Ahad 06 Dec 2020 14:15 WIB

Muhammadiyah: Penangkapan Dua Menteri Pembuktian Awal KPK

Publik masih menunggu gebrakan selanjutnya dari KPK.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus raharjo
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti memberikan keterangan terkait Rancanan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila di Jakarta, Senin (15/6).
Foto: Republika/Prayogi
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti memberikan keterangan terkait Rancanan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila di Jakarta, Senin (15/6).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP) Prof Abdul Mu'ti mengapresiasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa hari terakhir. Terutama, usai menangkap beberapa pejabat negara yang terlibat korupsi, di antaranya Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

Menurut Mu'ti, selama satu tahun bekerja, KPK periode ini sejak awal pembentukan sempat diragukan kemandirian dan keberaniannya. Namun, KPK mulai menunjukkan kinerja yang memberikan harapan kepada masyarakat. Ia menilai, penangkapan dua menteri merupakan pembuktian awal.

"Bahwa KPK adalah lembaga yang mandiri dan tidak bisa didikte berbagai kepentingan, baik presiden maupun partai politik. Publik menunggu gebrakan KPK berikutnya," kata Mu'ti, Ahad (6/12).

Mu'ti menuturkan, terkait kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), ia merasa penangkapan dua menteri dalam Kabinet Indonesia Maju tersebut memiliki dua makna. Pertama, keterbukaan dan pembuktian Presiden Jokowi yang tidak melindungi siapapun yang terbukti bersalah. Kedua, Presiden Jokowi perlu melakukan evaluasi dan langkah serius terhadap integritas dan kinerja menteri-menteri.

Selama satu tahun pemerintahan publik sudah memberikan penilaian ada menteri yang kinerjanya di bawah standar, mis-match, dan under capacity. Sebab, jabatan menteri terkait langsung pelayanan dan pertanggungjawaban publik bagi kepentingan rakyat.

"Kasihan nasib rakyat yang semakin berat beban, baik karena pandemi maupun berbagai persoalan hidup mereka karena negara tidak sungguh-sungguh hadir memecahkan masalah dan mengangkat nasib mayoritas rakyat bawah," ujar Mu'ti.

Terakhir, Mu'ti mengingatkan, menjadi pejabat publik tidak bisa sembarangan. Sebab, mendapatkan posisi di pemerintahan melekat dengan kewajiban konstitusi dan hajat hidup rakyat, yang harus dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement