Sabtu 05 Dec 2020 16:47 WIB

FPI tak Boleh Lakukan Pengadangan, Polisi Juga Harus Adil

Ada dua sisi yang harus dikoreksi dari peristiwa pengadangan polisi di Petamburan.

Rep: Andri Saubani/ Red: Elba Damhuri
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab menyapa massa saat tiba di kawasan Petamburan, Jakarta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab menyapa massa saat tiba di kawasan Petamburan, Jakarta.

IHRAM.CO.ID, Oleh Arif Satrio Nugroho, Ali Mansur, Febryan A

Pakar Hukum Pidana Teuku Nasrullah menyoroti tindakan pengadangan oleh anggota FPI terhadap aparat polisi yang hendak menemui Habib Rizieq Shihab (HRS) terkait kasus protokol kesehatan acara pernikahan putrinya. Ia menilai ada dua sisi yang harus dikoreksi.

Di satu sisi, Nasrullah mengkritisi sikap FPI yang menghadang personel polisi. Ia menyatakan, FPI tidak boleh juga menghalangi pekerjaan aparat penegak hukum. "Ada peraturan perundang-undangan yang mengatur soal menghalangi kinerja aparat penegak hukum," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (4/12).

Dalam hal ini, ia mengingatkan, dengan alasan apa pun, tidak diperbolehkan suatu pihak menghalangi proses hukum yang sedang berjalan. Termasuk pula, kasus Habib Rizieq yang saat ini ditangani oleh Polisi.

Namun, di sisi lain, jelas Nasrullah, aparat penegak hukum juga perlu memahami keadaan anggota FPI yang merasa penegakan hukum untuk HRS dipaksakan. Terlebih, HRS dikenai pasal 160 KUHP terkait penghasutan yang dikaitkan dengan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan.

"Mereka khawatir penegakan hukum itu sangat dipaksakan dan khawatir ada perlakuan tidak adil dan semen mena terhadap Habib Rizieq. Oleh sebab itu aparat penegak hukum harus memperlihatkan diri bahwa tidak ada hal - hal sebagaimana dicurigai teman-teman FPI," ujar.

"FPI pun tidak boleh atas dasar kecurigaan menghalangi.

Paling penting aparat penegak hukum harus menunjukkan sikap fairness mereka, itu penting sehingga tidak ada kecurigaan di masyarakat bahwa penegakan hukum ini manipulatif," kata dia kembali menegaskan.

Senada, Pakar Pidana Universitas Al-Azhar Supardji Ahmad juga mengatakan, wajar apabila kemudian akan menindak pihak-pihak yang menghalangi penegakan hukum. "Pada satu sisi diharapkan semua orang menghormati hukum dan taat hukum," ujarnya.

Namun di sisi lain, aparat hukum juga harus melakukan proses penegakan hukum sesuai azas hukum yang berlaku. Ia mengatakan, tidak boleh suatu proses hukum dilakukan dengan cara dipaksakan.

"Hukum harus ditegakkan berdasarkan fakta dan alat bukti serta unsur-unsur dalam pasal yang dijadikan dasar untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan," ujar dia menambahkan.

Pada Kamis (4/12), Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis menyatakan, bahwa negara tidak boleh kalah dengan organisasi kemasyarakat (ormas) yang melakukan cara-cara premanisme untuk menghalangi proses penegakan hukum di Indonesia. Pernyataan tersebut disampaikan Idham terkait upaya pengadangan terhadap aparat kepolisian oleh Front Pembela Islam (FPI) saat mengantarkan surat pemanggilan kepada Habib Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat.

“Negara tidak boleh kalah dengan ormas yang melakukan aksi premanisme. Kita akan sikat semua. Indonesia merupakan negara hukum. Semua elemen harus bisa menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat,” kata Idham dalam keterangannya, Kamis (3/12).

Jenderal bintang empat itu pun meminta kepada seluruh stakeholder ataupun ormas sekalipun harus patuh dengan payung hukum yang berlaku di Indonesia. Menurutnya, ancaman pidana diatur dengan jelas untuk pihak-pihak yang mencoba menghalangi proses penegakan hukum di Indonesia.

“Ada sanksi pidana untuk mereka yang mencoba menghalang petugas dalam melakukan proses penegakan hukum,” ujar Idham.

Idham juga memastikan, Polri akan mengusut tuntas kasus dugaan pelanggaran kekarantinaan kesehatan yaitu dalam hal ini adanya dugaan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) di beberapa acara yang dihadiri Rizieq.

“Polri selalu mengedepankan azas Salus Populi Suprema Lex Exto atau Keselamatan Rakyat Merupakan Hukum Tertinggi,” kata mantan Kepala Bareskrim Polri ini.

Pada Rabu (2/12), penyidik Polda Metro Jaya akhirnya berhasil memberikan surat pemanggilan pemeriksaan kedua untuk HRS ke kediamannya di Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Penyidik awalnya sempat diadang massa simpatisan dan anggota FPI ketika hendak memasuki gang rumah HRS.

"Tadi tim penyidik yang sempat diadang sudah berhasil memberikan surat panggilan kedua itu," kata Kapolsek Metro Tanah Abang Kompol Singgih Hermawan ketika dikonfirmasi, Rabu.

Adapun, tindakan selanjutnya terkait kerumunan massa itu, Singgih mengaku masih memantau perkembangan kondisinya. Apabila terjadi kerumunan yang mengganggu, pihak kepolisian akan mengambil langkah pembubaran.

Sebelumnya, puluhan massa yang berkumpul di Jalan Petamburan III menolak kedatangan polisi. Mereka meminta aparat meninggalkan kawasan Petamburan III. Polisi pun sempat meninggalkan lokasi sebelum akhirnya datang kembali untuk memberikan surat pemanggilan tersebut.

HRS dipanggil Polda Metro Jaya terkait kerumunan massa saat acara pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat, 14 November lalu. Dalam kasus ini, polisi menemukan unsur pelanggaran protokol kesehatan sesuai Undang-Undang nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dan pasal 216 KUHP.

Kepolisian sudah melayangkan surat pemanggilan pertama yang berisikan jadwal pemeriksaan pada Selasa (1/12). Namun, HRS tak hadir.

Sebelumnya, kuasa hukum HRS, Aziz Yanuar, memastikan HRS tidak dapat memunuhi undangan pemeriksaan oleh Polda Metro Jaya pada Selasa (1/12). Alasanya, yang bersangkutan tengah masa pemulihan pasca pulang dari Rumah Sakit Ummi, Bogor beberapa waktu lalu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement