dwi Murdaningsih
Petani India menentang UU pertanian baru yang membuka jalan eksploitasi perusahaan.
Foto: ap
Petani India menentang UU pertanian baru yang membuka jalan eksploitasi perusahaan.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI --  Undang-Undang (UU) pertanian baru di India membuat para petani turun memadati jalanan India Utara. Mereka berdemonstrasi dan mengancam  pemerintahan pemerintah Perdana Menteri, Narendra Modi.

Jalan raya arteri yang selalu sibuk yang menghubungkan sebagian besar kota di India utara dengan kota berpenduduk 29 juta orang ini sekarang berdenyut dengan teriakan Inquilab Zindabad atau Hidup revolusi.

Baca Juga

Mereka melakukan demonstrasi besar-besaran menentang UU pertanian baru yang menurut mereka akan membuka jalan bagi eksploitasi perusahaan. Kondisi tersebut telah bertahan lebih dari seminggu.

Para petani berbaris menuju ibu kota dengan traktor dan truk seperti tentara, menyingkirkan barikade polisi sambil menantang gas air mata, pentungan, dan meriam air. Sekarang, di pinggiran New Delhi, mereka dipenuhi dengan makanan dan pasokan bahan bakar yang bisa bertahan berminggu-minggu.

Persiapan ini menekankan ancaman tidak biasa untuk pemerintah. Mereka mengancam akan mengepung ibu kota jika pemerintah Modi tidak memenuhi tuntutan untuk menghapus Uu tersebut.

“Modi ingin menjual tanah kami kepada perusahaan,” kata salah satu demonstran yang melakukan perjalanan dari kota Ludhiana di Punjab, sekitar 310 kilometer utara New Delhi, Kaljeet Singh.

Saat malam tiba, para petani tidak pulang dan memih tidur di trailer dan di bawah truk, meringkuk di selimut untuk melawan dinginnya musim dingin. Pada siang hari, mereka duduk bergerombol di dalam kendaraan, dikelilingi gundukan beras, miju-miju, dan sayur mayur yang diolah menjadi santapan di ratusan dapur darurat.

Petani bernama Anmol Singh  mengatakan, UU baru adalah bagian dari rencana yang lebih besar untuk menyerahkan tanah petani kepada perusahaan besar dan membuat mereka tidak memiliki tanah. “Modi ingin petani miskin mati kelaparan agar bisa mengisi perut teman-temannya yang kaya. Kami di sini untuk melawan keputusan brutalnya dengan damai," ujarnya.

Banyak petani yang memprotes berasal dari Punjab utara dan Haryana, dua negara bagian pertanian terbesar di India. Mereka khawatir UU yang disahkan pada September akan membuat pemerintah berhenti membeli biji-bijian dengan harga jaminan minimum dan mengakibatkan eksploitasi oleh perusahaan yang akan menekan harga. Banyak aktivis dan pakar pertanian mendukung permintaan mereka akan harga hasil panen yang dijamin minimum.

Aturan baru juga akan menghilangkan agen yang bertindak sebagai perantara antara petani dan pasar grosir yang diatur pemerintah. Para petani mengatakan agen adalah roda penggerak penting ekonomi pertanian dan jalur kredit utama mereka. Agen menyediakan dana cepat untuk bahan bakar, pupuk, dan bahkan pinjaman jika terjadi keadaan darurat keluarga.

Pemerintah berargumen bahwa UU tersebut membawa reformasi yang diperlukan untuk memungkinkan petani memasarkan produk dan meningkatkan produksi melalui investasi swasta. Namun, para petani mengatakan bahwa mereka tidak pernah dimintai pendapat.

Dengan hampir 60 persen populasi India bergantung pada pertanian untuk mata pencaharian, pemberontakan petani yang berkembang telah mengguncang pemerintahan Modi dan sekutu. Para pemimpinnya berusaha keras untuk menahan protes.

Modi dan sekutunya telah mencoba meredakan ketakutan petani tentang UU baru tersebut sambil menepis kekhawatiran mereka. Beberapa pemimpin partainya menyebut petani "sesat" dan "anti-nasional", label yang sering diberikan kepada mereka yang mengkritik Modi atau kebijakannya.

Masa jabatan kedua Modi yang berkuasa sejak Mei 2019 telah ditandai dengan beberapa masalah. Ekonomi merosot, perselisihan sosial meluas, protes meletus terhadap UU yang diskriminatif dan pemerintahannya telah dipertanyakan atas tanggapannya terhadap pandemi.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement